Adikku bernama Rizky. Umurnya enam tahun. Kegiatan Rizky sehari-hari adalah bermain, tak jarang aku menemaninya bermain. “Apa susahnya sih buat orang lain senang? Toh gak ada salahnya, apalagi untuk adikku sendiri,” gumamku dalam hati setiap melihat adikku tak mau kalah dengan abangnya dalam permainan. Sebagai seorang kakak yang baik aku harus membuat adikku senang. Jangan sampai menangis, karena jika sampai aku membuatnya menangis, aku akan mendapat masalah yang besar. Bagaimana tidak? Pasti ibu akan memarahiku, meski aku tahu itu hanya pura-pura agar adikku lekas berhenti menangis. Setelah itu, Rizky akan langsung tertawa dan otomatis dia berhenti menangis. Selain bermain, kegiatan Rizky adalah mengaji di mushola dekat rumah setiap sorenya. Dia selalu bersemangat untuk pergi mengaji, walaupun sesampainya di sana Rizky hanya bermain bersama teman-temannya.
***
Sepulang sekolah...
“Bu... Ibu?”
“Di dapur, Nak!” aku langsung berlari menuju dapur.
“Ada apa?” tanya ibu kepadaku.
“Besok sekolahku libur Bu! Selama tiga hari, karena digunakan untuk UN kakak kelas.”
“Lalu?”
“Kita liburan, ya, Bu? Selama ini kan tidak pernah liburan.”
“Iya Bu! Rizky ingin sekali liburan,” kata Rizky yang sedari tadi mendengar percakapanku dengan ibu.
“Tidak!” jawab ibu dengan singkat, padat, dan jelas. Rizky langsung cemberut, dan aku merasa sangat kecewa.
Tiba-tiba ayah keluar dari kamar mandi dan berkata, “Biarkanlah Bu, anak-anak kan memang belum pernah liburan. Lagi pula besok Bapak libur kerjanya.”
“Tapi pak...”
“Udah... kasihan mereka,” kata ayah memotong pembicaraan ibu.
“Baiklah.”
***
Melalui perdebatan panjang, akhirnya kami sekeluarga jadi berlibur ke Yogyakarta. Kami berkeliling-keliling kota Yogyakarta, terutama daerah Malioboro dan Pasar Beringharjo. Disana banyak penjual aksesori, semuanya bagus-bagus dan menarik. Tak lupa, kami juga memborong beberapa dagangan. Setelah lelah berkeliling, kami pun pulang. Di perjalanan pulang kami singgah ke Masjid untuk istirahat dan melaksanakan sholat Ashar.
“Bagaimana capek?” tanya ibu sembari duduk diteras masjid.
“Iya bu, capek banget,” jawab Rizky.
“Tapi puas kok, akhirnya bisa liburan,” aku menambahkan.
“Alhamdulillah.”
“Ehh... kak!” teriak Rizky
“Hahh? Apa... apa?” tanyaku kebingungan.
“Itu lho kaki kakak, masa sepatu menginjak Batas Suci.”
“Kenapa? Emangnya tidak boleh?”
“Tidak boleh! Itu kan bersih kak, sedangkan sepatu kakak pasti kotor. Kata pak ustaz juga tidak boleh, karena kebersihan adalah sebagian dari iman.”
Penjelasan Rizky membuatku tercengang dan mengangguk-angguk. Selepas itu, kami melanjutkan perjalanan pulang. Kemudian aku memahami tentang apa yang dikatakan Rizky, ada suatu hadist yang mengatakan tentang Kebersihan adalah sebagian dari iman. Ternyata aku kagum pada adikku, seorang berumur dia sudah lebih mengerti tentang mengenai pelajaran hadist yang sangat penting, yaitu kebersihan itu sebagian dari iman.
Oleh karena itu, aku sadar bahwa kita harus menjaga kebersihan dimanapun, karena itu termasuk sebagian dari Iman.
Menurut agama, kebersihan itu adalah sebagian dari iman, oleh karena itu kebersihan sangat berarti dan sangat bermanfaat bagi semua orang terutama kebersihan rohani dan jasmani, Karena hanya dengan kebersihan akan tercipta suatu keindahan, baik itu keindahan lahiriah maupun batiniah. Doa takkan dikabulkan oleh Allah apabila tidak dalam keadaan bersih. Jadi kita berdoa harus dalam keadaan bersih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H