Mohon tunggu...
Nurul Septiani Wulan Sari
Nurul Septiani Wulan Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Instagram : @nurulwlnsri

Selanjutnya

Tutup

Indonesia Sehat Pilihan

Mencekamnya Tumpukan Sampah di Bantargebang Hingga Disebut Gunung "Emas" Bagi Penduduk Bantargebang, Kota Bekasi

31 Januari 2023   15:50 Diperbarui: 31 Januari 2023   16:42 3469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Bantargebang adalah sebuah kecamatan di Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Di kecamatan ini terdapat tempat penampungan sampah akhir yang menjadi tempat utama pembuangan sampah. Nama dari wilayah ini juga dikenal karena hadirnya Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang. TPST Bantargebang terletak di Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan Cikiwul, dan Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi.

Sebagai warga Indonesia yang diingat dari bantargebang ialah kata bau.  Bantargebang dianggap oleh masyarakat sebagai tempat yang jelek dan kumuh. Keberadaan sampah dianggap sebagai sumber penyakit, dan merusak estetika. Tempat yang dijadikan TPST oleh pemprov DKI Jakarta tersebut dihuni oleh kurang kebih 100.000 penduduk. Tempat pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang memang berada di Kota Bekasi. Namun, secara fungsional merupakan tempat pembuangan sampah untuk daerah yang berasal dari Provinsi DKI Jakarta yang terdiri dari Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Jakarta Utara, serta dari Kota Bekasi itu sendiri.

Sebelum ditetapkan sebagai TPST, Bantargebang lebih dulu dikenal sebagai TPA Bantargebang. Selain untuk tempat pembuangan dan pengelolaan sampah, keberadaan TPST Bantargebang juga bermanfaat untuk ekonomi penduduk sekitar. Tidak sedikit dari mereka yang mata pencahariannya sebagai pemulung. Menurut beberapa warga sekitar yang berprofesi sebagai pemulung mengatakan bahwa dengan adanya TPST ini mereka bisa mendapatkan penghasilan. Bahkan pula ada sebagian yang mengatakan bahwa pendapatan yang dihasilkan dari bantargebang ini, sebagai pemulung mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Bantargebang juga dipandang bermanfaat untuk lingkungan. Pada umumnya sampah yang dimanfaatkan adalah jenis plastik, kaca, kaleng, bahan logam dan besi yang sulit diurai secara alamiah. Keberadaan pemulung di Bantargebang membantu mengurangi volume sampah terutama sampah yang sulit untuk diurai.

Sejak tahun 2019, Kondisi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang sudah  sangat mengkhawatirkan. Tingginya yang sudah mencapai tinggi seperti gunung. Kenyatannya, apabila dilihat dari jauh pun orang akan mengira bahwa Bantargebang mempunyai gunung. Pada tahun 2023, Tumpukan sampah di Bantargebang tingginya mencapai 40 meter atau setara dengan gedung 16 Lantai.

Kondisi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu ini semakin hari semakin mengkhawatirkan. Timbunan sampan di Bantargebang semakin hari semakin menggunung. Penyebab bertambah tingginya timbunan sampah disebabkan oleh tingginya tingkat konsumsi manusia, kepadatan penduduk, rendahnya kesadaran dan pendidikan masyarakat, kurangnya pemahaman tentang 3R (Reduce,Reuse, dan Recycle), dan diikuti dengan adanya sikap konsumtif atau pemborosan.

Masyarakat tidak menerapkan 3R dengan tepat. Mengapa saya membahasa mengenai 3R? Bukankah kita sudah diajarkan sejak kecil untuk pandai-pandai mengelola sampah. Mengurangi, menggunakan kembali, dan daur ulang itulah yang seharusnya kita lakukan. Bukannya membuang sampah sembarangan, seenak jidat kalian, tanpa memperhatikan lingkungan dan kesehatan bumi. Akibatnya, meningkatkan tumpukan sampah, munculnya sebutan gunung sampah, dan daya tampung TPST begitu pun juga dengan TPA melebihi kapasitas.

Membuang sampah memang terkihat sepele. Tahukan Anda? Jika anda membuang satu sampah setiap hari, berapa sampah dalam satu bulan yang terkumpul? Lebih-lebih lagi jika anda membuang sampahnya ditempat yang tidak seharusnya, seperti sungai, kali, parit, selokan, dan sebagainya. Hal itu hanyalah  akan menyumbat  aliran sungai  dan terjadilan banjir saat hujan turun. Selain itu, adanya sampah juga menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit.

Meskipun kondisi di Bantargebang seperti itu namun, banyak warga yang lebih memilih untuk tetap tinggal dan hidup di lingkungan tumpukan sampah. Penghasilan yang dihasilkan dari mengambil dan memilah sampah di Bantargebang disebut-sebut oleh warga sekitar mempunyai penghasilan yang lebih besar dibandingkan kerja di tempat lain. Hingga muncul sebutan gunung emas yang menggambarkan manfaatnya tumpukan sampah bagi warga tersebut. 

Mungkin sebelumnya kita tidak pernah menyangka bahwa sebenarnya yang kita anggap sampah itu ternyata memberikan manfaat bagi orang lain.

"Kalau kami kumpulkan satu bulan, gabrukan ini bisa sampai 2 kwintal, 3 kwintal bahkan terakhir saya nimbang sampai 4 kwintal. Setelah ditimbang kemudian ditotal, sama plastik, kaleng, kertas dan semuanya, kita dapat 1,2 juta dalam hasil timbangan itu." ujar warga sekitar.

Hal yang terlihat buruk sebenarnya adalah hal yang bernilai bahkan berharga untuk sebagian orang. 

"Banyak suka dukanya. Kalau ga besyukur sih ya banyak dukanya tapi karena selalu bersyukur dan mungkin ini jalannya ya kita syukuri saja. Yang penting kita sehat. Itu aja sih," ujar warga sekitar.

"Pasti taunya Bantargebang itu tempat bau. Di mata orang berdasi, TPA itu bau. Tapi bagi saya, di mata saya, itu sangat luar biasa buat saya." ujar bos donor sampah di Bantargebang.

Terlepas dari beberapa manfaat yang disebutkan di atas, pada dasarnya, tumpukan sampah yang sudah menjulang tinggi tidaklah baik untuk dipertahankan. 

Apakah kita bisa menghilangkan tumpukan sampah yang tertimbun selama bertahun-tahun di bantargebang? Jawabannya, jelas tidak bisa. Tetapi, kita bisa mengurangi tumpukan sampah di Bantargebang dengan mengurangi penggunaan kantong dan botol plastik, gunakan wadah atau tempat yang bukan sekali pakai, perbaiki barang yang rusak selagi masih bisa diperbaiki, mendaur ulang, menerapkan prinsip 3R, dan  meningkatkan kesadaran diri. Namun, mengapa masyarakat Indonesia sampai sekarang belum sadar akan bahayanya tumpukan sampah tersebut bagi negara Indonesia yang akan datang?. Kurangnya sosialisasi kah atau bagaimana?

Perilaku membuang sampah merupakan tindakan yang ditimbulkan dari bagaimana seorang individu memperlakukan sampah yang telah digunakannya. Apakah dengan membuang sampah sembarangan, apakah menyimpannya ataukah mendaur ulang atau kemudian meletakkannya di tempat sampah. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan dan kesadaran individu akan penting dan tidaknya sampah.


Sumber: Disarikan dari berbagai sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Indonesia Sehat Selengkapnya
Lihat Indonesia Sehat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun