Mohon tunggu...
Nurul Rahmawati
Nurul Rahmawati Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger bukanbocahbiasa.com | IG @bundasidqi | Twitter @nurulrahma

Halo! Saya Ibu dengan anak remaja, sering menulis tentang parenting for teens. Selain itu, sebagai Google Local Guides, saya juga kerap mengulas aneka destinasi dan kuliner maknyus! Utamanya di Surabaya, Jawa Timur. Yuk, main ke blog pribadi saya di www.bukanbocahbiasa.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Stres karena Lingkungan Kerja plus Bos Toksik? Enjoy Aja!

22 Mei 2021   08:08 Diperbarui: 22 Mei 2021   08:27 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama berkarir di sejumlah korporat, saya sih sudah mengalami aneka ragam lingkungan kerja toksik. Baik itu secara harafiah, maupun secara konotatif. 

Saya pernah kerja di industri rokok. Padahal, saya benciii banget sama yang namanya asap rokok, perokok, bau rokok, asbak dan derivasinya. Begitulah hidup. Biar kita benci segimana, eh... ternyata ketulah juga wkwkwk. 

Ya namapun resiko bekerja sebagai budak korporat (terjemahan bebas dari corporate slave) udah pasti saya paham resiko bekerja di korporasi/ industri rokok. Hampir semua rekan kerja saya adalah perokok aktif. Klebas-klebus all the time! Meskipun sedang bekerja di dalam ruangan ber-AC, mereka tetap menyedot batang "tuhan sembilan senti" itu, dan menghembuskan asapnya ke berbagai penjuru, whoosss!

Mau lebih epic lagi? Saya kerja di korporasi rokok itu, ketika sedang berbadan dua. :-D Maknyussss! Otomatis diriku dan janin dalam perut ini terpapar asap rokok SETIAP HARI setiap saat setiap waktu. Mau kabur? Ya, mana mungkin? Kerjaan berentet kudu segera dirampungkan. Lebih perfecto lagi nih, bos eikeh adalah tipikal boss yang mirip banget dengan Miranda Priestly, sosok boss perfeksionis yang ada di film The Devil Wears Prada. Mamam tuhhh!

Boss saya ini punya ekspektasi yang luar biasa. Saya kan kerja sebagai public relations. Bergaul, bersahabat, membina relasi dengan para jurnalis adalah tugas yang harus saya emban. Boss selalu bertitah, bahwa event perusahaan kami kudu dapat coverage berita yang gede, dengan angle pemberitaan super positif, dan sebagainya. 

"Kita kan udah sering bayar mahal untuk pasang iklan di koran A. Nggak tahu gimana caranya, kamu harus bisa make sure wartawan dan redaktur untuk bikin tulisan yang lebih bagus!" tukas Boss ketika nyap-nyap di morning meeting, lantaran koran A cuma memuat berita secuit tentang event peresmian pabrik rokok kami. 

Ya sudah, embuh piye carane (ga tau gimana caranya) saya kudu berjibaku, supaya bisa memenuhi target boss. 

Cukup sampai di sini? Oh, tunggu dulu, Ferguso!! Seperti yang saya bilang, Boss saya ini punya karakter beti beti alias beda tipis sama Miranda di film The Devil Wears Prada. 

Ingat adegan ketika Miranda memerintahkan anak buahnya untuk berburu hard copy Harry Potter terbaru yang belum di-release? Nah, itu kan urusan pribadi, ya. 

Boss yang baik seharusnya tidak mencampuradukkan urusan pribadi dengan urusan kantor. Yeah, kalau sesekali, atau terkait urusan yang sifatnya urgent sih, monggo aja. Tapiii... kalau urusan me-laundry pakaian untuk kawinan, lalu memastikan pakaian laundry-an itu daku titipkan ke teman yang sedang ada business trip dari Surabaya ke Jakarta.... menurut ngana? Duhh, ampuuun pak Boss!

(ehh.... tetiba jadi ingat film MY STUPID BOSS wkwkwwk) 

Bareng Reza Rahadian, pemeran
Bareng Reza Rahadian, pemeran "My Stupid Boss" (dok.BukanBocahBiasa.com)
Tapiii, anehnya, biarpun berada di lingkungan kerja toksik (baik secara fisik maupun psikis) saya betah tuh kerja di perusahaan tersebut. Walau nyaris tiap hari kuping dan hati ini berasa teriris, karena boss-ku terus menerus menuntut ini itu ina inu, yaaaa daku sih tetep enjoy! Kiatnya apa? 

(1). Gaji, fasilitas dan remunerasi maknyus

Tidak bisa dipungkiri, kerja di industri multinasional itu, bikin rekening bank-ku auto gendut setiap tanggal 25. Gajinya (untuk ukuran pekerja fresh graduate) sangat lumayan banget! Udah gitu, banyak fasilitas yang kita dapatkan. Plus, ada kesempatan untuk dapat Beasiswa belajar ke luar negeri bagi karyawan yang menunjukkan prestasi menawan. Siapa yang nggak ngiler, coba? 

(2). Kesempatan Traveling Abidin 

....Abidin alias Atas Biaya DInas ;) Pabrik rokok ini menguasai pangsa pasar di seluruh wilayah Indonesia. Otomatis, saya kerap ditugasi untuk business trip ke berbagai destinasi dalam negeri. Medan, Manado, Gorontalo, Palembang, Padang dan berbagai kota-kota lain yang belum tentu bisa saya samperin kalau tidak meniti karir di industri ini. 

Lebih maknyus lagi, udah traveling dibayari kantor, eh, masih juga dikasih allowance yang (lagi-lagi) bikin rekening makin menggendut! Penerbangan kelas 1, hotel (minimal) bintang 4, boleh pesan makanan apaaaa aja... duh, benar-benar pengalaman business trip yang super awesome!

(3). Saya pernah berada di lingkungan kerja yang lebih "menyiksa"

Hohoho.... sebelum kerja sebagai public relation, saya adalah presenter dan reporter sebuah stasiun TV yang kudu meng-cover aneka berita di Surabaya dan sekitarnya, plus kudu siaran pagi. Bayangkan, SETIAP HARI saya kudu ke kantor jam 3 pagi, dan baru pulang jam 8 malam, TANPA duit lembur.

Ulalaaa.... rasanya udah kayak kerja sama VOC :D Bener-bener kerja rodi, dengan gaji yang bikin istighfar. Fasilitas? Boro-boro. Mungkin karena kami para jurnalis ini dianggap 'kerja sesuai passion' jadinya yaaahhh begitulaahh gaji seadanya.... tunjangan, remunerasi dll nggak bisa diandalkan juga. 

Nah, karena itulah, saya menganggap toksiknya lingkungan kerja di pabrik rokok ini enggak ada apa-apanya. Boss saya memang demanding dan super-duper-extra-perfeksionis. Tapiii, ya sudahlah. saya anggap itu resiko kerja di multinational corporation. Barangkali, di tempat lain, bossnya malah lebih galak atau bahkan melakoni pelecehan seksual / mem-bully karyawan?

(4). Teman-teman yang Asyik 

Walaupun ngeselin karena masuk kategori heavy smokers, teman-teman saya tuh punya karakter yang asyik. Alhamdulillah, saya bersyukur dikelilingi sesama budak korporat yang selalu siap ketawa dan 'puk puk' bareng setiap ada masalah. Ini kan gunanya teman? Berbagi suka dan duka bersama. Oh, so sweet :D

(5). Aku Bekerja, Maka Aku Ada

Jadiii, saya nih dibesarkan oleh single parent. Ibu saya bekerja sebagai guru, dengan nominal gaji yang tidak seberapa, tapi cukup untuk menghidupi kami sekeluarga. 

Ibu adalah role model dalam hidup. Saya semakin takjub dan mengapresiasi sosok Ibu, karena beliau bekerja. 

Memodifikasi kutipan Descartes, Saya berpikir maka saya ada..... Boleh kan bikin versi sendiri "Aku bekerja maka Aku Ada."

To sum up, berada di lingkungan kerja toksik, menuntut kemampuan adaptasi dan point of view yang berbeda. Memang menyebalkan, tapi di dunia yang fana ini, bukankah tidak ada pekerjaan/ tempat kerja yang 100% SEMPURNA?

Saya pun pernah berada di lingkungan kerja yang damai, aman, nyaman, sentosa. Boss dan rekan kerja baik-baik calon penghuni surga. Tapi.... gajinya? Tiap buka slip, rasanya seperti mengiris bawang. Bikin mewek kejer, cuyy!

Apalagi di masa pandemi seperti sekarang, punya pekerjaan tetap adalah sebuah karunia yang harus terus-menerus disyukuri. 

Ingat-ingat, STRES karena kerjaan jauh lebih FUN ketimbang STRES karena nggak punya kerjaaan. 

Semangat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun