Sehingga, cara yang paling realistis adalah dengan menempatkan orang-orangnya di tiga parpol papan atas, walaupun tidak menjamin loyalitas mereka akan terjaga jika kelak terpilih. Dia pun bisa bekerjasama dengan besannya Hatta Rajasa, yang juga Ketua Umum DPP PAN, untuk merealisasikan hal itu melalui sumber daya yang dimiliki partai yang konon berbasis warga Muhammadiyah itu. SBY pun tentu sangat berkepentingan dengan siapa pun yang akan memimpin negeri ini kelak.
Sejumlah kasus seperti dana talangan Bank Century dan Hambalang, bisa jadi akan menjadi bom waktu yang akan meledak di saat dia tidak menjabat lagi sebagai orang nomor satu di negeri ini. Sehingga, bukan hanya kepada ARB jika memang melaju menjadi capres yang diunggulkan Golkar, kepada siapa pun yang kelak maju dari parpol-parpol papan atas, SBY jelas memiliki kepentingan.
[caption id="" align="alignright" width="261" caption="Siapapun yang menjadi RI-1, SBY masih akan berperan. (4.bp.blogspot.com)"]
Nah, kembali lagi ke soal capres yang akan bertarung nanti. Sepertinya SBY masih memiliki pengaruh untuk mendorong sosok capres yang akan menjadi kuda hitam penanding Prabowo dan Jokowi, sehingga bisa jadi Golkar pun akan berpikir ulang mendorong ARB di Pilpres mendatang. Apalagi mengingat ARB memiliki kelemahan berupa citra buruk yang sulit untuk dipulihkan. Karena hingga delapan tahun meluapnya lumpur Lapindo, ARB belum tuntas menyelesaikan ganti rugi terhadap warga Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Sehingga, memilih menjadi 'king maker' bisa jadi lebih realistis.
Dengan demikian, bisa jadi Pilpres 2014 akan mengulang dua pilpres periode sebelumnya. Di mana koalisi pendukung PDIP akan bertarung dengan koalisi 'pendukung Demokrat', yang dua kali dimenangkan Demokrat. Di sisi lain, citra  dua kandidat dari parpol papan atas lainnya pun terlihat tidak kunjung diperbaiki; Jokowi yang dilekatkan sebagai boneka Megawati dan tidak amanah, Prabowo yang masih identik dengan militerisme dan penculikan para aktivis. Perang dingin di antara keduanya pun belum terlihat akan menghangat.
Sehingga, apabila citra yang melekat pada masing-masing capres itu tidak berusaha diubah, maka capres kuda hitam memiliki peluang untuk menang. Lalu, siapa capres kuda hitam yang dimaksud? Yang jelas, tren yang ada saat ini lebih menghendaki sosok yang hobi turun langsung ke masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H