Penggunaan Hak angket yang menjadi hak konstitusional anggota DPR cenderung disalahgunakan. Baru-baru ini, hak angket digunakan sebagai sarana untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penggunaan hak angket tersebut ditenggarai untuk mengintervensi KPK yang saat ini tengah manangani kasus mega skandal korupsi KTP Eletronik (e-KTP). Usulan penggunaan hak angket DPR, awalnya diusulkan oleh Hanura karena salah satu kadernya, Miryam S Hariyani, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus korupsi e-KTP.
Terlihat jelas sikap masing-masing fraksi dalam menyikapi penggunaan hak angket tersebut. Ada yang menolak dan ada pula yang mendukung. Setelah rapat paripurna, Gerindra, Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan PKB menolak pengguliran hak angket. Sementara partai yang merupakan partai koalisi pemerintah yakni Golkar, PDIP, Hanura, dan Nasdem, mendukung. Dari 6 partai yang menolak, hanya Gerindra, PKS, PAN, dan PKB yang menolak mengirim Panitia Khusus (Pansus). Sementara fraksi PPP dan Demokrat masih ragu-ragu untuk mengirim perwakilannya ke Pansus.
Berbagai sikap masing-masing fraksi DPR di atas erat kaitannya dengan nama politikus yang belakangan ini disebut-sebut, tersandung kasus korupsi e-KTP. Berikut nama-nama tersebut beserta partainya:
Golkar:Setya Novanto, Ade Komaruddin Agun Gunanjar Sudarsa, Chairuman Harahap, Markus Nari.
PDIP:Ganjar Pranowo Olly Dondokambey, Yasonna Laoly.
Demokrat: Jafar Hafsah, Anas Urbaningrum, Nazaruddin.
PAN:Tegus Juwarno, Taufik Effendi
Hanura:Miryam S Hariyani.
Dari nama-nama di atas, Golkar dan PDIP mendominasi kadernya yang diduga terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Hal ini sangat sejalan dengan sikap fraksinya di parlemen yang secara menggebu-gebu mendukung penggunaan hak angket terhadap KPK. Begitu juga dengan Hanura, dimana fraksinya merupakan pencetus awal penggunaan hak angket. Dengan begitu, masyarakat dapat melihat, partai manakah yang cenderung melindungi koruptor dan melemahkan kinerja KPK.
Demikian dengan Demokrat. Yang awalnya menolak hak angket pasca sidang paripurna, 8 hari kemudian tiba-tiba berubah pikiran. Fraksi demokrat masih ragu-ragu apakah mereka akan mengirimkan perwakilannya ke Pansus atau tidak.
Berbeda dengan PAN yang hingga detik ini menolak dengan tegas penggunaan hak anget DPR terhadap KPK. Zulkifli Hasan sangat tegas kepada kader dan bawahannya. Bila ada kader PAN yang terjerat kasus korupsi, maka Zulkifli tak segan-segan memecatnya. Pun dengan kader PAN yang diduga terlibat dalam kasus mega skandal korupsi e-KTP, Kabarnya, Zulkifli Hasan juga sudah memanggil kadernya yang diduga terlibat. Tak tertutup kemungkinan bila ada kader PAN yang nantinya menjadi tersangka, Zulkifli akan memecatnya.
Melihat fenomena berbagai macam sikap fraksi soal hak angket DPR ke KPK, akan melahirkan sebuah asumsi bahwa para pendukung penggunaan hak angket tersebut adalah mereka-mereka para calon tersangka kasus mega skandal korupsi e-KTP.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H