Mohon tunggu...
Nurus Sakinah
Nurus Sakinah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

UIN Sultan Syarif Kasim Riau

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

RKUHP Disahkan: Analisis Kontroversi

2 Januari 2023   00:07 Diperbarui: 2 Januari 2023   00:20 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama/NIM: Nurus Sakinah (11970524755)

Kelas: 7E Administrasi Negara

Kampus: UIN Sultan Syarif Kasim Riau

Isu penolakan masyarakat terhadap akan disahkannya RKHUP berujung sia-sia. DPR RI dan pemerintah akhirnya tetap mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), menjadi undang-undang dalam rapat paripurna yang digelar di kompleks parlemen, selasa (6/12).

Berdasarkan pantauan pada situs resmi DPR, keputusan itu diambil dalam rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad.

Seperti diketahui, komisi III DPR RI bersama pemerintah telah mengesahkan tingkat I sejak 24 November. Kesepakatan itu kemudian dibawah ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

Disahkannya RKUHP itu menggantikan KUHP kolonialisme belanda. Pengesahan RKUHP ini sudah direncanakan sejak mendekati akhir masa bakti DPR periode 2014-2019, namun pengesahan itu terus mengalami penundaan karena gelombang aksi penolakan.

Namun, sejumlah kalangan publik dari mulai jurnalis, praktisi hukum, hingga aktivis HAM dan mahasiswa masih melihat materi dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) masih kacau dan memuat pasal-pasal bermasalah.

Kendati demikian, masyarakat sipil menilai RKUHP mengandung sejumlah pasal yang bermasalah yang dianggap mengambil hak rakyat, sehingga menimbulkan kontra dari sekelompok masyarakat.

Berdasarkan hasil penelusuran dari laman CNN Indonesia, Beberapa pasal yang dinilai bermasalah dan bisa mengarah ke kriminalisasi per 30 November 2022 yakni :

1. Penghinaan Terhadap Presiden

Ketentuan pidana tersebut dituangkan dalam pasal 218. Pelaku diancam hukuman tiga tahun penjara. Pasal ini merupakan delik aduan.

2. Pasal Makar

Pasal 192 menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan makar dengan maksud supaya sebagian atau seluruh wilayah NKRI jatuh kepada kekuasaan asing atau untuk memisahkan diri dari NKRI dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara maksimal 20 tahun.

Pasal 193 ayat (1) mengatur setiap orang yang melakukan makar dengan maksud menggulingkan pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.

Sementara itu, Pasal 193 ayat (2) menyatakan pemimpin atau pengatur makar dipidana dengan pidana penjara maksimal 15 tahun.

3. Penghinaan Lembaga Negara

Draf RKUHP juga masih mengatur ancaman pidana bagi penghina lembaga negara seperti DPR hingga Polri. Ketentuan itu tercantum dalam Pasal 349. Pasal tersebut merupakan delik aduan.

Pada ayat 1 disebutkan, setiap orang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara, dapat dipidana hingga 1,5 tahun penjara. Ancaman pidananya bisa diperberat jika penghinaan menyebabkan kerusuhan.

Pasal 350, pidana bisa diperberat hingga dua tahun jika penghinaan dilakukan lewat media sosial. Sementara, yang dimaksud kekuasaan umum atau lembaga negara dalam RKUHP yaitu DPR, DPRD, Kejaksaan, hingga Polri. Sejumlah lembaga itu harus dihormati.

4. Pidana Demo Tanpa Pemberitahuan

Draf RKUHP turut memuat ancaman Pidana atau denda bagi penyelenggara demonstrasi tanpa pemberitahuan. Hal itu tertuang dalam Pasal 256.

Pasal ini dikritik karena bisa dengan mudah mengkriminalisasi dan membungkam kebebasan berpendapat. Koalisi masyarakat sipil mengatakan, pada praktiknya polisi kerap mempersulit izin demo.

5. Berita Bohong

RKUHP mengatur soal penyiaran, penyebarluasan berita atau pemberitahuan yang diduga bohong. Pasal ini, dapat menyasar pers atau pekerja media.

Pada Pasal 263 Ayat 1 dijelaskan bahwa seseorang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dapat dipenjara paling lama 6 tahun atau denda Rp500 juta.

Kemudian pada ayat berikutnya dikatakan setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan, padahal patut diduga berita bohong dan dapat memicu kerusuhan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 atau denda Rp200 juta.

Lebih lanjut, RKUHP terbaru juga memuat ketentuan penyiaran berita yang dianggap tidak pasti dan berlebihan. Seseorang yang membuat dan menyebarkan berita tersebut dapat dipenjara 2 tahun atau denda paling banyak Rp10 juta. Hal itu tertuang dalam pasal 264.


6. Hukuman Koruptor Turun

RKUHP mengatur terkait pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun, hukuman pidananya mengalami penurunan.

Dalam naskah terbaru, tindak pidana korupsi diatur pada Pasal 603. Pada Pasal tersebut dijelaskan koruptor paling sedikit dipenjara selama dua tahun dan maksimal 20 tahun. Selain itu, koruptor juga dapat dikenakan denda paling sedikit kategori II atau Rp10 juta dan paling banyak Rp2 miliar.

Pidana penjara pada RKUHP itu lebih rendah atau mengalami penurunan dari ketentuan pidana penjara dalam Undang-undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada Pasal 2 UU tersebut dijelaskan koruptor bisa mendapat pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun.

Tidak hanya itu, hukuman denda pun mengalami penurunan. Sebelumnya, dalam UU No 20/2001 koruptor didenda paling sedikit Rp200 juta.

7. Pidana Kumpul Kebo

Draf RKUHP juga masih mengatur ketentuan hubungan seks di luar pernikahan. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 413 ayat (1) bagian keempat tentang Perzinaan. Dalam beleid tersebut, orang yang melakukan hubungan seks di luar pernikahan dapat diancam pidana penjara satu tahun.

Meski begitu, ancaman itu baru bisa berlaku apabila ada pihak yang mengadukan atau dengan kata lain delik aduan. Aturan itu mengatur pihak yang dapat mengadukan yakni suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Lalu, orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.


Pasal-pasal tersebut diatas, dianggap bermasalah dan kontroversial karena mengandung potensi multitafsir dalam implementasinya sehingga dianggap dapat disalahgunakan oleh penguasa atau pihak-pihak yang berkepentingan.

Kemarin tahun 2019, Aliansi Nasional Reformasi KUHP dan semua elemen menggelar aksi penolakan pengesahan RKUHP di depan Gedung DPR mengorbankan 2 mahasiswa tewas. RKUHP sempat diberhentikan dan menginstruksikan untuk meminta RKUHP ditunda, presiden Jokowi mengatakan 14 pasal dalam RKUHP harus ditinjau ulang. Tetapi kenyataannya, RKUHP pun tetap disahkan.

Massa demo juga menabur bunga dan membakar kitab TKUHP sebagai tanda atas kematian demokrasi di Indonesia. Musababnya, RKUHP dibuat dengan partisipatif, mengandung pasal antidemokrasi, melanggengkan korupsi, diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok marginal, serta memiskinkan rakyat.

Dilansir dari laman resmi CNN Indonesia, Menurut Yasonna H Laoly (menteri Hukum dan HAM) menyadari RKUHP tak bakal 100 persen disetujui oleh semua pihak. Dia tak ambil pusing soal suara penolakan terhadap RUU tersebut. Dia pun melempar masalah itu untuk diselesaikan di Mahkamah Konstitusi (MK) kelak setelah RKUHP disahkan jadi undang-undang.

"Kalau untuk 100 persen setuju tidak mungkin kalau pada akhirnya nanti masih ada yang tidak setuju, gugat aja di Mahkamah Konstitusi," kata Yasonna di kompleks parlemen, Senin (5/12).

Politikus PDIP itu mengatakan pihaknya lebih memilih mengesahkan RKUHP ketimbang harus terus memakai KUHP saat ini yang diadopsi sejak zaman kolonial. Dia mengklaim RKUHP telah melakukan banyak reformasi dari KUHP yang saat ini dipakai.

Berdasarkan uraian diatas, mengindikasikan bahwa RKUHP yang telah disahkan menjadi Undang-Undang yang berlaku di Indonesia tidak sesuai dengan prinsip negara Indonesia yaitu demokrasi.

RKUHP disahkan menjadi UU meyebabkan kontroversi bagi profesi tertentu seperti junarlis. Kebebasan pers adalah salah satu menjamin adanya kontrol atas pemerintah yang korup dan tiran, jika kebebasan itu ditutup maka sebetulnya bukan lagi berbicara tentang peluang adanya ketidakadilan. Beberapa pasal soal hak kebebasan berpendapat dan berekspresi dinilai tidak dibahas secara khusus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun