Sebulan yang lalu, Minggu, 10 April 2022. Telah terjadi kasus pembunuhan terhadap dua pelaku begal, di Lombok Tengah. Seorang korban begal bernama Amaq Sinta (34) ditetapkan sebagai tersangka. Namun, dia telah dibebaskan dan penyelidikan atas kasus tersebut telah dihentikan.
Korban begal menjadi tersangka pembunuhan, karena korban dengan sengaja atau tidaknya menyebabkan hilangnya nyawa pelaku begal. Kasus bermula ketika warga menemukan jasad dua orang pria di Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah.
Dua dari empat pelaku begal berinisial P (30) dan OWP (21), tewas dan dua lainnya terluka sebagai tersangka. Setelah mengumpulkan bukti dan informasi, penyidik dari Polres Lombok Tengah menjemput Amaq Sinta dari rumahnya. Kemudian menetapkan Amaq Sinta sebagai tersangka pembunuhan. Fenomena korban begal menjadi tersangka memang layak untuk dibahas.
Dalam hal ini terjadi pro dan kontra di masyarakat. Masyarakat mendemo kantor polisi agar Amaq Sinta dapat dibebaskan. Karena mereka menganggap apa yang dilakukan oleh Amaq Sinta adalah hal yang wajar. Bahkan, yang dilakukan oleh korban berawal untuk membela diri tetapi justru berbuntut panjang dan ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan.
Pembelaan diri adalah hak dan kewajiban yang diberikan oleh undang-undang kepada setiap orang untuk keselamatan dirinya ataupun orang lain, harta benda, serta kehormatannya, yang ingin merusak ataupun merugikan secara melawan hukum.
Dalam hal ini “korban begal dikenakan Pasal 338 KUHP menghilangkan nyawa seseorang melanggar hukum maupun Pasal 351 KUHP ayat (3) melakukan penganiayaan mengakibatkan hilang nyawa seseorang” Kata Wakil kepala Polres Lombok Tengah Kompol I Ketut Tamiana dalam konferensi pers di Lombok Tengah. (dikutip dari suara.com)
Pada dasarnya menurut asas legalitas, setiap perbuatan tidak dapat dipidana kecuali ada peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Dapat dipahami bahwa setiap perbuatan yang telah ditetapkan ialah perbuatan pidana dalam peraturan perundang-undangan dapat dipidana.
Pandangan mengenai kasus ini adalah apa yang dilakukan korban hanya untuk membela diri dan tidak ada pembunuhan yang disengaja terhadap begal. Namun, masyarakat perlu waspada dan berhati-hati untuk tidak keluar rumah sendirian setelah jam 10 malam, apalagi melewati jalan yang sepi. Ini untuk menciptakan keamanan bagi kita semua.
Seorang warga pun menyampaikan pendapatnya mengenai kasus ini, “penjahat itu wajib dilawan, hal itu telah ditunjukkan oleh korban yang berhasil melumpuhkan pelaku begal yang akan mengambil hartanya”. (dikutip dari suara.com)
Berbicara tentang hal ini, saya sangat setuju dengan salah satu warga. Karena pembunuhan yang dilakukan oleh korban begal (Amaq Sinta), membunuh untuk membela diri sehingga pembunuhan itu tidak disengaja. Dalam hukum pidana disebut pembelaan dalam keadaan darurat.
Namun, ketika kita ingin membela atau melindungi diri sendiri, kita perlu lebih berhati-hati untuk tidak mengambil nyawa orang lain, meskipun niat kita baik.
Perbuatan pembelaan darurat atau pembelaan terpaksa (noodweer) diatur pada Pasal 49 KUHP, yakni :
- Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
- Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh guncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.
Dalam islam sendiri membunuh sebab ingin membela diri dalam hukum islam itu tidak dipidana ataupun dikenakan sanksi. Hal ini dapat dilakukan jika kita tidak memiliki pilihan lain untuk melarikan diri atau meminta bantuan. Jika kita berada di posisi korban begal, kita mungkin akan melakukan hal yang sama, atau lari sejauh mungkin.
Seandainya dia tidak membela diri seperti yang dia lakukan, dia kemungkinan besar akan kehilangan nyawa dan harta bendanya di tangan empat begal. Membunuh untuk membela diri dimaafkan jika tidak ada cara lain untuk menghentikan para begal tersebut. Islam sendiri tidak dikenai qishas atau diyat (denda).
Mengenai kasus ini, polisi harus melakukan penyelidikan yang tepat untuk menghindari kesalahan dalam menetapkan dan memberikan hukuman. Sedangkan, membunuh untuk membela diri bukan berarti dibenarkan, karena membunuh atau menghilangkan nyawa seseorang tetap salah dan haram hukumnya. Indonesia adalah negara hukum dan semuanya harus diselesaikan melalui jalur hukum yang baik dan adil.
Karena dia tidak dapat dikatakan bersalah melakukan pembunuhan sampai putusan pengadilan menyatakan ia bersalah dan melakukan kejahatan, tetapi baru saja ditetapkan sebagai tersangka. Pada dasarnya, mekanisme pembuktian di pengadilan akan membuktikan bersalah atau tidaknya Amaq Sinta.
Dapat dipahami, hukum pidana ialah mencari kebenaran material yang sebenarnya yang harus dituntut dan didakwa. Untuk itu, polisi perlu melakukan penyelidikan dan penyidikkan. Karena itu, untuk membebaskan Amaq Sinta, harus ada bukti, pengakuan, dan keterangan saksi yang akan menentukan hasil keputusan bagi pelaku pembunuhan.
Karena, dalam hal ini, pemerintah berkewajiban melindungi hak warga dan kehormatan bangsa indonesia. Karena faktanya berbagai tindak kriminalitas, hak mereka sebagai warga negara dan hak asasi mereka tidak terlindungi karena berbagai kejahatan yang terjadi di negara ini.
Dengan adanya kasus yang terjadi sebaiknya polisi dan seluruh aparat keamanan dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat serta melakukan patroli keliling disekitaran daerah yang rawan tindak kriminalitas, sehingga hal-hal seperti ini kedepannya dapat diminimalisir dan tidak menimbulkan korban kejahatan lainnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI