Seiring akan memasukinya Tahun Pelajaran Baru 2017-2018 dari jenjang SD hingga SMA pada 17 Juli 2017 mendatang dan di tengah-tengah masyarakat muslim masih menjalani ibadah Ramadan, Indonesia digaduhkan kembali dng Full Day School (Red. FDS). Pasalnya, MenDikBud Muhadjir Effendy, selain sudah menggulirkan wacana FDS tapi juga akan merampungkan PerMen FDS sepekan kedepan pada bulan Juni ini.Â
Seperti biasa, kegaduhan itu berisi Pro dan Kontra tentang FDS, meliputi; 1. Bagi yg kontra, memandang FDS hanya cocok di masyarakat perkotaan yg orangtuanya merasa nyaman dan tak terganggu bila anaknya berada di Sekolah sehari penuh. Selain itu, FDS mengganggu keberadaan Madarasah-Madarasah Ibtidaiyah (Red. MI) yg sudah ada, karena MI-2 tersebut akan kehilangan perannya serta FDS memisahkan anak-anak dari dunia nyata dan jauh dari kasih sayang kedua orangtuanya. Betulkah?. 2. Sedangkan bagi yg Pro, memandang bahwa FDS adalah salah satu cara memperkuat pendidikan karakter, bahkan membentengi anak dari segala bentuk sikap negatif di kehidupan nyata, seperti; main gadget hampir sehari suntuk tanpa pengawasan dan pergaulan-pergaulan sosial anak-anak yg sudah terkikis bahkan tercerabut dari akar budaya-bangsa ini. Betul juga kah?.
Pandangan pertama terkait yg Kontra FDS muncul dari kalangan politisi maupun akademisi bahkan praktisi pendidikan yg berafiliasi pada faksi partai maupun politik tertentu bahkan ormas tertentu pula yg menolak keberadaan FDS. Hal itu bisa kita jumpai di berbagai Media Sosial, seperti; Twitter, dll... maupun situs-situs lainnya. Sedangkan pandangan kedua yg Pro FDS tentu selain karena pemerintah yg mengulirkan program juga datang dari kalangan masyarakat yg berpikir untuk turut serta dalam mensukseskan program pemerintah yg sudah diamanatkan dalam UUD 45.
Tidak ada yg salah dalam kedua pandangan tersebut, bahkan tidak ada yg perlu dipermasalahakan juga soal siapa atau dari kalangan mana yg mempermasalahkan kebijakan FDS, krn kedua hal itu memang tidak perlu untuk dipermasalahkan apalagi diperdebatkan, yg perlu kita lakukan adalah menjawab keresahan masyarakat. Untuk menjawabnya, berikut ada kisah menarik nan inspiratif dari suatu sekolah di daerah yg sudah menerapkan FDS.
Tepatnya di Kab. Bangkalan. Yaaa, ini suatu Kabupaten yg sudah banyak sekolah-2 negerinya & MI-2 nya yg sudah berjalan sejak lama. Namun, pada Tahun 2011 ada yg baru dng wajah pendidikan Bangkalan. Apa wajah baru itu?, yaitu lahirnya suatu sekolah tingkat dasar (Red. SD) yg digawangi oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah Bangkalan (Red. PCM) yg bernama SD Muhammadiyah 1 Bangkalan. Satu-2 nya sekolah pelopor penerapan FDS di Bangkalan.
Sejak sekolah itu berdiri, respon masyarakat Bangkalan sangat fariatif, dan diluar dugaan, masyarakat Bangkalan sangat mengaprisiasi yg ditunjukkan dng banyaknya orangtua anak-2 masyarakat Bangkalan yg daftar mau masuk untuk bersekolah di FDS, bahkan anak-2 tersebut datang dari luar Kecamatan Bangkalan. Hal tersebut bisa dilihat dalam penjabaran grafik PPDB berikut yg tiap Tahun selalu meningkat positif.
Sebagai generasi pertama, pada Tahun 2011, terdapat 10 anak yg terjaring masuk sebagai siswa di FDS ini. Pada Tahun berikutnya, yaitu 2012, yg daftar masuk sebagai siswa FDS bertambah menjadi 22 anak. Memasuki Tahun 2013, FDS ini bisa dibilang dapat suprise, krn banyaknya antusias masyarakat Bangkalan yg turut serta untuk mendaftarkan anak-2nya masuk ke Full Day hingga mau tidak mau, sekolah ini harus membuka dua kelas dng jumlah siswa yg terjaring sebanyak 50 anak. Tahun berikutnya pun (2014) bertambah banyak lagi jumlah siswa yg daftar walau tidak begitu signifikan, tapi ttp dibuka dua kelas, yaitu sebanyak 60 anak dan itu masih berjalan stabil hingga Tahun 2016. Berbeda hal nya dalam Tahun 2017, lagi-2 suprise yg kedua ini untuk FDS benar-2 begitu mengejutkan krn siswa yg daftar dan terjaring masuk mencapai 80 anak, akhirnya secara paksa sekolah tersebut harus mebuka 3 kelas. Sungguh sebuah pencapaian peningkatan yg Luar biasa, bukan!
Selain itu, penerapan berjalannya FDS itu sendiri memberikan pelayanan fasilitas program dan hasil yg memuaskan bagi masyarakat Bangkalan. layanan fasilitas program tersebut, meliputi; 1. Penguatan karakter keagamaan, malalui; a) Salat Dhuha berjamaah, b) Ngaji Morning dan hafalan juz 30 serta ayat-2 maupun hadist-2 pilihan disertai dng Doa-2 harian, c) Salat Dhuhur berjamaah, d) TPA, dan e) Salat Asar berjamaah untuk kelas 3 s/d 6.
2. Penguatan karakter kebangsaan, melalui; a) Menyanyikan lagu-2 kebangsaan sebelum pelajaran dimulai, b) Upacara bendera, dan c) Merayakan PHBN. 3. Penguatan karakter kepemimpinan dan kecakapan hidup dalam pergaulan sosial, melalui; a) outingclass, b) outbound, dan c) Kunjungan belajar ke lembaga-2 pemerintahan maupun swasta.
Tidak heran kemudian, dari program-2 tersebut, membuat anak-2 senang dan nyaman menghabiskan waktu berlama-lama di Sekolah, bahkan tumbuh kembang jiwa anak-2 pun, bila dilihat dari psikologi perkembangan anak didik maupun dilihat dari psikologi pendidikan itu sangat selaras krn tidak menghilangkan dunia anak.Â
Anak tetap dapat bermain dan belajar yg dijalani secara bersamaan, bahkan anak tidak sadar kalo dia bermain sebenarnya sedang belajar. Itu lah yg membuat para orangtua/masyarakat Bangkalan berterimakasih haru penuh bangga nan bahagia melihat itu semua. Lebih-2 saat anak-2 seusia itu sudah mampu mengaktualisasikan apa yg ia dapat dari sekolah dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti; 1. Saat adzan subuh berkumandang, anak-2 itu turut membangunkan kedua orangtuanya bila masih belum bangun, ini sangat mengharukan, krn itu yg melakukan adalah anak, harusnya kan orangtua yg membimbing, ini malah anak yg membimbing orangtua, lagian orangtua mana yg mau marah-2 saat diabngunkan salat subuh oleh anaknya sendiri, 2. Saat salat Maghrib atau Isya' berjamaah dirumah sendiri, dan sang Bapak masih menjalani dinas dan anak itu bilang Kpd Ibunya, Ibu, nanti salat Isya'nya saya yg jadi Imam,Â
Ibupun mengiyakan sambil bergumam dalam hati, sudah bisakah anak ku ini jadi imam?, siapa sangka, salatpun berjalan, 1 rakaat menuju rakaat kedua sungguh membahagiakan penuh decak kagum, ternyata anak nya sudah fasih melantunkan bacaan-2 surat-2 yg cukup begitu panjang dari juz 30, lagi-2 orangtua mana yg tidak bangga akan kemajuan perkembangan anak seperti tersebut?, 3. Saat berangkat Sekolah pun anak juga malah mengingatkan kedua orangtua nya, ayooo Ayah, Mama, nanti kita terlambat. Anak seusia SD sudah berpegang pada kedisiplinan. Umumnya orangtua yg mendisiplikan anak, tapi ini, anak dan orangtua bersinergi saling mendisiplikan diri.
Respon variatif lainnya dari masyarakat Bangkalan yg bisa disebut dng gejolak adalah lebih kepada gejolak positif dari masyarakat itu sendiri, yaitu; munculnya beberapa lembaga yg turut serta turun gunung berlomba-lomba menginisiasi lahirnya FDS-2 baru, seperti; 1) SD Babus Salam, Sekolah yg berdiri Tahun 2016 ini bertempat di Nilam yg digagas oleh seorang tokoh NU dari Sebeneh, sekolah tersebut menerapkan FDS melalui yg namanya kelas FDS bagi yg minat untuk mengikuti FDS, 2) SD Mutiara Idaman, Sekolah yg sama-2 menerapkan FDS ini juga berdiri pada Tahun 2016 bertempat Gedongan, dan 3) SD As-Somadiyah-Burneh. Ketiganya menerapkan FDS walau dng cara berbeda. Bahkan masih ada FDS-2 baru lagi yg akan muncul dalam Tahun 2017 ini, seperti di Socah, akan lahir dua FDS, satu milik Muhammadiyah dan satunya lagi Milik NU.
Gejolak positif lainnya atas respon masyarakat yg berkaitan langsung dng suatu lembaga seperti MI adalah adanya tindakan atau sikap kreatif nan inofatif dari MI yg bersangkutan untuk merespon dan merubah haluan model penyelenggaraan pendidikannya, ini sungguh respon yg beradab! Kita semua tahu, yg namanya MI, proses KBM nya dimulai dari jam 14.00 WIB s/d 16.30 WIB ada yg dari jam 15.00 WIB s/d 17.00 WIB. Kini itu semua dirubah dimulai dari jam 07.00 WIB dng menambahkan mapel umum dan berakhir pada jam 16.00 WIB, hebat bukan! Jadilah MI itu FDS juga seperti di MIN Kamal.
Kalo sudah seperti begitu adanya kejadiannya, maka kita tidak perlu resah lagi atas keberadaan diberlakukannya FDS. Apalagi berburuksangka dng mengeluarkan statement-2 yg justru tidak mendewasakan masyarakat. Rasanya, tepat bila Menag Lukman Hakim mengatakan; "jangan langsung hakimi, dengar dulu". Oleh karena itu kita bisa mencerna bersama-sama secara arif cerita singkat tersebut dng kedua pandangan diatas dan semoga mampu menjernihkan pikiran kita dlm menyikapinya untuk turut serta memperbaiki, kalo perlu menyempurnakan inovasi-inovasi pengelolaan pendidikan di Indonesia guna -- selain mencerdaskan anak bangsa juga meneguhkan karakter bangsa.
Yakin akan masa depan Indonesia Jaya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H