Mohon tunggu...
Nusantara Mulkan
Nusantara Mulkan Mohon Tunggu... Lainnya - Orang Biasa Aja

Sebagian tulisan saya yang ada di sini pernah dimuat di sejumlah media. Walaupun sedikit saya modifikasi kembali.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Capres, Prabowo Galau

15 Maret 2014   05:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:55 855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi sesaat setelah ditetapkan PDIP sebagai capres. (Sumber: viva.co.id)

Tidak heran jika kemudian Prabowo bertemu Ketua Umum DPP PAN Hatta Rajasa, bahkan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Termasuk rajin berkomunikasi dengan sejumlah pimpinan PDIP.

[caption id="" align="alignleft" width="372" caption="Akankah Prabowo kompromi? (sumber: Tempo.co)"]

[/caption]

Bagaimana jika Prabowo gagal mendapat tiket untuk maju di Pilpres 2014? Ini menjadi pertanyaan yang menarik, mengingat dia merupakan saingan terberat Jokowi--setidaknya lewat berbagai survei. Nah, sampai di sini mungkin saja Prabowo akan coba berkompromi. Berkoalisi dengan partai lain mungkin bisa saja dilakukan. Namun, partai lain pun belum tentu bersedia menyalurkan dukungannya terhadap dia.

Pragmatisme mungkin saja timbul lewat berbagai alasan: mulai kasus HAM yang membelitnya, hingga penolakan Amerika Serikat terhadap sosoknya. Sehingga, bisa jadi mereka akan lebih memilih bergabung mendukung Jokowi ketimbang mendukung Prabowo. Jalan terakhir yang akan ditempuh, bisa saja Prabowo mencoba berkompromi. Secara platform parpol, Gerindra mungkin lebih dekat ke PDIP. Walaupun tidak menutup kemungkinan Prabowo menghimpun kekuatan dari parpol-parpol berbasis Islam.  Jadi, bukan hal yang mustahil juga jika ke depan Prabowo bersedia menurunkan 'gengsi' dengan menjadi cawapres bagi Jokowi.

Ketidakpastian ini, mungkin agak mirip dengan situasi sebelum Pemilu 2004. Di mana pada 2003, nama Megawati Soekarnoputri berkibar sendirian, mengingat dia petahana yang memiliki banyak keuntungan. Hingga akhirnya muncul nama Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu menjadi Menko Polkam. Yang membedakan, saat itu aturan pencalonan hanya membutuhkan 3% suara. Sehingga SBY dengan mudah meraih tiket melalui Partai Demokrat yang baru dibentuknya.

Namun, bukan itu satu-satunya yang membuat nama SBY moncer saat itu. Sikap SBY yang menampilkan diri sebagai 'orang tertindas' oleh Megawati menguatkan posisinya. Ditambah karena kebijakan Megawati yang menjelang Pemilu 2014 sangat tidak populer, di mana dia menjual aset-aset BPPN dan BUMN ke pihak asing, terutama Indosat. Apakah dengan begitu Prabowo akan coba menampilkan gaya sebagai orang yang terzalimi? Semua tentu tergantung hasil Pileg 2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun