Mohon tunggu...
Nurul Syarifah
Nurul Syarifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Seorang mahasiswi Universitas Negeri Jakarta yang memiliki hobi menulis dan menggambar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Adab dan Ilmu Tidak Terpisah

26 Juni 2024   11:20 Diperbarui: 26 Juni 2024   11:34 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nurul Syarifah dan Syamsul Yakin/dokpri

Sebagai sebuah ilmu, dakwah dan retorika harus dikembangkan semata berdasarkan pada ilmu pengetahuan. Namun di dalam ilmu dakwah dan ilmu retorika tetap ada adab. Meskipun kedua ilmu bebas nilai, tetap harus mempertimbangkan kebenaran. Dengan kata lain, ilmu dakwah dan ilmu retorikan terikat dengan adab yang bersumber dari ajaran agama dan budaya.

Adab dan ilmu dalam  retorika dakwah sepatutnya dipadukan. Dalam konteks ini berlaku "ilmu bukan untuk ilmu", tapi ilmu untuk kebaikan dan kemudahan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Dengan kata lain, ilmu itu untuk kemanusiaan. Dalam konteks inilah pentingnya keberadaan adab.

Secara praktek, retorika dakwah itu bukan hanya ilmu berdakwah secara menarik dan efektif, tetapi juga aturan kesopanan dan budi pekerti yang agung.  Ketika retorika lahir dari rahim budaya, merangkak jadi seni bertutur,  tumbuh jadi pengetahuan, dan secara permanen diakui sebagai ilmu, pada titik tertinggi inilah retorika perlu diikat oleh adab. Budaya, seni, pengetahuan, dan ilmu manusia harus dipadu dengan adab.

Begitu juga dakwah. Berawal dari dogma atau ajaran agama, lalu jadi pengetahuan berdasar pengalaman yang belum teruji secara ilmiah, lalu menjadi ilmu dakwah yang didampingi adab. Di dalam berdakwah melekat kesopanan, keramahan, dan budi pekerti seorang dai.

Memadukan adab dan ilmu dalam retorika dakwah meniscayakan dua hal. Pertama, tergusurya komodifikasi dakwah. Komodifikasi dakwah menjadikan dakwah sebagai komoditas atau barang dagangan. Selama ini komodifikasi dakwah berlindung di bawah payung profesioalisme dan manajemen. Dai yang berilmu dan beradab menolak komodifikasi dakwah.

Dai dan mitra dakwah itu dilarang keras membisniskan dakwah. Namun dai dan mitra dakwah boleh mendakwahkan bisnis karena Nabi, para sababat, dan ulama banyak yang berprofesi sebagai pedagang. Dai harus menghidupkan dakwah bukan menggantungkan hidup dari berdakwah.

Kedua, memadukan ilmu adab dan ilmu dalam retorika dakwah akan menghantarkan dai menjadi profesional dalam pengertian yang sebenarnya. Makna profesional itu bukan terkenal, memiliki manajer, dan harus dibayar, tetapi memiliki adab dan ilmu dalam berdakwah dan beretorika.

Makna profesional itu bukan tidak memiliki pekerjaan sebagai dai. Dai boleh bekerja sebagai  apapun tanpa menanggalkan aspek profesionalisme. Sebab makna dai profesional dalam konteks ini adalah menghayati sepenuh hati yang dikatakan dan mengamalkannya berdasar adab dan ilmu. Oleh karena itu penting untuk menyeimbangkan antara kemampuan retorika dan adab dalam berdakwah.

Retorika

oleh Nurul Syarifah dan Syamsul Yakin

Mahasiswi dan Dosen UIN Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun