Kenapa Media Sosial Bukan Tempat untuk Curhat?
Perubahan jaman membawa setiap kita untuk menyadari terjadinya perbedaan sebelum dan sesudah berkembangnya media sosial seperti di era sekarang ini.
Baik dan buruknya kehidupan manusia dalam setiap detik kita dapat mengetahuinya. Ketika kita menatap di setiap halaman media sosial.
Syukurlah jika semua informasi yang lewat beranda kita adalah berita positif
Namun fakta membuktikan sebaliknya. Dalam hal ini tergantung bagaimana kita menyaring semua informasi yang beredar bagaikan banjir yang deras mengalir setiap setik.
Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Dari sekedar membagikan foto-foto perjalanan, hingga update tentang kegiatan sehari-hari, hampir semuanya dapat ditemukan di platform seperti Instagram, Facebook, Twitter, dan lainnya.
Namun, ada satu tren yang cukup sering kita jumpai: orang-orang yang menggunakan media sosial sebagai tempat curhat.
Meskipun hal ini bukanlah sesuatu yang salah secara absolut, ada baiknya kita mempertimbangkan sebelum melakukannya.
Privasi yang Terbuka untuk Umum
Ketika kita membagikan sesuatu di media sosial, kita harus sadar bahwa informasi tersebut bisa diakses oleh banyak orang.
Meskipun ada pengaturan privasi, tetap ada kemungkinan bahwa apa yang kita bagikan dapat dilihat oleh orang yang tidak kita inginkan.
Apalagi jika curhatan kita berisi hal-hal sensitif atau pribadi, risiko bocornya informasi tersebut menjadi lebih besar.
Lebih bijak jika masalah-masalah pribadi dibicarakan secara langsung dengan orang yang dipercaya, daripada diumbar di dunia maya.
Reaksi Publik yang Beragam
Curhat di media sosial sering mendapatkan berbagai macam reaksi, dari simpati hingga kritik.
Tidak semua orang yang melihat postingan kita akan memberikan respons yang kita harapkan.
Ada yang mungkin memberikan komentar negatif atau bahkan menghakimi. Ini bisa membuat kita merasa lebih buruk, bukan lebih baik.
Selain itu, kita tidak bisa mengendalikan bagaimana orang lain menafsirkan apa yang kita tulis.
Disaat setiap berita ditayangkan di medsos, maka seribu pembaca seribu persepsi yang berbeda. Penilaian yang berbeda yaitu memberi dukungan kepada yang curhat atau mencerca orang yang menjadi pokok masalah.
Dampak Jangka Panjang
Apa yang kita bagikan di media sosial bisa bertahan lama dan sulit dihapus sepenuhnya.
Postingan yang impulsif atau berisi emosi sementara bisa menimbulkan penyesalan di kemudian hari.
Kita mungkin merasa lega setelah menuliskannya, tetapi bisa saja berdampak buruk pada reputasi kita di masa depan, baik dalam lingkungan sosial maupun profesional.
Alternatif yang Lebih Sehat
Daripada menggunakan media sosial sebagai tempat curhat, ada banyak cara lain yang lebih sehat dan produktif untuk mengelola emosi.
Berbicara dengan teman dekat, keluarga, atau bahkan konselor profesional bisa menjadi pilihan yang lebih baik.
Menulis jurnal pribadi juga bisa membantu kita memproses perasaan tanpa risiko informasi tersebut tersebar luas.
Media sosial adalah alat yang kuat dan bisa digunakan untuk berbagai tujuan positif. Namun, sebagai pengguna, kita harus bijaksana dalam menggunakannya.
Mengingat potensi risiko dan dampak jangka panjang, lebih baik berhati-hati dalam membagikan perasaan atau masalah pribadi di platform publik ini.
Ingatlah, tidak semua hal perlu dibagikan, dan ada banyak cara lain untuk mendapatkan dukungan yang kita butuhkan. Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H