Yogyakarta, yang dikenal sebagai "kota pelajar" dengan biaya hidup yang terjangkau, adalah destinasi impian bagi banyak mahasiswa, termasuk saya yang berasal dari Sumatera.Â
Namun, perpindahan tiba-tiba ke Jogja membawa saya menghadapi kenyataan culture shock yang cukup mengejutkan. Dari budaya Melayu yang saya kenal ke budaya Jawa yang begitu berbeda, berikut adalah tiga aspek utama dari culture shock yang pernah saya alami.
1. Perbedaan Bahasa
Perbedaan bahasa menjadi perbedaan yang sangat mencolok. Di kampung halaman saya, saya terbiasa dengan bahasa Melayu dan juga bahasa Banjar, yang merupakan bahasa suku saya.Â
Bahasa Jawa hampir tidak pernah terdengar di lingkungan saya, karena hanya sedikit orang dengan latar belakang suku Jawa.Â
Ketika saya tiba di Jogja, saya terkejut mendengar bahasa Jawa yang sangat asing bagi telinga saya. Tidak terbayangkan bahwa bahasa Jawa digunakan oleh penduduk setempat dalam kehidupan sehari-hari.Â
Teman-teman sekelas saya hampir semuanya berbicara dalam bahasa Jawa ketika berbincang-bincang atau bercanda.Â
Awalnya, sulit bagi saya untuk mengikuti humor karena saya tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Namun, seiring berjalannya waktu, saya mulai memahaminya meskipun belum mampu menguasai bahasa tersebut sepenuhnya.
2. Rasa Makanan yang Manis
Sebagai anak Sumatera, saya terbiasa dengan makanan yang gurih dan pedas setiap hari. Oleh karena itu, saya merasa terkejut ketika mencicipi makanan khas Jogja, seperti Gudeg, yang rasanya manis.Â
Tidak hanya Gudeg, sebagian besar makanan di sini cenderung memiliki rasa yang manis. Ini merupakan kontrast yang sangat jelas dengan lidah anak Sumatera, yang telah terbiasa dengan makanan yang gurih dan pedas sejak kecil, tanpa sentuhan manis sama sekali.Â
Culture shock ini masih berlanjut hingga sekarang, saat saya telah mencapai semester 3, dan saya masih lebih suka mencari makanan yang pedas.
3. Kepribadian yang Lembut Orang Jawa
Ini bukan berarti mengatakan bahwa orang Melayu kasar, tetapi gaya bicara orang Melayu cenderung keras, yang mungkin terdengar kasar bagi telinga orang Jawa yang lembut.Â
Ketika kita merantau ke kota orang lain, kita harus mampu menyesuaikan diri dengan budaya setempat, termasuk cara berbicara yang lebih lembut dan mengubah sedikit gaya dan nada bicara kita.
***
Itulah beberapa pengalaman culture shock yang umum dialami oleh mahasiswa rantau, terutama mereka yang berasal dari Sumatera.Â
Adaptasi terhadap perbedaan budaya ini adalah proses yang menarik dan dapat membantu kita berkembang menjadi individu yang lebih terbuka dan terhubung dengan lingkungan baru yang kita eksplorasi.
Berdasarkan pengalaman culture shock ini, saya merasa bahwa belajar di luar daerah asal merupakan kesempatan yang berharga. Ini memungkinkan kita untuk tumbuh, belajar, dan beradaptasi dengan beragam budaya yang memperkaya pengalaman hidup kita.Â
Saya merasa lebih terbuka terhadap perbedaan dan lebih siap menghadapi tantangan yang datang dalam kehidupan. Meskipun awalnya mungkin sulit, perjuangan ini akan membentuk kita menjadi individu yang lebih tangguh dan penuh pengalaman.Â
Yogyakarta bukan hanya kota pelajar tetapi juga tempat di mana kami, anak rantau, dapat menemukan makna sejati dari keragaman budaya Indonesia dan menggabungkannya dalam perjalanan pendidikan kami.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI