Mohon tunggu...
Pendidikan

Madzhab Iqtishaduna terhadap Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer

2 Maret 2019   11:06 Diperbarui: 2 Maret 2019   11:21 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Meskipun memiliki latar belakang tradisional, ia tidak pernah terpisah dari isu-isu kontemporer. Minat intelektualnya yang tajam mendorongnya untuk berfikir secara kritis mempelajari filsafat kontemporer, ekonomi, sosiologi, dan hukum. 

Karyanya, Falsafatuna dan Iqtishaduna memberikan suatu kritik yang komparatif terhadap kapitalisme ataupun sosialisme. Pada waktu yang sama, kedua karya tersebut menggambarkan pandangan dunia Islam dengan garis-garis besar sistem ekonomi Islam.

Usaha yang dituangkannya dalam Iqtishaduna menyuarakan suatu filsafat ekonomi pada koleksi hukum legal dan hal itu mencerminkan kemampuannya dalam memberikan kehidupan pada hukum-hukum yang tampak mubazir. Ditulis pada 1960-an, Iqtishaduna haruslah dipandang sebagai analisis komprehensif dan perbandingan sistem ekonomi dari perspektif Islam, yang masih digunakan hingga sekarang. 

Menurut Baqir as-Sadr, ekonomi Islam adalah cara atau jalan yang dipilih oleh Islam dalam rangka mencapai kehidupan ekonominya dan dalam memecahkan masalah ekonomi praktis sejalan dengan konsepnya tentang keadilan. 

Dengan demikian, ekonomi Islam adalah sebuah doktrin karena ia membicarakan semua aturan dasar dalam kehidupan ekonomi dihubungkan dengan ideologinya mengenai keadilan sosial. Demikian pula, sistem ekonomi Islam adalah sebuah doktrin karena menurutnya berhubungan dengan pertanyaan "apa yang seharusnya" berdasar pada keyakinan, hukum, sentimen, konsep dan definisi islam yang diambil dari sumber-sumber Islam.

Baqir as-Sadr melihat sistem ekonomi Islam sebagai bagian dari sistem Islam secara keseluruhan interdisipliner, bersama seluruh anggota masyarakat yang merupakan agen sistem islam itu. Ia menyarankan agar orang memahami dan mempelajari pandangan dunia islam lebih dahulu jika ingin mendapatkan hasil yang memuaskan dalam menganalisis sistem ekonomi islam. 

Pada pemikiran ekonominya, ia membedakan produksi dan distribusi, tetapi ia melihat hubungan keduanya sebagai persoalan sentral dalam ekonomi. Jika produksi merupakan proses yang dinamis, yang berubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, distribusi dianggap sebagai bagian dari sistem sosial, yaitu hubungan total antar manusia. 

Menurut Sadr, sistem sosial muncul dari kebutuhan manusia, bukan dari cara-cara produksi. Oleh karena itu, ia menolak pandangan Marxis mengenai masyarakat dan perubahan yang menyatakan bahwa dalam masyarakat tersimpan potensi pertentangan kelas. Doktrin ekonomi islam adalah pondasi terbentuknya hukum-hukum yang berhubungan dengan ekonomi.

Dalam hubungan ini, ia yakin akan adanya suatu sistem ekonomi yang telah terbentuk dengan sempurna meskipun secara eksplisit belum dinyatakan dalam sumber hukum islam (Al-Qur'an, As-Sunnah, Ijtihad, Ijma' dan Qiyas). Oleh karena itu, ia mengemukakan gagasannya berupa proses penemuan yaitu semua hukum dan aturan ekonomi dan masyarakat, dipelajari bersama dan dipakai untuk menemukan doktrin ekonomi. 

Dengan kata lain, jika hukum-hukum telah dikumpulkan, pondasi doktrin hukum-hukum itu pun akan ditemukan dalam sumber-sumber islam. Maka diperlukan ijtihad yang dipandang oleh Baqir as-Sadr sangat penting untuk mengisi celah antara prinsip-prinsip yang bersifat tetap atau permanen dan hukum-hukum yang bersifat fleksibel, untuk menentukan batas-batas penyelidikan, dan secara teoritis, mengatur hukum dan konsep dalam suatu keseluruhan yang saling bertalian secara logis. Semua itu membentuk wilayah fleksibel dalam ekonomi islam.

Baqir as-Sadr juga tidak percaya pada gagasan "keselarasan kepentingan" yang menjadi dasar penekanan sistem kapitalis atas kebebasan individu. Ia tidak mengakui pandangan yang menyatakan bahwa kesejahteraan publik akan menjadi maksimum jika para individu diberi kebebasan untuk mengejar kepuasan dan kepentingan masing-masing. Sebaliknya, ia melihat hal itu sebagai sumber masalah sosial ekonomi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun