Mohon tunggu...
Nuzula Rahmah
Nuzula Rahmah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Obrolan Receh di Kala Senja

9 Mei 2018   01:19 Diperbarui: 9 Mei 2018   03:07 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

8 Mei 2018

Aku di pertemukan dengan sosok-sosok lama yang pernah ku kenal setahun lalu. Di warung kaki lima Aku menunggu kedatangannya. Kutunggu kehadirannya dengan penuh senang hati, dengan kerelaan meluangkan waktu tidur siangku untuk menemui mereka.

Beberapa kali Aku membuka handphone untuk membalas chat mereka, memastikan bahwa mereka benar-benar akan datang. Setengah jam berlalu, datanglah mereka dengan wajah yang berbeda dari setahun yang lalu seperti apa yang Aku kenal. Mereka melontarkan senyum manisnya kepadaku.

Aku melihat dari binar matanya, mereka terlihat jauh lebih dewasa dari pertemuan satu tahunku yang lalu. Dari segi pembicaraan yang mereka angkat di warung kaki lima Jalan Gajayana Malang, ditemani dengan Nasi+Ayam paket panas dan segelas teh jumbo. Salah seorang dari mereka memulai pembicaraan senja itu, sehingga mencairkan suasana kebisingan jalan macet di Jalan Gajayana oleh lalu lalang kendaraan. 

Dia melontarkan pertanyaan-pertanyaan receh kepadaku mengenai kegiatan perkuliahanku, jadwal ma'hadku, suka dukaku selama menjadi anak rantau. Bahkan dia tak sungkan-sungkan menanyakan kegiatan organisasiku apa yang sedang Aku ikuti selama 2 semester Aku menjadi seorang mahasiswa. Semuanya ku jawab dengan singkat "Alhamdulillah Lancar semua". Kita saling menceritakan kegiatan kita satu sama lain di kampus masing-masing. 

Mereka sebenarnya adalah teman seperjuanganku dari kota asalku, yang mana sebelumnya kita dipertemukan dalam suatu lembaga bimbingan belajar persiapan masuk ke PTN. Just 3 Weeks, we recognize each other, but that's my best history when I was young to meet them. Kita belajar, berdo'a, makan bersama-sama selama 3 minggu itu. Finally, perjuangan itu hanya ditentukan dalam waktu sehari, yakti sebuah tes masuk PTN sesuai dengan PTN yang kita cita-citakan semuanya.

Obrolan-obrolan renyah itu sempat terjeda karena Aku belum sholat ashar, Aku pun izin meninggalkan tempat itu untuk sholat. Seusai Aku sholat, Aku kembali ke warung kaki lima tersebut. Akan tetapi, Mereka telah bergegas ingin meninggalkan warung kaki itu untuk mencari tempat lain menjadi tempat obrolan kita selanjutnya, sekaligus kita bisa melakukan sholat maghrib. Akhirnya kita memutuskan untuk pergi le salah satu Masjid kampus, sesampai disitu Adzan maghribpun berkumandang. segera Aku pergi mengambil air wudlu dan bergegas ke tempat jama'ah putri tepatnya di lantai dua. 

Jam 18.30, Akupun turun dari lantai dua menemui mereka di lantai satu. Yah, disitu kita ngobrol ngalor-ngidul gak jelas, sekaligus kita bernostalgia kegiatan-kegiatan kita waktu masih bimbel dulu. Salah seorang dari mereka, memberikan pertanyaan-pertanyaan dengan mengangkat masalah yang sesuai dengan program studi yang sedang aku tempuh. Aku sangat memahami keadaan waktu itu bahwa Dia telah mengetes sebagaimana jauh keilmuanku tentang prodi yang ku tempuh. persoalan itu muncul dari dia karena titipan bukuku yang telah dipinjam oleh temannya temanku. hahaha ribet yaaa!

Sebelum Aku banyak ngomong panjang lebar ba'da maghrib itu, Aku membiasakan untuk menjadi seorang pendengar yang baik apa yang dikatakan oleh orang lain. Entah apa yang diomongkan itu logis atau tidak. Aku belajar untuk mencermati, memfilter segala sesuatu yang apa yang dikatakan oleh dia. Aku hanyalah orang yang bodoh tak tau apa-apa. 

Aku bukanlah orang yang tau semua tentang keilmuan, bahwasanya aku ini manusia yang sangat fakir akan ilmu. Ketika Aku dipertemukan dengan orang secerdas itu, semakin Aku merasa sangat bodohnya diri ini. Lontaran-lontaran pertanyaan itu sedikit membuka pola pikirku akan hal-hal sepeleh yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Aku diajarkan untuk berpikir secara objektif dan disuruh untuk sering-sering baca buku apapun, bukan hanya dari buku dengan program studi yang aku tempuh sekarang ini. 

Berbagai teori ilmuwan Dia lontarkan kepadaku dengan kehumorisannya, berkali-kali pula ku menjawab tidak tahu. Betapa malunya Aku, tak patut Aku menyombongkan apa yang Aku punya. bahwa sesuangguhnya semuanya itu milik Allah dan sebuah titipan sementara dari-Nya. Aku sadar, selama ini bahwa diatas langit masih masih ada langit yang lebih tinggi. Dengan gaya idealismenya, Dia mengatakan apa yang sebenarnya tanpa kebohongan dengan penuh kerendahan. 

-Sekian-

On the bed of fifty room

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun