Seorang sahabat pernah bersyaring kepada saya tentang arti hidup, tentang bagaimana ia menjalani hidup yang menurutnya asik tetapi ruwet.
Asik katanya karena disana sini ia berjumpa dengan manisnya hidup; keluarga sehat, pendapatan cukup, keluarga rukun, pekerjaan lancar, relasi dengan keluarga besar juga berjalan baik.
Tetapi tak jarang, dibalik hal yang indah-indah itu ada saja terbersit dalam pikirannya hal-hal yang membuat ia gelisah, saking gelisah kadang membuat seleranya makanya menurun dan tidurpun terganggu.
Mendengar ceritanya ini lantas saya berguyon, hidupmu ini kayak pelangi aja, penuh warna. Dia tersenyum dan suasanapun menjadi cair.
Cerita kami berlanjut, kepadanya saya hanya mengatakan bahwa kisahnya ga jauh-jauh amat dari kisah saya, dan bahkan kisah manusia pada umumnya.
Ucapan saya ini tidak sekedar strategi menaikan optimisme orang yang sedang pesimis dengan sesuatu tetapi saya hendak memperlihatkan kepadanya bahwa inilah sesungguhnya hidup. Â Selagi kaki masih memijak tanah, jantung masih berdetak hal-hal macam tadi pasti dialami.
Lantas bagaimana hidup dijalani? Saya bukan ahli dalam hal manajemen menjalani hidup, tetapi minimal saya punya cara pandang terhadap hidup.
Hemat saya, dalam menjalani hidup sesungguhnya kita memiliki tiga fase waktu; yakni kemarin, hari ini dan besok
Fase pertama: Kemarin (Yesterday is history )
Kemarin adalah waktu yang telah dilewati, kisah yang telah terukir, perbuatan yang telah dilakukan. Singkatnya, kemarin adalah sejarah.
Pentingkah yang kemarin untuk hidupku hari ini? Bisa iya bisa sebaliknya. Yang kemarin menjadi penting untuk hari ini jika sudut pandang kita atasnya adalah sebagai "guru'.Â