Jerman, yang merupakan tempat lahirnya Nazi, jumlah pendukung rasisme ada 34 persen. Sebuah laporan yang dilansir Welt.de menyebutkan satu dari 20 anak laki-laki Jerman di usia 15 tahun menjadi anggota neo-Nazi. “Sungguh mengejutkan bahwa kelompok-kelompok sayap kanan lebih sukses merekrut pemuda laki-laki dibandingkan partai-partai politik yang mapan," kata Christian Pfeiffer, penulis laporan lembaga penelitian kriminal Lower Saxony. Pfeiffer menyebut, penelitian itu menunjukkan kurang dari dua persen pria muda aktif dalam politik arus utama. Sementara yang aktif di kelompok-kelompok ekstrem kanan mencapai lima persen.
Studi yang dilakukan pada 2007 dan 2008 itu juga mengungkapkan bahwa simbol-simbol neo-Nazi, baik dalam musik rock, stiker atau pakaian tentara SS, digunakan satu dari 10 dari kaum muda yang disurvei. Padahal, lambang swastika dan simbol-simbol Nazi lainnya merupakan barang haram alias hal terlarang di Jerman. "Banyak laki-laki muda tertarik karena tidak ada alternatif di desa. Ciri kelompok ini memperlihatkan sifat agresif, jantan, chauvinis, dan menjadi penguasa di lingkungannya," papar Hajo Funke, seorang pemerhati neo-Nazi di Free University Berlin.
Anak-anak muda pendukung neo-Nazi umumnya menjalin hubungan lewat berbagai kegiatan, mulai sekadar nongkrong minum-minum hingga menerbitkan buletin khusus dan membangun gerakan. Salah satu hal yang mudah ditemukan dari kegiatan mereka adalah di bidang musik, sehingga lagu dan video tentang neo-Nazi bagaikan kacang goreng di Jerman. Bahkan, aktivitas mereka memiliki wadah di jaringan televisi tertentu. Hal inilah yang menyatukan sedikitnya 40 ribu pengikut neo-Nazi Jerman.
Yang tak boleh diabaikan adalah faktor kesulitan ekonomi yang mengundang kecemburuan sosial terhadap para imigran. Padahal, Jerman awalnya sengaja mengundang para imigran dari Asia dan Afrika sebagai tenaga era pasca-keterpurukan Perang Dunia II. Hal inilah yang kemudian ditafsirkan generasi muda sebagai bentuk nasionalisme Nazi. Jumlah keanggotaan kelompok neo-Nazi memang relatif kecil, namun jumlah warga Jerman yang setuju dengan ide-ide neo-Nazi jauh lebih besar. Bahkan di Jerman timur, gerakan ini menjalankan taman kanak-kanak. Selain di Jerman, Neo-Nazi juga menjadi momok di Rusia.
Sejak runtuhnya Uni Soviet di pengujung 1980-an, kehadiran kelompok ini mulai terasa lewat beragam gerakan politik ekstrem. Bahkan, beberapa di antaranya memiliki organisasi paramiliter. Ciri mereka sama dengan neo-Nazi di negara Eropa lain, yakni memiliki sifat anti-Semitisme, xenofobia, dan menyukai kekerasan.
Yang cukup mengejutkan, gerakan ini ternyata juga menjadi momok di tanah terjanji bagi kaum Yahudi: Jerusalem. Yang lebih mencengangkan lagi, gerakan neo-Nazi di Israel ternyata justru digerakkan oleh pemuda-pemuda Yahudi. Salah satunya, ketika pada lima tahun yang lalu sebuah kelompok neo-Nazi yang terdiri dari delapan pemuda ditangkap kepolisian Israel setelah menyerang sebuah sinagog. Kedelapan pemuda yang masih berusia belasan tahun ini adalah anak-anak dari imigran Yahudi asal Uni Soviet ketika negara itu bubar pada 1991. Yang membuat publik Israel terhenyak, salah seorang dari mereka merupakan cucu korban pembantaian Yahudi di Ukraina yang berhasil selamat.
[caption id="" align="aligncenter" width="412" caption="Gerakan Neo-Nazi di Israel (www.thejc.com)"]
Bersama mereka, polisi menemukan barang bukti berupa seragam militer ala Nazi, foto-foto Adolf Hitler, pisau, senjata api, dan bom TNT. Dalam sebuah tayangan video di sebuah media online Israel, para pemuda itu terlihat tengah menendang dan memukuli tunawisma, pengguna narkoba, dan umat Yahudi. “Anggota neo-Nazi itu memiliki ideologi menyerang umat Yahudi, warga Asia, dan warga asing lainnya di Israel. Mereka diyakini memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok neo-Nazi lainnya di luar negeri,” jelas petugas kepolisian setempat, seperti dilansir AFP.
Dukungan Politik
Hal-hal itu cukup menggambarkan betapa dahsyatnya ide-ide fasisme di kalangan anak muda di berbagai belahan bumi. Gerakan-gerakan neo-Nazi disinyalir cukup kuat karena adanya dukungan rahasia dari kelompok berpengaruh dan para politisi. Di Jerman, partai politik pendukung gerakan neo-Nazi adalah Partai Demokrasi Nasional (NPD). Seorang mantan NPD, seperti dikutip The Guardian, mengatakan tujuan mereka adalah membangkitkan The Third Reich (kerajaan ketiga). Yakni ide tentang Jerman yang dipercayai sebagai kerajaan ketiga setelah Kekaisaran Romawi Suci dan Kekaisaran Jerman zaman baheula.
Salah satu yang cukup mengejutkan, Adolf von Thaden, salah seorang yang sempat memimpin partai itu pada 1967-1971, merupakan agen yang erat dengan badan intelijen Inggris MI6. Hal itu diungkapkan Hans Josef Horchem, yang selama 1969-1981 duduk di jajaran petinggi intelijen Jerman. "Kami selalu berbincang tentang keamanan (dengan penghubung MI6). Pada 1970-an kami kadang kontak dengan Von Thaden," katanya.