Jawa Timur terkenal dengan kompleks pergunungan dengan pemandangan yang estetik. Ada sekitar 34 gunung api tersebar di provinsi yang melahirkan banyak pejuang dan pahlawan nasional Indonesia itu.
Salah satu yang jarang sekali menjadi topik pembicaraan adalah Gunung Arjuno. Gunung tersebut merupakan gunung tertinggi kedua di Provinsi Jatim setelah Gunung Semeru. Lokasinya di perbatasan Kota Batu dan masuk dalam kawasan Tahura (Taman Hutan Raya). Kalau dari arah Malang, kita akan disajikan dengan kegagahan Gunung Arjuno di sepanjang Jalan Tol Pandaan.
Gunung Arjuno merupakan gunung api aktif berbentuk kerucut yang berada pada level 1, yaitu normal. Menurut data dari Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Gunung Arjuno terakhir kali memuntahkan laharnya pada bulan Agusutus tahun 1952. Setelah itu, tidak ada tanda-tanda aktivitas vulkanik yang signifikan dari gunung tersebut. Pada bulan Agustus 2023 pernah terlihat sinar api dari kawah gunung. Namun, setelah diselidiki, api tersebut berasal dari kebakaran belerang yang menutupi puncak Gunung Arjuno, bukan karena aktivitas vulkanik. (sumber: situs esdm)
Memiliki tinggi yang mencapai 3339 mdpl, puncak Gunung Arjuno berada dalam satu punggungan dengan Gunung Welirang yang memiliki tinggi 3156 mdpl. Tidak hanya menjadi destinasi wisata yang memanjakan mata, Gunung Arjuno juga menjadi salah satu tujuan pendakian para pencinta alam. Selain jalur yang menantang dan panorama indah, di sana juga banyak petilasan berupa benda arkeologis, seperti candi dan arca. Hanya saja, jalur pendakian di Gunung Arjuno, tidak disarankan bagi pemula,
Bagi para pendaki, Gunung Arjuno memiliki jalur paling ekstrem di antara gunung-gunung di Jawa Timur. Banyak percabangan di sepanjang jalur pendakian. Jika tidak fokus, para pendaki bisa saja tersesat. Beberapa kasus tersesatnya para pendaki kerap tercatat dalam sejarah pendakian. Bahkan pernah ada pendaki yang hilang dalam dekapan Gunung Arjuno.
Selain ekstrem, ada atmosfer berbeda kerap dirasakan para pendaki selama menjelajahi gunung tersebut. Menurut kesaksian para pendaki, aura mistisnya melebihi jalur pendakian Semeru. Jika memulai pendakian via Purwosari, di beberapa jalur menuju pos 4, ada tempat-tempat sakral tidak boleh dianggap main-main. Ada tempat sembahyang yang bernama Padepokan Sang Hyang Wenang. Ada juga destinasi religi yang dikenal dengan nama Petilasan Eyang Semar dan Eyang Sakri. Konon, diperlukan attitude tinggi dari para pendaki yang melintasi jalur tersebut, seperti tidak banyak bicara, banyak mengeluh, apalagi mengumpat. Pendaki yang tidak sabaran, sangat tidak disarankan untuk berjuang mendaki di gunung ini. Makanya, di beberapa jalur menuju wilayah sakral tersebut juga terdapat plang peringatan agar pengunjung bersikap tenang. Bahkan jika diserang pacet pun, para pendaki tidak boleh menunjukkan reaksi berlebihan, seperti berteriak, berjingkrakan, apalagi menunjukkan rasa jijik atau takut.
Oh, iya! Yang katanya di wilayah gunung di Jawa tidak ada pacet, nyatanya di jalur pendakian Gunung Arjuno, banyak juga pacet yang menyerang pendaki. Bahkan, jika hujan turun, banyak cacing yang keluar dari tanah yang jumlahnya melebihi nalar. Akhirnya, beberapa pendaki tidak menjadikan Gunung Arjuno sebagai gunung favorit untuk menjadikannya tempat pendakian. Selain memiliki vibes yang berbeda dengan gunung lain, jalur di sana juga sangat melelahkan.
Asal Usul dan Mitos Gunung Arjuno
Gunung Arjuno pernah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Majapahit. Makanya di sana banyak petilasan berupa candi dan arca serta tempat peribadatan yang konon adalah peninggalan kerajaan tersebut. Dikutip dari situs Warisan Budaya, Kemdikbud, Arjuna berasa dari salah satu nama pandawa lima tokoh Mahabrata yang melakukan pertapaan.