Mohon tunggu...
Nurzahara Amalia
Nurzahara Amalia Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Penulis Amatir

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Catatan Perjalanan Liburan Sehari di Jakarta

2 Januari 2015   20:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:57 918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14201812381155788671

Buat orang Jakarta yang penat dengan semua aktivitas rutin yang dijalani sehari-hari, dan ingin refreshing namun hanya punya waktu libur sehari, kita bisa kok memanfaatkan waktu libur sehari itu dengan menyenangkan. Jakarta dengan cerita kemacetan yang tiada habisnya, masih bisa kita nikmati dengan mengunjungi beberapa tempat menarik yang ada di Jakarta.

Ini cerita pengalaman saya, ketika hanya diberi jatah waktu libur sehari oleh kantor, otomatis saya nggak bisa pulang kampung, tapi saya juga tetep ingin hari libur itu produktif and make me fun. Akhirnya saya memutuskan untuk keliling ibu kota dengan mengunjungi beberapa tempat wisata. Jadi buat kamu yang cuma punya waktu libur sehari, nggak perlu jauh-jauh libur ke luar kota kok. Di Jakarta juga banyak tempat yang bisa kita datangi. Mau wisata belanja, wisata kuliner, wisata alam, wisata sejarah, wisata edukasi, banyak banget pilihannya.

Nah kali ini, tujuan perjalanan saya ke Kota Tua, Pelabuhan Sunda Kelapa, dan Tanah Abang. Saya ditemani oleh teman saya, Puput namanya. Meeting point di Kota Tua sekitar jam 10. Janjian sih dari pagi, tapi karena satu dan lain hal alhasil baru ketemu jam 10 :D


  1. Pelabuhan Sunda Kelapa (Kampung Nelayan dan Museum Bahari)


Dari Kota Tua kami langsung menuju Sunda Kelapa dengan menggunakan bajai. Tinggal bilang aja ke abang-abangnya minta diantar ke dermaga Sunda Kelapa. Jangan asal naik, tanya dulu berapa ongkosnya. Nanti bisa-bisa dimahalin. Padahal masih bisa ditawar *dasar ibu2, tukang nawar. :D Kami naik bajai sepuluh ribu rupiah setelah si abang nawarin dua puluh lima ribu. Diantar sampai pintu gerbang masuk dermaga. Kalau bajai masuk ke dalam gerbang, ada pungutan biaya lagi. Nggak tau sih berapa, kami memutuskan untuk turun di depan gerbang dan jalan kaki menuju pelabuhan sunda kelapa.

Panas terik menyengat. Debu bertebaran menyesakkan nafas. Untung kami sudah siap membawa payung dan masker. Kami terus melangkah melihat aktivitas di pelabuhan tertua di Jakarta ini. Langkah kami terhenti ketika ada dua orang bapak-bapak yang tampak sedang beristirahat. Kami pun ngobrol dengan bapak-bapak itu yang sudah bertahun-tahun bekerja di pelabuhan. Mereka kerja sebagai –apa ya istilahnya? Mereka bekerja ketika ada kapal barang datang dan mereka yang membantu menurunkan barang-barang itu. Dari apa yang kami lihat dan dari bapak-bapak itu ceritakan, pelabuhan Sunda Kelapa ini memang bukan pelabuhan pengangkut manusia. Hanya barang-barang saja. Segala bentuk dan jenis barang. Baik yang dari Jakarta dikirim ke berbagai daerah dan pulau di Indonesia, maupun barang-barang yang datang dari daerah lain menuju Jakarta. Ada beberapa kapal yang kami lihat sedang menurunkan semen dan beras kala itu. Saya salut dengan pekerja disini, mencari nafkah di tengah terik matahari yang begitu menyengat, debu dan polusi yang sangat mengganggu pernafasan, tapi mereka masih terlihat semangat demi membawa rupiah untuk diberikan kepada anak istri di rumah, setidaknya begitu kata salah seorang bapak yang kami temui itu.

Kami sengaja memilih Sunda Kelapa karena saya ingin tahu kehidupan di dermaga seperti apa, ditambah pelabuhan ini memiliki history sendiri bagi Jakarta. Sebelum tahun 1527, Sunda Kelapa merupakan nama dari Jakarta. Pelabuhan yang terletak di kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara ini memiliki peran terpenting Pajajaran dan juga memiliji sejarah pada masa masuknya Islam dan para penjajah Eropa. Meskipun aktivitas pelabuhan pengangkut barang ini masih berlangsung, tempat ini memang sering dijadikan objek wisata dan dijadikan lokasi foto. Semisal untuk pre wedding dengan latar kapal-kapal kayu.

Setelah beberapa puluh menit kami ngobrol dengan bapak-bapak, kami pamit. Di tengah perjalanan menuju pintu gerbang, ada seorang bapak tua di atas perahu kecil melambaikan tangan seolah menyuruh kami menghampirinya. Kami menolak kala itu, tapi dia tetap melambaikan tangan dan mengajak kami untuk menaiki perahunya. Saya pun penasaran, lalu kami hampiri. Bapak itu menawarkan untuk menaiki perahunya dan diantar ke sebrang. Di sebrang sana memang ada Kampung Nelayan dan Museum Bahari. Akhirnya saya dan Puput memutuskan untuk mencoba naik perahu itu karena ingin tahu seperti apa Kampung Nelayan dan Museum Bahari. Mulanya, bapak itu menawarkan Rp. 50.000. Kami pun sempat tawar menawar sampai akhirnya deal diharga Rp. 20.000.

Sebenarnya dua orang bapak yang kami temui juga sempat bercerita kalau memang ada perahu kecil yang biasanya mangkal. Itu untuk mengantarkan para pekerja dari pelabuhan ke Kampung Nelayan dengan biaya dua ribu perak. Karena jaraknya nggak begitu jauh. Tapi kalau ada wisatawan biasanya dikasih tarif tinggi. Ketika naik perahu itu, ya ampun…. Saya rasa pelabuhan ini bukan hanya gudang barang. Tapi juga gudang penyakit. Di daratan tercemar polusi kendaraan besar yang mondar-mandir bawa barang, belum lagi air di pelabuhan itu penuh sampah dan warnanya cokelat. Kotor sekali. Mungkin orang-orang disini sudah terbiasa dengan lingkungan tersebut jadinya kebal.

Ironi sekali saya melihat lingkungan seperti ini. Kotor dan bau menjadi pemandangan sehari-hari. Yang lebih ironi, ketika saya melihat pemandangan yang lebih kontras. Di Kampung Nelayan, berjejeran tempat huni yang bisa dibilang (maaf) kurang layak huni. Sementara di belakang kampung itu tampak gedung menjulang tinggi. Terlihat sekali kondisi si kaya dan orang yang kurang berkecukupan disini. :(

Setelah melewati gang demi gang di Kampung Nelayan, ada Museum Bahari disana. Tapi sayangnya museum itu tutup. Karena hari Senin. Rupanya museum di Kota Tua setiap hari Senin itu tutup. Saya Tanya alasanya mengapa mesti tutup hari Senin ke petugas Museum Bahari, namun jawabannya “saya juga nggak tau, dek. Dari sononya begitu.” Oke baiklah bang!

Dari Museum Bahari, kami naik metro mini untuk kembali ke Kota Tua.


  1. Kota Tua


Sebenarnya ini udah kali ke sekilan saya ke Kota Tua. Tapi baru kali ini saya mengetahui kalau museum-museum di Kota Tua tutup hari Senin. Akhirnya saya dan Puput hanya taking selfie di beberapa spot di Kota Wisata.

Ah iya, ini udah jam 1an. Usai shalat zuhur di mushola sekitaran Kota Tua, kami makan di salah satu kafe di Kota Tua. Sayang sekali saya lupa nama kafenya apa. Harganya lumayan terjangkau dengan cita rasa yang lumayan menggoyang lidah. – atau mungkin karena saya laper aja kali yaaaa….

Di Kota Tua, kita bisa menjumpai beberapa museum seperti Museum Wayang, Museum Fatahilah, Museum Bank Indonesia, dan beberapa museum lain. Juga ada bangunan tua seperti Rumah Akar, mobil-mobil tua, dan jajanan khas Betawi seperti kerak telor bisa kita jumpai disana. Kota Tua juga kerap dijadikan lokasi syuting atau photo session. Setiap sore juga banyak aktivitas seniman yang unjuk bakat. Kalau bosan jalan kaki, disana juga disewakan sepeda tua yang bisa kita pakai untuk keliling Kota Tua. Apalagi saat ini pemerintah melalui Menteri Pariwisata Arief Yahya telah mengumumkan bahwa Kota Tua Jakarta resmi menjadi destinasi wisata utama Jakarta dalam upaya ‘Pencanangan Pembangunan Ruang Pertunjukan Seni dan Budaya.’

Perut kenyang, foto-foto juga udah. Kami segera melanjutkan perjalanan ke tempat terakhir yaitu ke Tanah Abang.


  1. Tanah Abang


Rasanya, buat orang Jakarta dan sekitarnya bahkan di luar Jakarta pun sudah sering mendengar Tanah Abang Jakarta. Yaitu salah satu pusat belanja grosiran di Jakarta. Saya juga sering banget denger. Tapi….. baru kali ini blusukan di Tanah Abang. Hahaha… that’s why saat liburan kali ini saya memang sengaja mengunjungi beberapa tempat baru bagi saya.

Ternyata segala macam barang terutama textile bertebaran disini ya. Terutama pakaian, sepatu, tas, dan lainnya. Dari harga yang dijual harga pas sampai yang bisa ditawar setengah harga juga banyak. Kali ini teman saya Puput mau mencari pakaian buat datang ke pesta pernikahan temannya. Saya benar-benar baru tahu kalau di Tanah Abang ini barang-barangnya juga bagus kok. Tapi bisa ditawar. Misalnya pakaian yang bila dijual di toko lain atau di online shop seharga dua ratus ribu, di Tanah Abang hanya dijual kisaran delapan puluh ribu. Saya bisa membandingkan karena sebelumnya saya belanja baju di online shop yang kualitasnya nggak jauh beda dengan di Tanah Abang, tapi harganya sangat beda jauh….

Oya, untuk menuju Tanah Abang dari Kota Tua, saya menggunakan Commuter Line. Ini sengaja karena selama saya tinggal di Jakarta, saya belum pernah naik moda transportasi yang satu ini. Hehee katro dah saya ini. Ternyata lumayan nyaman juga naik Commuter Line, kala itu di kereta nggak ramai. Puput bilang, kalau udah masuk jam berangkat atau pulang kerja, biasanya penuh dan bahkan sesak. Puput ini termasuk yang sering menggunakan Commuter Line.

Setelah mendapatkan pakaian yang sesuai dengan selera Puput, kami pun bergegas pulang. Waktu sudah semakin senja, kami nggak ingin pulang terlalu malam. Apalagi Puput mau pulang ke Bogor. Kami pun berpisah di stasiun Tanah Abang. Saya juga memutuskan untuk kembali ke kosan naik Commuter Line. Ternyata benar yang dibilang Puput, kami pulang saat jam pulang kerja. Dan penumpang pun membludak sampai saya nggak kebagian tempat duduk, berdesakan dan berdiri sampai tiba di stasiun Kebayoran Lama yang nggak begitu jauh menuju kosan saya di Joglo.

Liburan sehari kali ini cukup menarik karena banyak hal baru yang saya temukan dan dapatkan. Memang selalu ada hal baru bila kita melakukan perjalanan, dan itu sangat menyenangkan. So, buat kamu yang hanya punya waktu libur sehari, bisa kok diisi dengan liburan menyenangkan di Jakarta. Banyak sisi cerita lain yang kita peroleh di Jakarta selain macet dan banjirnya. :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun