Konflik berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina telah berimbas pada berbagai persoalan kemanusiaan dan krisis global, sejumlah negara mengalami krisis energi dan ekonomi akibat kebijakan Rusia dengan invasinya ke Ukraina yang belum berakhir.Â
Kebijakan negara Indonesia sendiri terhadap politik luar negeri bebas aktif merupakan suatu keputusan yang sangat tepat, invasi Rusia ke Ukraina menjadi pendorong negara-negara yang tergabung ASEAN untuk bersatu dan tidak membuat ancaman bagi negara manapun.
Namun apabila dilihat dari segala sisi manapun, dampak invasi Rusia ke Ukraina tetap ada bagi beberapa negara, khusunya pada sektor energi. Invasi Rusia ke Ukraina menimbulkan dampak awal kenaikan harga minyak jenis Brent dan West Texas, dimana keduanya harga mencapai US$ 100 perbarel.Â
Meskipun dampaknya tidak dirasa oleh Indonesia, namun industri migas dibayangi oleh kenaikan nilai impor minyak dan BBM, dan apabila harga impor minyak terus naik secara tidak langsung akan mempengaruhi harga BBM bagi masyarakat Indonesia. Tekanannya adalah pemerintah Indonesia harus menanggung subsidi yang meningkat nantinya.
Potensi dampak adanya Invasi Rusia ke Ukraina masih terus diamati, apabila dampak tersebut ke negara-negara pengekspor minyak tanah bagi Indnonesia. Akibat terbesarnya ialah terjadinya krisis energi, Rusia-Ukraina juga menimbulkan multiplier effect negatif dengan meningkatnya inflasi, yang mengakibatkan naiknya harga-harga bahan komoditi lain.
Negara-negara yang terdampak dari adanya invasi Rusia ke Ukraina mengakibatkan negara-negara tersebut untuk melakukan transisi ke energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan pada produk hidrokarbon dari kedua negara Rusia maupun Ukraina.
Indonesia, meskipun potensi terdampak adanya perang tersebut kecil bagi negara, namun upaya dalam mendorong transisi energi ke energi terbarukan perlu digaungkan dengan cepat. Hal ini dipicu adanya faktor-faktor lain selain perang, yaitu pandemi covid-19 dan komitemn Indonesia pada NDC, Paris Agreement untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060.
Dampak energi sangat berkaitan dengan pertahanan negara, sebagian besar logistik yang diperlukan oleh sektor pertahanan adalah energi fosil. Hal ini juga perlu ditindak lanjuti, mengingat adanya pemakaian secara berkepanjangan pada energi fosil akan menjadi ancaman tersendiri bagi sektor pertahanan.Â
Hal ini perlu diantisipasi untuk mengantisipasi ancaman krisis energi dan ketergantungan pada energi fosil. Solusinya adalah dengan membangun kemandirian energi pada sektor pertahanan, khususnya pada wilayah pertahanan di daerah-daerah 3T (Tertinggal, Terdalam dan Terluar).
Dengan membangun pembangkit listrik untuk daerah lokal guna mendukung kesejahteraan lokal juga membangun perekonomian daerah tersebut. Hal ini menjadikan sektor pertahanan di wilayah 3T sebagai acuan dan edukasi bagi masyarakat lokal dalam memanfaatkan kekkayaan suber daya energi lokal.Â
Selain mendukung ketahanan energi hal ini juga berpartisipasi positif dalam pemenuhan logistik untuk sektor pertahanan. Harapannya adalah pola-pola seperti ini dapat menjadi antisipasi dalam keadaan perang maupun damai.