Berbicara tentang birokrasi pelayanan sosial tentu tak lepas dari kinerja para penyelenggara / abdi negara dalam memberikan layanan yang profesional. Profesionalisme merupakan sikap seseorang yang memiliki kemampuan dalam melaksanakan pekerjaan dengan baik serta dilandasi dengan tingkat pengetahuan yang memadai dalam melaksanakan tugas tugasnya sesuai dengan bidangnya (Halim 2008:13). Adapun menurut Sedarmayanti (2010:96) Profesionalisme adalah pilar yang akan menempatkan birokrasi sebagai mesin efektif bagi pemerintah dan sebagai parameter kecakapan aparatur dalam bekerja secara baik. Â
Terdapat lima dimensi profesionalisme menurut Junita (2016), yaitu :
a. Â Pengabdian pada profesi
Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani, baru kemudian materi.
b. Â Kewajiban sosial
Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan manfaat uang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.
c. Â Kemandirian
Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien dan bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional.
d. Â Keyakinan terhadap peraturan profesi
Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.
e. Â Hubungan dengan sesama profesi