Mohon tunggu...
Nuryati Sh
Nuryati Sh Mohon Tunggu... -

Mahasiswa jurusan ILMU KOMUNIKASI 2011 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. pollow me: @NuryatiSholihah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nilai Islam dalam Ritual Nyatus dan Nyewu

25 Desember 2012   00:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:05 1977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik




Tradisi memang tak bisa dipisahkan dengan masyarakat Indonesia. Sejak dulu kala hal ini telah secara turun temurun dilakukan oleh masyarakat kita. Sangat unik memang. Berbagai daerah di Indonesia memiliki ke khas annya masing-masing dalam merayakan atau melakukan ritual-ritual tertentu.

Masyarakat Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTT, NTB bahkan Papua memiliki adat dan budaya serta kebiasaan masing-masing. Nah disini saya akan menceritakan tradisi yang disebagian masyarakat Jawa lakukan. Nama boleh beda tetapi cara melakukan biasannya sama di daerah tertentu.

Pernahkah pembaca mendengar tentang ritual Nyewu Atau Nyatus atau bahkan tujuhharinan setelah keluarga atau sanak saudara meninggal dunia?. Nah disini saya akan menceritakan sedikit budaya dari berbagai budaya atau tradisi masyarakat jawa pada umumnya dan daerah saya pada khususnya. Tepatnya Di kabupaten Lamongan, Jawa Timur sendiri ketika ada sanak saudara meninggal dunia. Para keluarga yang masih hidup akan melakuka manganan. Bentuk dari tradisinya ialah sang ahli waris mengundang para tetangga untuk datang ke rumah ahli waris untuk mengirimkan doa bersama-sama. Biasanya membaca surat yasin dan tahlil. itu dilakukan pada hari ke tiga dan ke tujuh kematian. Baru setelah itu makan bersama.

Sedang untuk hari ke seratus atau Nyatus dan hari ke 1000 atau Nyewu biasanya tidak hanya membaca surat yasin dan tahlil saja, akan tetapi juga khataman Al Qur'an yang dilakukan sebelum malam menjelang. Mungkin tidak semua orang jawa melakukan tradisi seperti ini. mungkin dirasa merepotkan, karena sudah di tinggal pergi untuk selamanya masih juga mengeluarkan uang untuk makan-makan. Tak main-main memang, jika ahli waris melakukan tradisi seperti itu, uang yang mereka keluarkan lumayan banyak. Lebih dari Rp. 1.000.000 rupiah. Tapi ada juga yang tidak melakukannya karena dianggap tradisi kuno, karena sudah termasuki tradisi modernisasi. Bahkan ada yang mengecap sebagai syirik. Entah apa alasan yang mereka punya sehingga tidak melakukan tradisi tersebut. Bagi orang yang melakukannya, itu merupakan bentuk syukuran dan kirim doa bahkan hal ini adalah contoh kolaborasi antara budaya tradisional jawa dengan tradisi islam. Dimana dalam tradisi ini tidak ada unsur syirik. Akan tetapi sedekah. Karena memberi makan orang lain.

Syukuran yakni mereka mengundang para sanak saudara, tetangga dan bahkan tetangga kampung lain, untuk datang dan makan-makan, bentuk doanya yakni mereka bersama- sama membacakan doa kepada almarhum yang telah meninggal.

Maka bolehlah hal ini dilakukan. Tidak wajib memang, karena bagi orang yang kurang mampu hal ini malah tidak boleh dilakukan karena ditakutkan mereka akan berhutang.di dalam hukum islam pun tidak ada perintah untuk melakukannya.

Dalam hal ini kita memperoleh pelajaran dalam nilai- nilai budaya yang selama ini melekat dalam masyarakat kita. Jangan lantas kita tidak mengikuti tradisi tersebut kemudian dengan mudah kita membidah- bidahkan orang yang melakukannya karena Rasullullah saw tidak melakukannya. Dalam hal ini kita di ajak untuk saling toleransi dan mengenal lebih dalam islam di Negara kita. kerena jika tau bagaimana jeri payah para waliyullah menyebarkan islam di indonesia maka tidak mungkin kita gampang mengecamnya.

Jika kita melihat dan menjumpai tradisi yang memang sudah menyeleweng maka tugas orang yang mengetahui adalah memberitahu bukan malah menjahui. Dengan catatan harus moderat. seperti metode yang dilakukan kanjeng sunan walisanga dahulu.

Jika sesama satu agama saja saling mengolok-olok atau menghardik satu sama lain. Bagaimana perilaku kita dengan saudara yang beda agama?. Maka perbaikilah diri kita terlebih dahulu. Baru memperbaiki diri orang lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun