Gempa yang mengguncang Turki-Suriah pada Senin (6/02) telah merenggut korban lebih dari 28.000 jiwa. Gempa yang terjadi di dekat kota Gaziantep dini hari disertai susulan yang hampir sama besarnya seperti yang pertama dilansir dari MSN News, Wakil Presiden Turki Fuat Oktay menyatakan hingga Sabtu setidaknya 24.617 orang meninggal, dan korban luka mencapai 80.287.Â
Mengapa gempa Turki sangat mematikan? Selain karena besarnya efek pergerakan lempengan bumi yang menghasilkan guncangan 7,8 Magnitudo, gempa Turki terjadi pada dini hari ketika orang-orang masih tertidur sehingga tidak memiliki cukup waktu untuk mengevakuasi diri ke tempat yang aman.
Gempa dahsyat Turki datang pada saat kritis bagi masa depan negara, karena terhitung sejak tahun 2018 dan masih berlangsung hingga saat ini Turki diterpa krisis mata uang Lira dan utang.
Dampak ekonomi dari gempa bumi akan sangat besar, terutama akibat kerusakan pada infrastruktur yang menimbulkan biaya signifikan bagi pemerintah. Hal ini, memungkinkan bahwa bencana yang terjadi akan merugikan ekonomi Turki yang sedang berjuang, dengan berkurangnya kepercayaan konsumen dan bisnis yang akan berdampak pada perlambatan aktivitas ekonomi.
Krisis Mata Uang Lira
Krisis mata uang Lira terjadi ketika Presiden Recep Tayyip Erdogan memimpin kebijakan moneter baru dengan mempertahankan suku bunga rendah, hal ini dianggap oleh Erdogan bahwa dengan suku bunga yang tinggi justru akan meningkatkan inflasi. Padahal keputusan tersebut berlawanan dengan prinsip teori ekonomi tradisional. Sejak saat itu, Bank Sentral Turki yang sejalan dengan keinginan Erdogan memangkas suku bunga utama dari 16% ke 15%, di bawah tingkat inflasi mendekati 20% per tahun.
Terhitung hingga saat ini mata uang lira jatuh hingga 60% nilainya terhadap dolar AS. Walaupun Lira memburuk, Erdogan menyangkal semua tanggung jawab terhadap dirinya. Â
Dilansir Archyde.com sebenarnya pengamat percaya bahwa sektor perbankan Turki jauh lebih kuat sejak krisis ekonomi 2011, namun mereka menekankan bahwa situasi bank justru memprihatinkan. Seorang analis Capital Economics Jasontovey, mengatakan Lira berisiko mengalami penurunan tajam berkelanjutan dan menyebabkan masalah di sektor perbankan, dan krisis kredit dapat terjadi hingga berdampak signifikan pada aktivitas ekonomi.
Ancaman lainnya juga datang dari simpanan mata uang asing. Sebagian besar simpanan di bank Turki dibuat dalam mata uang asing, khususnya dolar AS. Mengingat Turki sangat bergantung pada impor energi dan bahan mentah, depresiasi Lira menyebabkan inflasi berkelanjutan.
Selain itu, menjelang pemilihan umum Turki yang akan berlangsung pada 14 Mei mendatang. Kemerosotan ekonomi yang permanen ini dapat merusak popularitas Erdogan yang melemah akibat ketidaktepatan janji Erdogan terhadap kemakmuran Turki. Lalu bagaimana Turki menghadapi masa depan?