Hidup memang penuh dengan perjuangan, begitu kata yang sering terdengar dari mulut orang-orang. Dalam artikel Dedy Efendi di Kompasiana, perjuangan diakui sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan.Â
Nasehat ini sering kali diulang saat kita merasa kehilangan arah, mengingatkan bahwa setiap langkah dalam hidup adalah sebuah perjuangan. Meskipun terkadang sulit, namun kita tetap butuh bersusah payah untuk menjalani hidup.Â
Artikel ini menyoroti hakikat perjuangan setiap manusia, menjadikannya relevan bagi setiap individu.
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, setiap orang berjuang untuk mencapai cita-cita tertinggi, bekerja keras untuk meraih penghasilan yang layak, dan bagi mereka yang sakit, berjuang untuk tetap hidup.Â
Bahkan bagi mereka yang kurang mampu, berjuang demi seonggok nasi untuk menghilangkan rasa lapar. Terlepas dari seberapa sulitnya perjuangan hidup ini, banyak orang rela melakukan berbagai cara demi kelangsungan hidup. Semua ini menciptakan realitas hidup yang penuh perjuangan.
Namun, perlu diingat bahwa perjuangan hidup tidak jarang memunculkan kecemburuan sosial dan persaingan yang tidak sehat. Contoh konkretnya dapat dilihat dalam kisah dua pedagang kios tetangga yang semula bersahabat.Â
Kios A dan B awalnya saling berbagi, namun ketika popularitas kios A meningkat, cemburu tumbuh di hati pemilik kios B. Persaingan pun muncul dalam pembelian barang untuk kios masing-masing, menciptakan ketegangan di antara mereka dan bahkan memengaruhi hubungan dengan pelanggan.
Seiring berjalannya waktu, persaingan semakin memanas hingga mencapai puncaknya. Puncaknya adalah ketika saya melihat kios A dan B mengadakan prasmanan dengan hidangan yang hampir identik sebagai bahan jualannya.Â
Awalnya, saya mengira ada acara syukuran, namun ternyata kios B melakukannya juga pada hari yang sama  sebagai upaya menarik pelanggan yang merasa tertarik dengan kios A. Bahkan dalam penjualan pulsa, kios B selalu menawarkan harga lebih murah untuk menarik pelanggan. Persaingan ini tidak hanya menciptakan ketegangan di antara pedagang, tetapi juga di antara warga sekitar yang harus memilih di antara kios A dan B.
Kehidupan bertetangga dapat diibaratkan sebagai permainan catur, yang meskipun memiliki banyak nilai positif, tetapi juga dapat membawa nilai negatif seperti meningkatkan sifat egois, terjebak dalam tindakan licik, terperangkap dalam gaya hidup yang tidak sehat, yang pada akhirnya menimbulkan tekanan batin setiap hari.
Di lingkungan tempat tinggal saya, keadaannya sangat  berbeda. Saya menjual pulsa elektrik, pulsa listrik, dan pulsa data. Kios-kios di sebelah kiri dan kanan saya bahkan rela tidak menjual pulsa agar kita dapat hidup harmonis sebagai tetangga. Hidup memang penuh perjuangan, namun persaingan yang sehat jauh lebih baik daripada konflik antar tetangga yang hanya meninggalkan luka.Â
Hidup ini hanya sementara, dan keharmonisan antar sesama lebih berharga daripada selembar uang kertas yang hanya memiliki nilai fana di dunia ini. motto yang sering saya ucapakan  sebagai seorang  announce adalah Making  Life Better  (Bikin Hidup Lebih Baik). Semoga bermanfaat bagi pembaca kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H