Mohon tunggu...
Paulinus Kanisius Ndoa
Paulinus Kanisius Ndoa Mohon Tunggu... Dosen - Sahabat Sejati

Bukan Ahli, hanya ingin berbagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menimba Filosofi "Ibu Jari" bagi Kehidupan Sosial

24 Agustus 2021   22:48 Diperbarui: 24 Agustus 2021   22:58 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Manusia adalah mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial, hidup bersama orang lain adalah keniscayaan. Mutlak. Artinya, setuju atau tidak, di ruang sosial kita akan hidup bersama yang lain, aktivitas kita berkaitan dengan yang lain. kebutuhan kita terpenuhi lantaran karena keterlibatan orang lain.

Untuk bisa hidup bersama orang tentu kita harus memiliki sejumlah keutamaan dan kecerdasan sosial. mengapa? Karena Walaupun manusia terlahir sebagai mahkluk sosial tetapi tidak otomatis ia bisa hidup berdampingan dengan yang lain secara baik. 

Perlu keutamaan dan kemampuan tertentu yang mesti dimiliki agar kita bisa hidup berdampingan secara baik dengan yang lain. apa itu? Kemampuan untuk berpikir positif terhadap orang lain, mengakui dan mengapresasi keunggulan orang. Inilah yang saya maksudkan dengan filosofi ibu jari

Filosofi Ibu Jari

Secara Visual ibu jari ukurannya lebih besar dari keempat jari lainnya. Ketika hendak memuji seseorang, kita spontan mengacungkan ibu jari. Secara visual juga kalau cermati di dalam ibu jari ini adalah kelebihan serentak terdapat kekurangan: paling besar dari yang lain, tetapi letaknya sedikit lebih rendah dari jari lainnya.

Filosofi yang bisa digali untuk hidup adalah demikian:

Seperti ibu jari demikian diri kita dalam konteks hidup sosial: kadang dalam hal tertentu, bidang tertentu kita dianggap besar. Hebat. Tetapi mesti kita sadari juga bahwa dalam hal tertentu bisa saja kita kecil, tak diperhitungkan sama sekali. 

Misal saja, Leoni Messi dianggap 'besar' dalam bidang sepak bola, tetapi bisa saja ia 'kecil' dalam bidang olahraga lainnnya. Michelangelo misalnya, ia dikenal 'besar' dalam hal melukis, tetapi bisa saja 'kecil' dalam bidang kehidupan lainnya.

Intinya, tidak ada manusia yang sempurna,yang sama sekali tidak memiliki kekurangan. juga tidak ada manusia yang sama sekali buruk, tidak ada satupun kelebihannya. Kalau demikian faktanya, maka semestinya dalam hidup sosial:

1. Saya harus memiliki keyakinan diri. Bahasa  kerennya: PD alias percaya diri. Jangan minder, karena orang yang minder akan kesulitan untuk berkembang dan hidup secara normal bersama yang lain. Orang yang minder, cenderung menilai diri 'kecil'. 

Padahal seperti ibu jari, walaupun letaknya sedikit lebih rendah tetapi ada hal yang menonjol darinya, yakni ukurannya besar. 

Karena itu, saya mesti menggali apa yang saya miliki, bangga dengan yang telah saya memiliki, tidak terlalu membanding-bandingkan hidupku dengan kehidupan orang lain, melainkan bersyukur atas apa yang sudah Tuhan berikan bagi saya. Saya harus yakin bahwa saya memiliki sesuatu yang berharga.

2. Tetap rendah hati, tidak sombong dan angkuh. Walaupun besar saya harus tetap sadar bahwa saya tetap memiliki kekurangan. Saya bukan sempurna. Karena itu saya mesti memiliki kerendahan hati. Tidak boleh sombong, sembari merendahkan dan menyepelekan orang yang lain. 

Kesadaran ini juga mendorong saya untuk terus belajar, tidak berpuas diri dengan yang sudah saya miliki tetapi terus mengasah budi dan hati, juga tidak menutup diri terhadap masukan, nasihat, bahkan kritik yang konstruktf dari sesama.

Kebersamaan dalam sebuah komunitas kadang menjadi rusak lantaran masing-masing orang dalam suatu komunitas tidak memiliki kemampuan untuk menerima kelebihan sesamanya, tidak ada sikap saling mendengarkan karena merasa diri lebih unggul dari yang lain.ini

3. Ibu Jari biasanya digunakan untuk memuji dan mengapresiasi.

Salah satu kebutuhan dasar manusia menurut Maslow (hierarki kebutuhan) adalah kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri. Artinya, siapapun manusia pasti membutuhkan pengakuan dan penghargaan.

Kebutuhan akan penghargaan ini dapat digali juga dari filosofi ibu Jari. Umumnya, kita menggunakan ibu jari untuk memuji, mengapresiasi. Karena itu, dalam hidup sosial hendaknya kita juga harus memiliki kemampuan untuk mengapreasi dan menerima keunggulan orang lain. 

Di tempat kerja masing-masing kita saling mengapreasi kelebihan teman, di keluarga juga demikian; Suami sering memuji isteri dan anak, isteri sering memuji suami dan anak, anak sering  memuji bapak dan ibu dan sebagainya.

Orang yang mendapat pujian secara tulus akan bangga dan bahagia. Selain itu, pujian yang disampikan pada saat yang tepat akan meningkatkan kepercayaan diri seseorang. 

Melalui pujian dan apreasiasi yang kita berikan, seseorang akan merasa bahwa perjuangan dan karyanya dihargai, diakui dan dianggap bernilai. Dengan demikian akan membuat dia semakin positif menilai dirinya sendiri.

Sebaliknya, jika orang hanya selalu dicemoh atau direndahkan, maka dalam jangka panjang akan memperburuk citra dirinya. Ia akan cenderuang menilai dirinya negatif, tak berguna, tak bermanfaat dalam hidup sosial. situasi ini bisa berakibat fatal baginya, ia bisa frustrasi, stres berkepanjangan dan bahkan memicu tindakan bunuh diri.

Lawan dari memuji adalah: menghina. Menghina adalah tindakan yang bisa merusak kebersamaan. Kenyamanan dalam hidup bersama akan terganggu kalau masing-masing orang dalam komunitas itu saling menghina dan merendahkan. sebaliknya, jika masing --masing orang dalam komunitas saling mengapresiasi, saling memuji dan mengakui kelebihan sesamanya maka kebersamaan dalam komunitas sosial akan terjalin rukun dan damai. Dengan demikian tujuan dan cita-cita dalam komunitas akan mudah tercapai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun