Teknologi informasi dan komunikasi yang terjadi pada zaman sekarang menjadi sangat canggih. Segala informasi dan kegiatan komunikasi dapat dilakukan dengan cara yang mudah. Media sosial menjadi salah satu produk dari kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi yang ada. Melalui media sosial, masyarakat secara global dapat berkomunikasi dengan mudah. Sebelum adanya media sosial, mendapatkan informasi hanya terbatas pada berita yang dicetak secara tulisan. Kemudian, kegiatan komunikasi dengan orang yang jauh dari kita dapat dilakukan dengan cara mengirim pesan konvensional.Â
Dengan terbatasnya informasi dan komunikasi yang dapat dilakukan sebelum era digital seperti sekarang, kesehatan mental menjadi hal yang tabu bagi banyak masyarakat. Berbeda dengan kesehatan secara fisik, kesehatan mental tidak dapat dilihat secara langsung dikarenakan mental merupakan hal yang terjadi di dalam perasaan dan pikiran manusia. Kini, kesehatan mental mendapatkan banyak perhatian dari masyarakat hingga para ahli psikologi. Mereka yang memiliki perhatian lebih terhadap kesehatan mental mulai menyebarkan kesadaran dan informasi lanjut terkait kesehatan mental.
Seperti yang sering ditemukan di media sosial terdapat banyak konten menarik mengenai isu dan informasi seputar kesehatan mental. Dengan begitu, masyarakat sadar akan pentingnya kesehatan mental.Â
Generasi Z yang merupakan generasi muda pada era globalisasi memiliki kemampuan lebih pada zaman digital ini. Algoritma media sosial yang canggih akan mengikuti kesukaan para penggunanya yang merupakan generasi Z. Konten mengenai kesehatan mental ini menjadi topik menarik yang sering ditemukan pada media sosial. Masyarakat awam, content creator, hingga dokter jiwa mulai mengikuti pengunggahan konten ke media sosial terkait dengan kesehatan mental. Self diagnosed atau diagnosa diri sendiri menjadi perhatian pada era digital terkait dengan kesehatan mental.Â
Psikologi populer yang kerap disebarkan melalui konten-konten di media sosial, membeberkan banyak ciri dan tanda dari gangguan kesehatan mental tertentu. Generasi Z yang mengonsumsi segala konten tersebut terkadang sulit untuk mengelola konten yang mereka konsumsi. Misalnya, terdapat konten ciri-ciri gangguan kesehatan mental Attention Deficit Hyperacticity Disorder (ADHD) yang ternyata sesuai dengan perilaku mereka sehari-hari menciptakan self diagnosed kepada generasi Z.Â
Akibatnya, banyak masyarakat, khususnya generasi Z, yang mengklaim bahwa mereka mengalami gangguan kesehatan mental. Padahal, mereka yang mengakui belum pernah melakukan tes gangguan kesehatan secara langsung kepada ahli. Peristiwa self diagnosed ini tentunya merupakan hal yang berbahaya terutama di dalam dunia psikologi.Â
Keberadaan media sosial seperti sekarang memberikan manfaat bagi dunia kesehatan. Dokter Weni melalui wawancara dengan Akbar (2019) menjelaskan bahwa informasi kesehatan yang tersebar di dalam internet memiliki sisi positif dan negatif. Positif dan negatif yang didapatkan dari konten yang membahas mengenai kesehatan kembali lagi terhadap masyarakat yang mampu untuk mengolah informasi tersebut. Tentunya, apa yang tersebar di internet merupakan diagnosa  secara mentah dan tidak boleh dipercaya secara langsung.Â
Hal tersebut dikarenakan diagnosa yang akan diberikan kepada masing-masing pasien berbeda sesuai dengan keadaan yang dirasakan. Saat ini banyak konten video hingga artikel di media sosial yang memaparkan ciri-ciri dari gangguan kesehatan mental tertentu. Di dalam pembahasan konten tersebut memang disebutkan beberapa ciri khusus yang akan dialami oleh orang dengan gangguan kesehatan mental tertentu. Tetapi, terdapat beberapa persepsi dan ciri umum yang nyatanya dapat dirasakan oleh orang yang tidak memiliki gangguan kesehatan mental.Â
Dengan perasaan "Oh, saya juga seperti itu" setelah mengonsumsi konten tersebut membuat seseorang dapat mendiagnosa dirinya sendiri dengan gangguan kesehatan mental.Â
Maskanah (2022) menjelaskan bahwa self diagnosed adalah sebuah peristiwa di dalam dunia kesehatan ketika seseorang memutuskan bahwa dirinya memiliki sebuah penyakit dari informasi yang didapatkannya. Orang biasanya melakukan diagnosa diri sendiri dikarenakan takut untuk menemui ahli terkait gejala yang ia rasakan. Rasa takut tersebut menghasilkan diagnosa yang nyatanya lebih besar dari dugaan. Selain itu, permasalahan ekonomi berhubung biaya konsultasi kesehatan mental yang terkenal tidaklah murah.Â
Self diagnosed ini tentunya merupakan hal yang berbahaya terutama bagi orang yang melakukan hal tersebut. Informasi yang tersebar di internet perlu dipertanyakan kembali kevalidan yang ada. Dengan informasi yang diolah secara mentah tidak dapat menjadi jaminan bahwa seseorang mengalami gangguan kesehatan mental. Ketika seseorang melakukan self diagnosed mereka cenderung akan mencari cara untuk mengobati penyakit yang mereka miliki kembali melalui internet. Informasi yang tidak benar di internet dapat menjadi salah langkah dalam mengobati suatu hal. Khususnya kesehatan mental hal yang memerlukan bantuan para ahli untuk mengobatinya.Â
Generasi Z menjadi generasi yang dapat dibilang menguasai era digital sekarang ini. Hal tersebut dikarenakan generasi Z tumbuh dan berkembang didampingi dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Tetapi, hal tersebut tidak menutup kemungkinan sifat self diagnosed yang dimiliki. Banyaknya informasi yang belum tentu benar menguatkan kepercayaannya mengenai penyakit yang mungkin dialami. Padahal, hal tersebut belum tentu benar dan harus didampingi dengan ahli.Â
Dilansir dari situs resmi Kementerian Kesehatan (2022) terdapat beberapa hal yang menjadikan self diagnosed adalah hal yang sangat berbahaya, yaitu:
Under diagnosed
Kejadian ini merupakan ketika seseorang mengklaim penyakit yang dimilikinya merupakan penyakit yang ringan. Orang tersebut akan abai terhadap penyakitnya dan mengaku tahu cara untuk menanganinya. Tetapi, pada kenyataanya apa yang diidap merupakan hal yang lebih berat dibandingkan dengan apa yang ia percayai.Â
Over diagnosed
Kejadian ini merupakan orang yang merasa panik terhadap apa yang dipercayai. Berdasarkan informasi yang didapatkan seseorang akan menganggap dirinya memiliki penyakit yang sangat berat sehingga tidak tahu cara yang tepat untuk mengobatinya bahkan dapat berpikiran untuk mengakhiri hidupnya.Â
Misdiagnosed
Informasi yang dipercayai nyatanya tidak sesuai dengan apa yang diidapnya sehingga orang tersebut menemui ahli yang salah dalam mengobati permasalahannya. Kesalahan dalam pengobatan tentunya dapat menjadi langkah dalam membuat sebuah penyakit menjadi lebih parah.Â
Self stigma
Dengan penyakit yang dipercayai, seseorang akan merasa bahwa terdapat banyak emosi dan pandangan negatif terhadap dirinya. Padahal, pandangan negatif dan penyakit yang dideritanya belum tentu nyata.Â
Gangguan kesehatan mental merupakan gangguan yang terjadi di dalam saraf otak. Penanganan terhadap gangguan ini tidak bisa disamakan sekedar dengan cara menjaga pola kehidupan yang sehat. Gangguan kesehatan mental dapat menyerang siapa saja. Namun keadaan yang kompleks hingga gejala berat yang dialami harus ditangani oleh ahli. Jika hanya berpegang teguh terhadap informasi yang didapatkan melalui pencarian Google dan konten di media sosial, gangguan kesehatan mental tidak dapat dibuktikan secara valid.Â
Dengan adanya kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi, kesehatan mental mendapatkan banyak perhatian bagi masyarakat, khususnya generasi Z. Saat ini, banyak konten yang berlalu-lalang di media sosial mengenai kesehatan mental. Konten ciri-ciri mengenai gangguan kesehatan mental menjadi topik yang banyak diminati generasi Z. Berdasarkan konten yang ada, hal tersebut dapat memicu self diagnosed bagi generasi Z.
Padahal, self diagnosed merupakan hal yang berbahaya bagi dirinya sendiri. Dapat disimpulkan bahwa self diagnosed merupakan langkah yang tidak boleh dilakukan dan malah dapat menjadi pemicu gangguan kesehatan mental lainnya. Baiknya, jika merasakan ada hal yang tidak beres dengan kesehatan mental segera temui ahli dan kosultasikan permasalahan sehingga mendapatkan penanganan yang tepat.Â
Daftar Pustaka
Akbar, M. F. (2019). Analisis Pasien Self-Diagnosis Berdasarkan Internet pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. DOI: 10.31227/osf.io/6xunsÂ
Kementerian Kesehatan. (2022). Bahaya Melakukan Self Diagnosis Gangguan Jiwa. https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1436/bahaya-melakukan-self-diagnosis-gangguan-jiwa diakses pada 13 Desember 2022.Â
Maskanah, I. (2022). Fenomena Self-Diagnosis di Era Pandemi COVID-19 dan Dampaknya terhadap Kesehatan Mental. JoPS: Journal of Psychological Students 1(1).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H