Selamat Hari Lingkungan Hidup Sedunia!Â
Semoga kita selalu diberi kesempatan dan kemudahan untuk melakukan hal-hal baik, demi planet Bumi yang makin sehat, ya. Salah satunya, tentu berupaya untuk menurunkan tingkat emisi. Contoh keciiill aja nih, gais. Siapa yang kalo mau ke minimarket yang berjarak 100 meter doang, eh, auto naik sepeda motor? Wkwkwkw, no wonder kalau emisi gas buang makin segabruk, ya. Ha wong lifestyle masyarakat ya masih terlalu attached banget sama kendaraan bermotor.
Jujur aja, aku dulu juga termasuk barisan mager mager club kek gitu. Rasanya malessss kalo kudu jalan kaki, euy. Apalagi, aku kan tinggal di Surabaya, yang mana sentrongan sinar mataharinya nih sungguh ulala paripurna senantiasa! Cobain deh, jalan kaki 300 meter aja, pas jam 10 pagi di kota Surabaya. Dijamin, pancaran sinar mentari nemplok dan meresap sampai ke ubun-ubun!
Pikir punya pikir, kenapa yhaaa, kok kita enggak mengoptimalkan keberlimpahan sinar matahari yang mak joossss ini? Iya loh, Indonesia ini super duper punya privilege, jadi negara tropis yang dapat sinar matahari dalam durasi lama.Â
Bahkan, di musim penghujan-pun, kita tetap dapat sinar sang surya, kan? Apalagi dalam berbagai riset disebutkan bahwa sinar matahari adalah sumber energi yang terbarukan! Lebih ramah lingkungan, menekan emisi karbon, juga jauuuhh lebih irit. So, mestinya ini jadi concern banyak pihak, ye kan?
Pemanfaatan Sinar Matahari untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)Â
Ternyata bukan hanya saya yang kepo perihal PLTS ini. Teman-teman member Cak Kaji (Cangkrukan Kompasianer Jawa Timur) merasakan hal serupa. Penasaran banget dengan gimana ya, metode dan penerapan PLTS di kehidupan nyata. Rupanya, kekepoan kami siap mendapatkan jawaban cespleng. Senin (3/6) pagi, kami berkumpul di kawasan Basuki Rahmad, untuk menyimak pemaparan dari Kak Krismaya, Manager Research and Development Utomo SolaRUV, salah satu perusahaan penyedia jasa solar panel dan derivasinya.Â
"Kenapa sih kita kok harus mulai beralih ke energi baru dan terbarukan (EBT)?" Kak Krismaya membuka diskusi pagi itu dengan sebuah pertanyaan.Â