Pramoedya Ananta Toer pernah berkata "Kalau orang tak tahu sejarah bangsanya sendiri–tanah airnya sendiri– gampang jadi orang asing di antara bangsa sendiri".Â
Komunitas Neo Historia mengajak generasi muda untuk mempelajari sejarah dengan cara yang menarik. Minggu, 15 Januari mereka menyambangi Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan di Jakarta Selatan.Â
Sesampainya di lokasi, pemandu wisata budaya memaparkan setiap koleksi kebudayaan Betawi dengan cara yang asyik. Di dalam museum, pengunjung dapat melihat-lihat koleksi budaya Betawi yang sudah jarang ditemui di kehidupan sehari-hari.Â
Ternyata, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengakui delapan ikon budaya Betawi. Adapun delapan ikon tersebut adalah Ondel-Ondel, Kembang Kelapa, Ornamen Gigi Balang, Kerak Telor, Bir Pletok, Baju Sadariah, Kebaya Kerancang dan Batik Betawi.Â
Pada zaman nenek moyang, Ondel-Ondel–boneka raksasa yang diarak ramai-ramai– digunakan untuk upacara tolak bala. Saat ini, Ondel-Ondel sering digunakan untuk meramaikan pesta rakyat, pernikahan, khitanan, dll.Â
Pemandu wisata budaya menuturkan batik Betawi identik dengan warna-warna yang mencolok. Motif batik Betawi juga dipengaruhi oleh budaya Arab, Cina, India dan Belanda. Filosofi dari batik Betawi adalah sebagai keseimbangan alam semesta untuk memenuhi hidup yang sejahtera dan berkah.
Kuliner khas Betawi, Kerak Telor mudah ditemui saat festival kuliner dan perayaan hari besar. Saat zaman penjajahan Belanda, buah kelapa sangat melimpah sehingga masyarakat Betawi mengolahnya menjadi beragam makanan. Salah satunya Kerak Telor yang menjadi makanan favorit hingga saat ini.
"Jalan-jalan ke cikini
Cuma buat cabut gigi
Nyok lestarikan budaya ini
Kalo bukan kite siape lagi"
Bir Pletok adalah bir tradisional khas Betawi yang tidak mengandung alkohol. Berawal dari kebiasaan londo (orang berkulit putih dan berambut blonde) meminum wine, pribumi lalu bereksperimen membuat bir dari rempah-rempah yang memiliki ragam manfaat.Â
Selain delapan ikon budaya Betawi, di lantai pertama terdapat pernak-pernik pernikahan termasuk roti buaya lengkap dengan seserahannya. Sedangkan untuk lantai dua museum, ada koleksi perabotan rumah tangga khas Betawi seperti meja kanjengan, lampu minyak tanah, alu, pane dan langseng.Â
Kemudian, di luar museum terdapat sebuah panggung terbuka yang dinamakan Amphitheatre. Saat perayaan hari besar Amphitheatre digunakan untuk menampilkan kesenian budaya Betawi seperti lenong, palang pintu dan juga seni tari khas Betawi.
Pengunjung juga bisa melihat empat jenis rumah adat Betawi yang berada di sekeliling Amphitheatre. Perbedaan yang mencolok dari keempat rumah adat Betawi adalah bentuk atapnya.Â
Rumah kebaya memiliki bentuk seperti pelana yang dilipat, rumah gudang berbentuk persegi panjang dan memiliki struktur atap seperti pelana, sedangkan rumah panggung berdiri di atas penyangga dari kayu dan terakhir rumah joglo seperti adat Jawa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H