Mohon tunggu...
Nurwendo Haricahyadi
Nurwendo Haricahyadi Mohon Tunggu... Dosen - Anak Kolong Yang Gemar Menulis

1. Ketua DPP KNPI 1996-1999 2. Ketua PP Generasi Muda FKPPI 1998-2001 3. Wakil Sekretaris Dewan Pertimbangan Generasi Muda FKPPI 2008-2018 4. Anggota DPR/MPR RI 1997-2002 5. Dosen 1984-Sekarang 6. Penulis Buku 2020-Sekarang 7. Penulis Di UC We Media 2017-2020

Selanjutnya

Tutup

Politik

Floating Mass

16 Desember 2023   12:18 Diperbarui: 16 Desember 2023   12:22 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat siang sobat, 

Pagi ini saya ingin sedikit mengulas tentang Floating Mass  atau bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah Massa Mengambang. 

Istilah Floating Mass  ini pertama kali dikemukakan oleh Ali Moertopo jelang Pemiluhan Umum tahun 1971 yang merupakan Pemilihan Umum pertama di era Orde Baru. 

Seperti diketahui, Pemilihan Umum saat itu Golkar keluar sebagai pemenang mayoritas dan sebagian besar pemilihnya merupakan Floating Mass.

Floating Mass  yang selanjutnya saya singkat FM ini tetap ada dalam Pemilihan Umum hingga era Reformasi sekarang ini. 

FM jumlahnya mayoritas dalam masyarakat yang mempunyai hak pilih dalam Pemilihan Umum yang dilakukan secara langsung, baik Pemilihan Legislatif, Pemilihan Presiden, Pemilihan Bupati dan Pemilihan Walikota.

Dengan jumlah yang mayoritas inilah maka FM sangat menentukan kemenangan seorang calon yang maju dalam Pemilihan Umum yang dilakukan secara langsung seperti sekarang ini.

FM ini non partisan dalam arti tidak menjadi anggota atau simpatisan dari Partai Politik tertentu. 

FM ini juga sangat beragam tingkat pendidikan, status sosial, usia dan yg lainnya serta kebanyakan tak begitu tahu bahkan "buta" soal politik.

Namun demikian, di era digital seperti sekarang ini dimana hampir setiap orang mempunyai handphone yang dapat mengakses internet maka FM kerap mengamati perilaku pendukung calon di media sosial. 

Banyak perilaku pendukung calon yang sangat aktif menjelek jelekkan calon lainnya sebagai pesaing dari calon yg didukung. Ujaran kebencian, caci maki, fitnah kejam yang diungkapkan dalam tulisan atau rekaman video malah bisa  menjadi bumerang bagi calon yang didukung.

FM bisa antipati dengan perilaku pendukung yang demikian. Alhasil FM yang kebanyakan belum menentukan pilihannya nantinya bakan menjatuhkan pilihan pada pesaingnya. 

Selain itu, FM biasanya akan menentukan pilihan pada saat saat akhir. Dalam menentukan pilihan itu, FM bisa menentukan atas dasar hati nuraninya atau ikut pilihan keluarganya atau bisa dalam "tekanan" dari pihak tertentu atau bisa juga dari yang lain seperti "serangan fajar". 

Kaitan dengan serangan fajar ini kadang yang begitu dinantikan oleh FM. Mana yang paling banyak nominalnya maka itulah yang menjadi pilihannya. 

Nah ..

Sobat, ijinkan saya menyampaikan sebuah pantun sebelum saya undur diri :

Neng Nori Mau Latihan Pramuka

Di Lapangan Daerah Cakung

Jadilah Pendukung Yang Beretika

Perilaku Buruk Justru Merugikan Yang Didukung

*** 

Selamat beraktivitas ..

Salam sehat ..

 

NH

Depok, 16 Desember 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun