A. MASALAH YANG DI HADAPI OLEH AHLI WARIS KETIKA PEWARIS MENINGGAL DUNIA
Beberapa masalah yang dihadapi oleh ahli waris ketika pewaris meninggal dunia termasuk:
- Pembagian harta : Masalah utama dalam pembagian harta warisan adalah ketidaksetujuan antara ahli waris mengenai bagaimana harta seharusnya dibagi. Sistem waris Islam memberikan pedoman yang jelas tentang bagaimana harta harus dibagi antara ahli waris, dengan bagian yang telah ditetapkan untuk setiap ahli waris sesuai dengan hubungan mereka dengan pewaris. Namun, implementasi pedoman ini sering kali kompleks dan dapat memicu konflik, terutama jika terdapat perbedaan interpretasi atau keinginan pribadi.
- Pajak dan Hutang : Setelah kematian seseorang, ahli waris bertanggung jawab untuk menyelesaikan kewajiban perpajakan dan hutang yang mungkin ada pada harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris. Ini bisa menjadi masalah kompleks terutama jika nilai harta warisan tidak cukup untuk menutupi semua hutang atau jika terdapat sengketa tentang pembayaran pajak.
- Proses hukum : Jika tidak ada wasiat yang jelas atau jika terdapat perselisihan di antara ahli waris, proses hukum seperti pengesahan hak oleh pengadilan dapat memakan waktu dan biaya. Ini bisa mengakibatkan penundaan dalam pembagian harta dan menambah ketegangan di antara ahli waris, serta menyebabkan kekhawatiran akan keadilan dalam pembagian harta.
- Aspek emosional : Kehilangan orang yang dicintai adalah pengalaman yang sulit bagi ahli waris. Emosi yang terlibat dapat membuat pembagian harta menjadi lebih rumit, karena keputusan yang diambil mungkin dipengaruhi oleh kesedihan, kemarahan, atau perasaan lainnya terhadap pewaris atau sesama ahli waris.
- Ketergantungan finansial : Bagi beberapa ahli waris, kehilangan pewaris juga berarti kehilangan sumber keuangan yang penting. Ini bisa menimbulkan kekhawatiran tentang bagaimana mereka akan memenuhi kebutuhan finansial mereka di masa depan, terutama jika mereka bergantung pada aset keuangan yang ditinggalkan oleh pewaris.
- Ketidakpastian masa depan : Setelah kehilangan pewaris, ahli waris juga mungkin menghadapi ketidakpastian tentang masa depan mereka sendiri, terutama jika mereka bergantung pada aset keuangan yang ditinggalkan oleh pewaris. Hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran tentang stabilitas keuangan dan kehidupan mereka setelah kepergian pewaris.
B. PENYELESAIAN SENGKETA WARIS BILA TERJADI PENGUASAAN HARTA PADA SALAH SEORANG AHLI WARIS
Bila terjadi penguasaan harta pada salah seorang ahli waris, maka penyelesaian sengketa waris dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:
- Musyawarah Kekeluargaan: Munculnya sengketa dalam pembagian harta warisan ini di latar belakangi oleh faktor internal seperti salah satu atau sebagian ahli waris yang merasa tidak adil. Dapat dilakukan dengan musyawarah diantara ahli waris di dalam keluarganya. Bilamana terjadi perbedaan pendapat karena ketidarukunan dalam keluarga maka musyawarah itu dapat diselesaikan melalui alternative penyelesaian sengketa seperti mediasi misalnya. Apabila usaha tersebut tidak mendatangkan hasil maka perselisihan pembagian harta warisan dapat diselesaikan melalui jalur hukum yaitu ke pengadilan sebagai langkah terakhir penyelesaian sengketa waris.
- Jalur Mediasi: Penyelesaian sengketa waris melalui musyawarah kekeluargaan masih banyak dilakukan di beberapa daerah di Indonesia hingga sekarang. Penyelesaian sengketa secara kekeluarga menjadi sebuah sistem penyelesaian alternatif dalam pembagian waris di luar pengadilan. Dalam penyelesaian sengketa waris yang dikuasai secara melawan hukum, maka penyelesaian sengketa waris yang dilakukan melalui mediasi oleh para pihak yang bersengketa di Kelurahan Kapuas Hulu Kanan Kabupaten Sintang yang dilakukan secara kekeluargaan yaitu musyawarah keluarga.
- Jalur Hukum: Bila ada di antara ahli waris yang tidak menyetujui pembagian harta warisan, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian harta warisan. Dalam Islam, terdapat seruan untuk berlaku lemah lembut/bukan bersikap keras lagi berhati kasar, mengedepankan sikap maafkan, bermusyawarah dalam berbagai urusan serta komitmen terhadap apa yang disepakati dalam musyawarah (Q.S Al-Imran ayat 159).
Dalam penyelesaian sengketa waris, sangat diperlukan kajian lebih dalam dan menyeluruh mengenai permasalahan akan potensi kemungkinan munculnya sengketa bagi upaya penanggulangan. Diperlukan kajian dari berbagai masyarakat sebagai bagian untuk menkaji faktor-faktor yang dapat menghabat kerja penyelesaian perkara dalam notaris untuk menjalankan peran terhadap kepastian hukum waris.
C. PENTINGNYA WARISAN DALAM HUKUM ISLAM
Persoalan warisan menjadi sangat penting dalam hukum Islam karena berkaitan erat dengan prinsip-prinsip yang mendasari ajaran agama dan memiliki implikasi yang mendalam terhadap individu, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan. Salah satu alasan utama mengapa persoalan warisan menjadi perhatian utama adalah prinsip keadilan yang menjadi landasan hukum Islam. Prinsip ini ditegaskan dalam Al-Quran dan hadis, di mana Allah SWT menegaskan pentingnya memperlakukan semua orang secara adil, termasuk dalam pembagian harta warisan. Sistem faraid dalam hukum Islam telah dirancang untuk memastikan pembagian warisan yang adil di antara ahli waris, dengan memperhitungkan hubungan keluarga, kebutuhan individu, dan kewajiban sosial.
Selain itu, persoalan warisan juga menjadi perhatian karena berkaitan dengan tanggung jawab sosial yang diamanahkan kepada ahli waris. Dalam Islam, harta dan aset dianggap sebagai titipan dari Allah SWT, dan ahli waris memiliki kewajiban untuk mengelolanya dengan bijaksana dan bertanggung jawab. Pembagian warisan yang adil memungkinkan ahli waris untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan membantu mereka yang membutuhkan dalam masyarakat, sehingga mendorong terciptanya stabilitas ekonomi dan sosial yang berkelanjutan.
Selain aspek keadilan dan tanggung jawab sosial, persoalan warisan juga menjadi perhatian karena hubungannya dengan pembentukan dan pemeliharaan hubungan keluarga yang harmonis. Konflik terkait warisan seringkali dapat mengakibatkan retaknya hubungan antara ahli waris, bahkan hingga generasi selanjutnya. Oleh karena itu, hukum Islam memberikan panduan yang jelas tentang pembagian warisan dengan harapan dapat meminimalkan perselisihan dan memperkuat ikatan keluarga.
Pentingnya persoalan warisan juga tercermin dalam upaya untuk memberdayakan ekonomi umat Muslim. Dengan memberikan hak warisan kepada ahli waris sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, diharapkan masyarakat Muslim dapat memperoleh sumber daya ekonomi yang cukup untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, serta untuk berkontribusi dalam pembangunan masyarakat yang lebih baik.
Terakhir, persoalan warisan juga menjadi perhatian utama karena konsistensinya dengan ajaran agama. Bagi umat Islam, mematuhi hukum waris Islam adalah bagian penting dari ibadah mereka dan merupakan cara untuk mengikuti ketentuan Allah SWT. Dengan menjalankan hukum waris Islam, umat Muslim dapat memastikan bahwa tindakan mereka selaras dengan nilai-nilai agama dan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Dengan demikian, persoalan warisan menjadi sangat penting dalam hukum Islam karena melibatkan prinsip-prinsip fundamental agama, seperti keadilan, tanggung jawab sosial, harmoni keluarga, pembangunan ekonomi, dan ketaatan kepada Allah SWT. Dengan memahami dan mengimplementasikan hukum waris Islam, umat Muslim diharapkan dapat menciptakan masyarakat yang adil, sejahtera, dan penuh berkah.
D. PENYELESAIAN AUL DAN RADD
Aul adalah bertambahnya jumlah harta waris dari yang telah ditentukan dan berkurangnya bagian para ahli waris. Penyesuaian perolehan yang dilakukan pada waktu penyelesaian pembagian warisan melalui pemecahan secara aul dengan membebankan kekurangan harta yang akan dibagi kepada semua ahli waris yang berhak menurut kadar bagian masing-masing. Hal ini disebutkan dalam Pasal 192 KHI yang berbunyi: “Apabila dalam pembagian harta warisan di antara para ahli waris Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar dari angka penyebut, maka angka penyebut dinaikkan sesuai dengan angka pembilang, dan baru sesudah itu harta warisan secara aul menurut angka pembilang”
Radd adalah berkurangnya pokok masalah dan bertambahnya jumlah bagian ashhabul furudh. Ashab al-furudh dalam beberapa keadaan tertentu, mereka tidak bisa mendapatkan ar-radd. Sebab, dalam keadaan bagaimanapun, bila dalam pembagian hak waris terdapat salah satunya ayah atau kakek maka tidak mungkin ada ar-radd, karena keduanya akan menerima waris sebagai ashobah. Adapun ahli waris dari ashabul furudh yang tidak dapat mendapatkan ar-radd hanyalah suami istri. Hal ini disebabkan kekerabatan keduanya bukanlah karena nasab, melainkan karena kekerabatan sababiyah (karena sebab), yaitu adanya ikatan tali pernikahan. Kekerabatan ini akan putus karena kematian sehingga mereka (suami dan istri) tidak berhak mendapatkan ar-radd. Mereka hanya mendapat bagian sesuai bagian yang menjadi hak masing-masing. Apabila dalam suatu keadaan pembagian waris terdapat kelebihan atau sisa dari harta waris, suami atau istri tidak mendapatkan bagian sebagai tambahan
E. PENYELESAIAN SISTEM PENGGANTIAN TEMPAT DALAM WARIS
Penggantian tempat dalam hukum waris disebut dengan penggantian ahli waris, yaitu meninggal dunianya seseorang dengan meninggalkan cucu yang orangtuanya telah meninggal terlebih dahulu. Cucu ini menggantikan posisi orangtuanya yang telah meninggal untuk mendapatkan warisan dari kakek atau neneknya.
Ahli Waris karena Penggantian Tempat diatur dalam Pasal 841 dan 842 KUH Perdata sebagai berikut:
Pasal 841 KUH Perdata
Penggantian memberikan hak kepada orang yang mengganti untuk bertindak sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak orang yang digantikannya. Dalam KUHPerdata dikenal tiga macam penggantian (representatie) yaitu :
a) Penggantian dalam garis lurus ke bawah tiada batas.
b) Penggantian dalam garis ke samping.
c) Penggantian dalam garis ke samping menyimpang.
Pasal 842 KUH Perdata
Penggantian yang terjadi dalam garis lurus ke bawah yang sah, berlangsung terus tanpa akhir. Penggantian itu diizinkan dalam segala hak, baik bila anak-anak dan orang yang meninggal menjadi ahli waris bersama-sama dengan keturunan-keturunan dan anak yang meninggal lebih dahulu, maupun bila semua keturunan mereka mewaris bersama-sama, seorang dengan yang lain dalam pertalian keluarga yang berbeda-beda derajatnya.
J. Satrio dalam bukunya Hukum Waris (hal. 56) menyatakan :
- Ahli waris karena penggantian tempat adalah ahli waris yang merupakan keturunan/keluarga sedarah dari pewaris, yang muncul sebagai pengganti tempat orang lain, yang seandainya tidak mati lebih dahulu dari pewaris.
- Ketentuan hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) menyatakan bahwa keluarga sedarah yang lebih dekat menyingkirkan atau menutup keluarga yang lebih jauh. Keluarga sedarah tersebut disusun dalam kelompok yang dikenal dengan Golongan Ahli Waris yang terdiri dari Golongan I, II, III dan IV, yang diukur menurut jauh dekatnya hubungan darah dengan si pewaris, di mana golongan yang lebih dekat menutup golongan yang lebih jauh, sebagai berikut:
a) Golongan I: Suami/Isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya.
b) Golongan II: Orang tua dan saudara kandung pewaris.
c) Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah orang tua pewaris.
d) Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu atau keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari Pewaris, dan saudara dari kakek dan nenenk beserta keturunannya sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.
Dalam kitab Faraid klasik yang termuat dalam kitab fiqih, ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pewaris yang di gantikan kedudukannya oleh anak keturunannya. Namun istilah yang digunakan bukan ahli waris pengganti, Apapun istilahnya pada hakekatnya sama, namun tidak mutlak. Menurutnya, yang mempunyai kedudukan sebagai ahli waris Pengganti hanya keturunan dari anak laki-laki yang meninggal lebih dahulu dari Pewaris, yakni hanya cucu laki-laki dan cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki (Ibnul-Ibni dan Bintul-Ibni) yang dapat menerima warisan dari kakeknya, itu pun bagiannya telah ditentukan secara pasti baik sebagai ashobah maupun dzawil-furudl.
Anggota Kelompok:
- Abdullah Alfaruq (222121001)
- Rafif Rahman Fanani (222121007)
- Rizka Nur Febriana (222121023)
- Nusaibah Ayu Febriani (222121033)
- Lathifah Nur Hidayah (222121040)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H