Mengenang Aneka Mainan Edukasi Anak-anak Zaman Doeloe
Sahabat kompasianer pasti memiliki pengalaman masa kecil yang mengasikan. Saya juga demikian. Mengenangnya kembali ibarat mengumpulkan kembali pernik-pernik kenangan bersama teman-teman sepermainan, mengenang indahnya kebersamaan dengan orang-orang sekampung.
Juga mengenang saat-saat dikala dimarahin orang tua lantaran keasikan bermain lalu lupa mengerjakan PR dari sekolah, lalai memberi makanan ternak, lupa mencari kayu, dan beragam tugas-tugas harian di rumah.
Pokoknya kalau sudah ngumpul sama teman bermain maka bisa lupa segalanya. Termasuk lupa makan juga.
Pada saat usia SD sampai SMP (tahun 1985-1993) di kampung, kami anak-anak biasa bermain beberpa jenis permainan, misalnya: kelereng, petak umpet, mobil-mobilan, lompat tali, ketapel, egrang, gasing, congklak.
Permainan yang terakhir ini sempat saya mainkan bersama ponakan dan juga ibu ketika cuti tahun kemarin. Congklak. Di tempat saya persisnya kabupaten Nagekeo-Flores permainan ini disebut 'pati'. Penamaan ini mungkin terkait dengan arti 'pati' dalam bahasa daerah yang berarti membagi-bagi.
Dan inilah aktivitas utama dalam permainan ini, membagi buah congklak atau batu ke lubang-lubang. Dengan memanfaatkan batang cengkeh yang kebetulah ditebang lalu dilubangi sebanyak 12 lubang. Setiap lubang diisi batu kecil masing-masing 5 buah.
Lumayan untuk menambah keakraban dan kedekatan dengan keponakan di rumah. Juga dengan ibu, bermain sambil bernostalgia. Nilai edukatif dari permainan ini tak sedikit, disini anak belajar berhitung juga merancang strategi kecil-kecilan, konsentrasi dan kejujuran juga dituntut dalam permainan sederhana ini.
Jenis permainan masa kecil ini tampak sederhana, ekonomis tetapi sarat makna. Bahasa kerennya, sarat pesan edukatif.
Disebut sedehana karena tidak menggunakan teknologi yang rumit, bahanya mudah didapat di alam. Tidak ada unsur IT serta software dalam semua jenis permainan itu. Karena saking sederhananya itu siapa saja bisa membuat pengadaan atas jenis-jenis permainan itu.
Untuk membuat alat permainan egrang misalnya kami tidak menunggu seorang sarjana teknik pertukangan untuk mengerjakannya. Apalagi membuat ketapel, adik saya yang belum masuk SD sudah bisa membuat sendiri. Pokoknya semua alat ini bisa diproduksi di pelosok manapun. Made in kampung. Bukan tunggu made in Singapore, atau made in China seperti kebanyakan alat-alat permainan modern.
Karena sederhana dalam pengadaan maka otomatis sangat ekonomis. Pokoknya ga usah mengeluarkan banyak duit. Orang tua tak perlu mikir, putar otak untuk bisa membelinya. Misalnya ketika ingin main ketapel, maka cukup mengeluarkan uang 500 perak untuk beli karet gelang dipasar.
Pada jaman saya ada saja pedagang yang kreatif, menerima barter karet gelang dengan kelapa. Sayang sekali saya lupa berapa persisnya nilai barter itu. Maklum udah hampir 20 tahun silam.
Begitu juga jika ingin main kelereng, sama sekali tidak mesti mengeluarkan uang sepeserpun karena kalereng bisa didapatkan di hutan, atau minta di teman. Toh hanya butuh satu kelereng saja. Juga jika ingin ingin bermain egrang. Cukup memiliki dua bambu/kayu keras lainnya.
Selain sederhana dan ekonomis, jenis permainan tradisonal masa kecil sarat dengan makna. Ini yang membuat saya tetap rindu untuk memainkannya kembali walaupun usia udah memasuki paruh baya.
Hemat saya permainan masa kecil sarat makna. Penuh dengan nilai edukatif. Yang bisa saja tidak disadari di kala itu. Nilai dan pemaknaan bisa saja datang kemudian. Nilai-nilai itu misalnya: kerja sama tim, latihan konsentrasi, latihan keseimbangan dan fokus, latihan sosialisasi dengan teman, dan sebagainya.
Selain itu menjadikan tubuh lebih sehat, karena bermain sambil olahraga. Pikiran fress, tubuh gerak terus dan sosialisasi berjalan. Maka jarang anak-anak kampung sakit, antibody-nya kuat. Bukan karena vaksin tetapi dibentuk oleh hujan dan lumpur. Tubuh mereka 'menyatu akrab dengan alam'.
Kebanyakan anak-anak zaman now sudah tak kenal lagi dengan aneka permainan anak-anak zaman doeloe. Sekalipun orang tua mencoba memperkenalkannya kepada mereka, tetap saja mereka merasa lucu dan aneh. Ini tidak hanya oleh anak-anak yang tinggal di kota yang mulai akrab dengan modernitas, akrab dengan IT. Anak-anak di desa sekalipun mulai enggan untuk memainkan aneka permainan tradisonal. Pokoknya di mata mereka semua yang berlabel doeloe itu udah ketinggalan zaman.
Kini zamannya semua permainan zaman lampau itu dipindahkan ke gadget dan televisi. Halaman rumah, lapangan terbuka yang becek yang biasanya menjadi tempat bermain kelereng dan engrang berpindah tempat ke ruang TV ber-AC, berpindah ke layar gadget. Anak ga perlu berbaur dengan temannya agar bisa bermain rame-rame sambil saling mengejek, bercanda dan sesekali berantam kecil-kecilan.
Kini anak-anak cukup duduk manis di sofa sambil cemilan. Ia bisa sepuasnya bermain apa saja bersama gadget kesayangan. Ia tidak butuh teman bermain yang banyak kayak anak-anak zaman doeloe seperti saya. Yang kadang mencari teman ke rumahnya untuk mengajak bermain. Bahkan kalau ketimpa rejeki diajak makan oleh teman di rumahnya.
Zaman ini mereka tidak butuh teman yang banyak. Maka jangan nanya siapa nama anak tetangga mungkin ia tidak tahu karena jarang bermain bersama. Tambah seram lagi jika orang tuanya ikut menakut-nakutin kalo tetangga A, B berbahaya. Sesama betul-betul menjadi 'orang lain' bukan bagian dirinya.
Saya tidak sedang mendewakan masa lalu dan menjelekan kekinian. Rekan kompasiana juga demikian. Zaman memang sudah berubah, dan kita mesti update agar tidak ketinggalan zaman. Mesti dilakukan saat ini oleh orang tua adalah kebijaksanaan dalam memilih jenis permainan sambil sesekali mendampingi anak bermain. Dengan beberapa cara:
1. Selektif dalam memilih permainan anak
Sebelum membeli permainan anak, mungkin bijak jika orang tua memastikan terlebih dahulu apakah jenis permainan tersebut cocok dengan usia anaknya, adakah kemungkinan resiko yang timbul dari permainan tersebut, adakah nilai edukatif yang bisa ditimba dari permainan tersebut, dan sebagiainya. Intinya, tidak sekedar menuruti selera anak.
2. Sesekali menjadi teman bermain anak
Dengan adanya gedget kadang anak asik dengan diri sendiri. Selain karena semuanya sudah disiapkan oleh aplikasi dalam gedget juga karena anak kesulitan mendapatkan teman bermain. Ini sering menimpa anak-anak yang tinggal di kota besar. Yang mana relasi antara tetangga terkesan formal, juga semuanya dibatasi tembol dan pagar. Ruang anak untuk bermain akhirnya terbatas. Maka orang tua mesti mengambil peran ini. tentu sesekali.
Saya kagum dengan beberapa orang tua yang kadang bercanda ria dengan anaknya, nge-titok bareng dan bahkan nemanin anaknya bermain catur misalnya.
3. Memberi pemaknaan atas nila-nilai yang terkandung dalam permainan modern
Aneka permainan modern bukan berarti otomatis minus nilai edukatif. Saya yakin pasti ada jika digali dan dimaknai dengan benar. Hanya kadang anak-anak dengan segala keterbatasannya belum mampu memaknainya. Unsur rekreatifnya saja yang diliat.
Maka di titik inilah butuh peran orang tua untuk memberi pemaknaan. Sambil sesekali mengajak mereka berbaur dengan anak-anak seusianya di sekitarnya. Karena ini penting sebagai latihan sosialisasi dengan lingkungan, kerja sama tim dan kepekaan sosial.
4. Manajemen waktu
Bermain apapun adalah hal terindah bagi anak-anak, apalagi usia Sekolah Dasar. Maka orang tua perlu mengatur jadwal bermain bagi anak-anak. Beda dengan zaman doeloe ktika lapangan bermain adalah di luar rumah, maka otomatis ketika malam tiba semua permainan berhenti. Malam anak-anak belajar, menikmati kebersamaan dengan orang tua di rumah.
Tidak demikian saat ini. Aneka permainan anak-anak zaman now tidak kenal batas waktu, 24 jam bisa diakses. Karena dia bisa sambil main game di atas tempat tidur dengan waktu yang tak terbatas.
Seorang kenalan bercerita bahwa pernah suatu malam, anaknya tidak tidur semalaman, meminjam HP ibunya untuk main game. Ketika ibunya tertidur ternyata anaknya ngebut sampai pagi. Ini salah satu kisah betapa pentingnya pengawasan dan manajemen waktu dari orang tua.
Orang tua perlu mengatur kapan waktu bermain, kapan istirahat, kapan ngerjain PR, kapan harus makan, dan sebagainya. Agar anak tidak menghabiskan waktunya hanya untuk bermain.
Ada seorang ibu yang saya kenal, beliau berkisah bahwa dia sangat memperhatikan hal ini. bahkan ia juga menjadwalkan kapan dan jam berapa anak-anaknya boleh pegang gedget. Sambil sesekali mengajak mereka berbaur dengan anak-anak seusianya di sekitarnya. Karena ini penting sebagai latihan sosialisasi dengan lingkungan, kerja sama tim dan kepekaan sosial.
Akhirnya, bermain adalah kebutuhan anak. Bahkan anak harus difasilitasi untuk bisa bermain. Membatasi ruang gerak anak untuk bermain bukanlah hal yang tepat. Tugas orang tua adalah memfasilitasi anak bermain dan memastikan bahwa jenis permainan anaknya itu nyaman, cocok dan bermakna. Kontrol dalam hal waktu juga adalah bagian dari tanggungjawab itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI