Andaikan pelarangan study tour untuk para pelajar benar benar dilaksanakan, dipatuhi oleh semua sekolah di seluruh Indonesia, maka saya membayangkan hal ini akan berdampak lesunya perekonomian kota kota yang memang aspek pariwisata adalah jualan yang mereka andalkan, seperti kota jogjakarta, kota malang, kota Bandung, juga kota Jakarta.Â
Berapa ratus orang yang mencari rizki dari aspek pariwisata baik itu pedagang aksesoris, pedagang oleh oleh, para guide, pedagang kaos kaos khas kota tujuan pariwisata, para supir, dengan otomatis mereka akan berkurang pendapatan ekonominya.Â
Sedangkan menurut bayangan saya, dengan banyaknya jumlah sekolah di negara ini, tentu jumlah wisatawan dari kalangan pelajar tidak bisa dipandang sebelah mata.Â
Pelajar adalah bagian yang juga meramaikan majunya pariwisata di Indonesia. Karena kalau cuma mengandalkan kunjungan dari wisatawan umum atau kategori bukan pelajar, maka pariwisata Indonesia tidak akan seramai seperti sekarang ini.Â
Yang justru urgen dan mendesak untuk dibenahi adalah pengawasan terhadap usaha agen bus penyelenggara pariwisata. Pemerintah harus tegas dalam pengawasan dan tindakan, kalau memang bus agen pariwisata tidak layak jalan, cabut izinnya atau beri hukuman yang jera karena bagaimanapun nyawa adalah taruhannya. Ide melarang adanya study tour ke tempat tempat pariwisata justru kontra produktif dengan usaha meningkatkan ekonomi masyarakat disaat saat pekerjaan serba susah.Â
Mencari pekerjaan susah, lahan pekerjaan semakin sempit, justru dengan adanya pariwisata masyarakat bisa terbantu untuk membuka lapangan pekerjaan dalam bidang wisata atau usaha usaha yang bisa dilakukan untuk mendulang ekonomi  di lokasi pariwisata.Â
Masyarakat kita memang cenderung paling gampang mengambil kesimpulan tanpa mengkaji secara mendalam sesungguhnya dimana akar permasalahan dari sebuah kejadian.Â
Dalam hal kecelakaan  yang terjadi saat study tour memang mungkin ada andil guru yang kurang selektif dalam memilih agen bus pariwisata. Memilih agen bus pariwisata kurang hati hati yang berujung kecelakaan fatal. Tetapi jangan lupa juga sebagaimana yang penulis ungkapkan bahwa perusahaan pemilik bus pariwisata juga pasti sudah tau apakah bisa layak jalan atau tidak.Â
Jangan sampai ada perusahaan bus yang sebenarnya tidak layak jalan karena bus yang dimiliki sudah tua, tetapi karena main mata dengan badan pengawasan kelayakan bus, akhirnya bus tetap diizinkan untuk beroperasi. Â
Masalah driver atau supir, perusahaan juga Harus betul-betul selektif memilih driver yang teruji dan sudah memiliki sim yang sesuai dengan kendaraan yang dia bawa. Jangan sampai menugaskan driver yang hanya pandai membawa kendaraan, tapi rambu rambu lalu lintas kurang begitu faham, layak dan tidaknya kendaraan pun juga kurang memahami.Â
Yang penting bawa saja, berangkat saja, tanpa begitu faham bahwa misalnya kendaraan yang dia bawa kalau dipaksakan berangkat akan fatal akibatnya. Karena dalam keadaan darurat sekalipun, driver yang terlatih dan teruji dengan pengalaman, dia akan semaksimal mungkin memilih dampak terkecil dari sebuah terjadinya kecelakaan.Â