Mohon tunggu...
Demianus Nahaklay
Demianus Nahaklay Mohon Tunggu... Dosen - Announcer

Menjadi penyiar di radio adalah tugas mulia yang memungkinkan untuk mengedukasi, membangun persahabatan dan memberi solusi atas masalah sosial di masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bukan Hanya Pelajaran, Tapi juga Perkataan: Peran Seorang Guru dalam Membentuk Masa Depan Anak Didik

22 November 2023   05:32 Diperbarui: 22 November 2023   07:13 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bukan Hanya Pelajaran, Tapi Juga Perkataan: Peran Besar Seorang Guru dalam  Membentuk Masa Depan Anak Didik"https://www.pexels.com/photo/teacher-askin

Bukan Hanya Pelajaran, Tapi Juga Perkataan: Peran Besar Seorang Guru dalam  Membentuk Masa Depan Anak Didik"

Saat saya bangun pagi dan membaca sebuah artikel dengan judul Jangan Pernah  berkata “Bodoh” Kepada Anak Didik” oleh seorang kompasiner (Amirudin Mahmud 10 September 2015) ). Dalam ulasannya bahwa terkadang  guru tidak menahan emosi lalu mengucapkan kata “bodoh, “nakal”, dan "bandel" atau jenis perlataan  lainnya kepada anak didik dikelas.  

Pertayaan saya: Siapa yang bodoh sebenarnya? Apakah anak didik atau guru? Hahaha…..! bukankah anak didik karena masih kosong dan polos dan ia datang untuk diajar agar lepas dari kebodohannya?  Memang dibalik perkataannya itu bermaksud memotivasi anak didik tetapi dibalik perkataannya itu tersembunyi kebodohannya  sendiri. Teori Tabularasa yang dikemukakan oleh John Locke berpendapat bahawa  manusia seperti kertas putih yang masih kosong, kertas tersebut akan terisi ide-ide melalui pengalaman inderawi. 

Pengalaman diperoleh melalui panca Indera sering berkembangnya pengetahuan (http://ejournal.radenintan.ac.id). Menjadi guru memang sebuah pekerjaan yang penuh tantangan besar.  (Guru inovaif), sebuah kalimat berbunyi: “The more can manage your emosions, the more you can lead others” -John Wooden,  memberikan ulasannya bahwa John Wooden memberikan  masukan bahwa seseorang yang bisa mengelola emosi didalam dirinya maka semakin ia bisa memimpin orang lain.

Hal ini penting bagi bapak dan ibu guru dalam mengenlola emosi dalam melaksanakan tugas pembelajaran. Menjadi guru merupakan sebuah keputusan besar karena telah menyerahkan diri sepenuhnya untuk menjadi manusia utuh yang punya sikap Tangguh. Profesi Guru adalah pekerjaan yang sangat mulia.

Berdasarkan beberapa artikel ini, kesimpulan saya adalah guru memiliki pengaruh besar dalam menentukan masa depan anak didik. Pengalaman pahit yang pernah saya alami adalah ketika masih duduk di bangku SD, di daerah terpencil dengan segala keterbatasan, jauh dari kemajuan. Sebagai anak didik, kita harus mengikuti pendidikan setiap hari seperti sekolah lain di Indonesia. Sebagaimana yang diulas oleh Amirudin Mahmud, bukan lagi hal yang langka, tetapi dapat diakui bahwa perkataan negatif yang kami terima  itu adalah makanan sehari-hari bagi kami sebagai anak didik.

Saat tidak menjawab pertanyaan, kita dihajar dengan rotan, kata-kata yang kurang pantas diucapkan, dan disamakan dengan binatang. Kata-kata intimidasi yang terjadi menciptakan suasana keakraban dalam kelas  antar guru dandan anak didik  yang tidak pernah kami temukan, selain tertekan oleh rasa takut (trauma) sebagai anak didik. kami hany dapat berteriak  dan senang hati  di kelas jika kami mendengar bahwa jam pelajaran hari itu ditunda karena guru sedang berhalangan..... semua wajah penuh ceria.....hahaha......!

Setelah saya belajar sebagai calon guru, saya menemukan bahwa tindakan kekerasan dan kata-kata negatif tidak boleh diucapkan oleh guru kepada anak didik. Hal ini juga harus diterapkan dalam peran saya sebagai orang tua, bahkan dalam ajaran tentang iman Kristen pun tidak dibolehkan. dapat diakui bahwa jaman sudah berbeda jauh. jika jaman sekarang, jangan kan ucapkan kata-kata kasar buat anak didik, dicubit atau ditampar  saja guru bisa berhadapan dengan hukum.  Jadi, tugas saya sebagai orang tua adalah menjadi sangat selektif dalam berkata-kata kepada anak-anak saya atau siapapun.

Pada suatu ketika, saat menjemput pulang anak saya dari sekolah, wajahnya muram tidak seperti biasanya. Saya bertanya, "Mengapa mukamu muram? Sedih?" Ia menjawab, "Tadi ibu guru bilang kami semua bodoh di dalam kelas!" Setelah tiba di rumah, sebagai orang yang beriman, saya memeluk anak saya dan berdoa menenangkan hatinya bahwa perkataan ibu guru tidak akan terjadi, dan dia pasti akan menjadi anak yang pintar, bukan anak bodoh! Wajahnya berubah, menjadi riang kembali.

Mungkin di antara pembaca ada yang berprofesi sebagai pendidik, hargailah panggilan itu, berlakulah dengan baik kepada anak didikmu, karena suatu hari nanti akan dipertanggungjawabkan di hari terakhir hidup kita. Semoga bermanfaat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun