Mohon tunggu...
Paulinus Kanisius Ndoa
Paulinus Kanisius Ndoa Mohon Tunggu... Dosen - Sahabat Sejati

Bukan Ahli, hanya ingin berbagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Balik Nama Terdapat Harapan dan Komitmen

29 Juli 2021   04:50 Diperbarui: 29 Juli 2021   04:56 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dibalik nama terdapat harapan dan komitmen

Saya terinspirasi menulis tentang judul ini ketika mengawas ujian seleksi masuk calon mahasiswa baru tempat saya mengabdi. Salah seorang peserta cukup menarik perhatian saya karena memiliki nama yang cukup panjang dan inspiratif. Namanya adalah Laurentius Pintar Adil Selamat Gulo.

Saya memang belum sempat menanyai yang bersangkutan terkait apa yang ia pahami dan harapkan dari namanya.  Juga belum menanyai orang tuanya terkait alasan pemberian nama anaknya demikian. Tetapi saya yakin bahwa pasti dibalik pemberian namanya ini ada doa dan harapan orang tua dan bahkan keluarga besar yang dialamatkan kepada sang pemilik nama ini.

Nama memang tidak sekedar predikat yang dikenakan kepada seseorang sebagai pembeda dari yang lain tetapi merupakan penunjuk identitas. Dibalik nama terdapat filosofi tertentu. Didalamnya ada harapan dan komitmen.

Tempat asal bahkan agama seseorang bisa kita prediksi dari nama (apalagi disertai marga) yang dikenakan padanya. Kita bisa pastikan bahwa seorang yang bernama Laurentius Pintar Adil Selamat Gulo berasal dari Nias lantaran marga Gulo adalah salah satu rumpun marga di Nias.

Sebaliknya jika kita berkenalan dengan seorang yang bermarga Sihombing, Sinaga, Sipahutar maka kita pasti langsung mengetahui bahwa mereka berasal dari suku Batak. Mendengar nama Kaunang,  Manopo dan Pangalila kita langsung menduga yang bersangkutan kemungkinan adalah orang Manado/Minahasa.

Di beberapa kebudayaan bahkan memiliki tradisi tertentu dalam pemberian nama. Salah satunya yang saya alami sendiri adalah di budaya Nias-Sumatera Utara. Sebagai pastor saya beberapa kali diundang untuk hadir dalam ritual ini. Biasanya dalam acara ini orang tua si anak akan mengumumkan secara resmi nama anaknya dihadapan keluarga besar. 

Nama yang diberikan biasanya dalam bahasa daerah setempat. Tetapi ada juga yang langsung memberi nama anaknya dalam bahasa Indonesia. Jika si anak dari keluarga yang beragama katolik maka biasanya pastor memimpin doa dan ibadat singkat dalam upacara ini. Makan bersama juga menjadi penyempurna acara ini. Nama yang diberikan pada upacara ini biasanya akan dipakai sebagai nama baptis ketika anak tersebut menerima sakramen baptis dalam gereja katolik.

Dalam budaya Jawa juga demikian. Dibalik namanya biasanya ada filosofi tertentu. Ada ratusan nama dalam budaya Jawa yang memiliki arti yang berbeda-beda. Saya mengutip dari beberapa referensi misalnya:

  • Abimayu yang artinya: tidak takut kesulitan.
  • Adiguna: pandai dan pintar
  • Adinata: Unggul
  • Aditya: Matahari
  • Bimo: luar biasa
  • Gumilar: anak laki-laki yang terus terang

Kalau dalam budaya Jawa nama  dikaitkan dengan filosofi, di Bali tidak demikian. Disana sistem penamaan seseorang pada umumnya berdasarkan kasta dan urutan kelahiran. Sehingga ketika mendengar nama tertentu orang langsung tahu kalau yang bersangkutan dari kasta mana dan anak ke berapa dalam keluarga.

Nama tinggal nama jika tanpa pemaknaan 

William Shakespeare, pujangga terkenal dari Ingris pernah mengatakan "apalah arti sebuah nama'. Ungkapan ini tidak bermaksud meremehkan pentingnya sebuah nama melainkan hendak mengajak orang untuk menghidupi nama yang ia miliki. Jika tidak, maka nama tinggal nama. Maksudnya, apalah arti sebuah nama jika tanpa pemaknaan. Serta tanpa komitmen dari sang empunya nama untuk menghidupi nilai-nilai dibalik namanya.

Sejatinya nama adalah doa, harapan serta komitmen. Idealnya ketika seorang menyandang nama tertentu maka ia akan berusaha menunjukan diri sebagaimana namanya. Sikap, tutur katanya dan cara hidupnya harus merepresentasi namanya. Dengan demikian nama yang ia miliki tidak sekedar label luar untuk dirinya tetapi penunjuk kualitas dirinya dari dalam.

Hemat saya, secara akal sehat tidak ada unsur magis dibalik nama. Nama bukan jaminan bahwa saya akan mencapai harapan dan cita-cita  sebagaimana yang ada dibalik nama itu  tetapi lebih pada motivasi atau daya dorong yang memacu saya untuk berbuat dan bertindak.

Maka, walaupun namanya Pintar Adil Selamat misalnya tetapi bisa saja ia tidak aman di jalan jika tidak berhati-hati di perjalanan. Ia juga tidak otomatis pintar jika tanpa belajar. Tetapi jika nama ini dimaknai sebagai motivasi maka yang bersangkutan akan lebih berhati-hati agar ia mencapai keselamatan sebagaimana namanya. 

Namanya Adil dan Damai misalnya tetapi tidak otomatis hidupnya akan adil dan damai jika yang bersangkutan  tidak menghidupi keadilan dan kedamaian dalam hidup sehari-hari. Begitu juga dengan nama Adiguna tentu tidak otomatis menjadikan yang bersangkutan menjadi orang yang pandai dan pintar sesuai arti namanya. Justru nama ini memotivisir yang bersangkutan untuk membuktikan kebenaran filosofi dibalik namanya. Begitu dengan beragam nama lainnya.

Penanganan wabah Covid-19 juga memiliki beragam nama (istilah)

Dalam mengupayakan penanggulangan gempuran covid-19 pemerintah telah mengupayakan beragam strategi dengan nama  yang beragam. Terhitung sejak covid melanda indonesia sudah terdapat beberapa nama atau istilah yakni: PSBB, PPKM, PPKM Mikro, PPKM darurat, PPKM level 4, PPKM level 3 dan seterusnya. Nama-nama ini hemat penulis bukan tanpa maksud. Maka saya tidak sepakat dengan tanggapan dan kritik yang mengatakan nama boleh berganti tetapi isinya sama.

Menurut saya nama dan isi pasti terkait. Beda nama pasti beda isi (strategi dan kebijakan yang diterapkan). Yang sama adalah tujuan akhir. Apapun nomenklaturnya tujuan akhirnya sama yakni: meminimalisir penyebaran Covid agar bangsa ini pada waktunya kembali menjadi negara yang bebas covid-19. Kita berharap ini terwujud. Indonesia pulih 2021.

Nama yang beragam ini menjadi penanda bahwa pemerintah tidak kehilangan daya melainkan tetap mengupayakan dan mencari strategi-strategi terbaik dalam penanggulanggan bencana covid-19 ini. Tetapi lagi-lagi ini semua sangat tergantung kepada kesadaran masyarakat dalam merespon dan mentaati kebijakan-kebijakan dibalik nama atau nomenklatur yang ada.  Konsistensi dan ketegasan pemerintah dalam menerapkan kebijakan ini juga sangat kita butuhkan. Jangan sampai kebijakan dan strategi tampak kokoh, gagah perkasa di lembaran kertas karena penuh dengan pasal-pasal tetapi lemah dalam pengimplementasian. Jika ini yang terjadi, maka nama tinggal nama. Dan kita akhirnya mengamini ucapan Shakespeare di atas: "apalah arti sebuah nama". 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun