[caption caption="Pelaku teror kini berani menunjukkan wajahnya di depan umum (Xinhua)"][/caption]Aksi teror kembali menyerang Ibu Kota. Tidak hanya peledakan, pelaku teror juga menyerang masyarakat sipil dan polisi dengan menggunakan senjata api. Inilah untuk pertama kalinya di Tanah Air aksi teror dilakukan, baik dengan bom dan juga penyerangan langsung di tempat terbuka.
WAJAHNYA terlihat dingin dan tanpa ekspresi. Di tangannya tergenggam sepucuk senjata api yang ditembakkan ke arah polisi di area terbuka yang ada di Jl Thamrin, Jakarta, yang merupakan kawasan jantung Ibu Kota. Pria berkaus hitam, mengenakan topi hitam berlogo Nike, dan menyandang ransel itu terabadikan kamera sejumlah wartawan, salah satunya Xinhua, yang mendadak menjadi viral di dunia maya.
Dia muncul dari kerumunan massa, beberapa saat setelah ledakan terjadi di pos polisi yang ada di seberang pusat perbelanjaan Sarinah. Belakangan, namanya diketahui sebagai Afif alias Sunakim, yang kemudian terlibat baku tembak dengan polisi hingga kemudian tewas dalam keadaan tersenyum, seperti foto yang beredar.
Informasi terakhir Polri menyebut, Afif berasal dari Dusun Kalensari, Compreng, Subang, Jawa Barat, dan tinggal bersama istri dan seorang anak di Karawang. Dia diketahui pernah dipenjara di LP Cipinang dalam kasus pelatihan paramiliter di Aceh pada 2008 dan keluar pada Agustus 2015. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Anton Charliyan pun memastikan, dua dari lima pelaku teror yang tewas di lokasi pada 14 Januari 2016 lalu adalah residivis kasus terorisme.
Baiklah, apapun status mereka, saya tidak ingin mencoba lebih jauh membicarakan hal tersebut. Melainkan pola aksi yang dilakukan pelaku, yang notabene adalah pelaku teror yang telah mengakibatkan meninggalnya dua warga sipil serta melukai 26 orang lainnya.
Berdasarkan hasil rekaman kamera pemantau (CCTV) di sejumlah gedung yang diteliti Polri, peristiwa itu dimulai ketika pada sekitar pukul 10:39 WIB terjadi ledakan di gerai Starbucks Coffee, yang ada di kawasan gedung Skyline. Yang berselang 11 detik kemudian terjadi ledakan di Pospol Lantas Jl MH Thamrin.
Setelah Jl MH Thamrin ditutup petugas pada kedua arahnya, sekitar pukul 10:48, dua orang yang membawa ransel—diduga Afif dan Muhamad Ali—muncul dari arah kerumunan massa. Selanjutnya, Afif menembak dua personel polisi yang ada di sana. Sementara Ali berlari ke area dalam Starbucks kemudian menembak Amer Quali Tahar (WN Kanada) dan Yohanes Antonius Maria (WN Belanda).
Pada pukul 10:58, sejumlah polisi mendekati area depan serta samping Starbucks, disusul pelemparan bom ke seorang polisi yang mendekat serta ke mobil Kabag Operasional Polres Metro Jakarta Pusat yang baru merapat ke lokasi. Selanjutnya terjadi aksi baku tembak selama 11 menit antara pelaku yang bersembunyi di halaman parkir dan tepi kaca Starbucks dengan sejumlah polisi di luar Starbucks.
Di detik-detik terakhir peristiwa layaknya di film-film laga tersebut, terjadi dua ledakan susulan. Saat seorang pelaku berusaha melemparkan bom ke arah polisi, namun gagal karena lebih dulu terkena tembakan polisi. Seorang pelaku lainnya juga mengalami hal yang sama. Akibatnya, kedua bom meledak di tangan kedua pelaku.
Pertama Kalinya
Menilik apa yang terjadi berdasarkan pengamatan kamera pemantau tersebut, dapat disimpulkan bahwa inilah untuk pertama kalinya di Tanah Air dalam 15 tahun terakhir, aksi terorisme dilakukan secara terbuka oleh pelaku. Karena aksi teror yang selama ini terjadi dilakukan dengan cara melakukan peledakan tanpa dilanjutkan penyerangan oleh pelaku, baik kepada polisi maupun warga di sekitar lokasi. Namun kini, pelaku melakukannya pada siang hari, di ruang terbuka, ledakkan bom bunuh diri, dan memberondong ke arah polisi dan warga dengan senjata api.
Peristiwa terbuka lainnya yang pernah dilakukan pelaku hanya pada aksi pembajakan pesawat Garuda Indonesia DC-9 Woyla pada 28 Maret 1981 oleh lima pelaku yang menyamar sebagai penumpang. Mereka bersenjatakan senapan mesin dan granat yang menyebabkan seorang kru pesawat tewas, seorang tentara komando tewas, dan tiga pelaku tewas.