"Ternyata saya bisa bikin film yang gemes-gemes lucu gitu." (Edwin, Sutradara)
"Kalo nonton film ini, ada rasa yang sukar diungkapkan dengan kata-kata." (Dian Sastro, pemeran Aruna)
"Film ini paling cocok ditonton sama sahabat, keluarga, saudara, ajak rame-rame deh." (Oka Antara, pemeran Farish)
 Minggu, 23 September, para pemain, sutradara dan produser "Aruna dan Lidahnya" bertandang ke Surabaya. Selain press conference, mereka juga menghelat meet and greet serta nonton bareng di CGV Blitz - Marvell Sity Surabaya.Â
Saya udah lumayan lama nggak nonton film di bioskop. Begitu dapat undangan untuk datang di press and bloggers movie screening ini, udah pasti saya yang...."Aha! Saya kudu datang!"
WHY?
Ada Dian Sastro, gitu lho. Buat saya, Dian Sasto ini one of #CrazyRichAsian yang menunjukkan dedikasi, kerja keras, dan stok energinya tuh kayak ngga habis-habis. Doi punya bisnis resto premium, Frame a Trip yang menyediakan jasa fotografer professional di berbagai negara, tetap main film, pelari marathon (barusan ikut Berlin Marathon) dan.... Jadi ibubangsa yang baik untuk anak-anaknya.
(at least, kalo lihat di IG story, Dian sering banget bacain buku sebelum tidur, ngecek hasil ulangan Syailendra, intinya dia ibu yang sangat concern dengan tumbuh kembang anak).
Selain itu, aku juga penasaran dengan film besutan EDWIN. Setelah nggarap "POSESIF" dengan begitu brilian, aku yakin bahwa Edwin ini 'anti-mainstream director' yang dimiliki republic ini. Sooo... aku kudu datang!
***
Press conference berjalan singkat, padat dan jelas. Tanya jawab seputar apa adegan menarik di film, dan seterusnya. Sepanjang presconf, wajah Dian Sastro kelihatan capek banget. Eikeh maklum banget, sist. Dirimu kan kudu melakoni banyak hal. Promo film secara marathon juga, jadi ya wajar lah, kalo sepanjang press conference, Dian lebih banyak menunjukkan wajah Lelah apa adanya. Yap, itu membuktikan kalo Dian juga manusia biasa, yang tak sempurna.... Dan kadang salaah..... *nyanyik*
Yang mayan menghibur adalah ... Nicholas Saputra! Yeah, makin ke sini, NicSap emang kian "lakik banget". Kulitnya lebih tanned. Agak agak coklat, karena doi gila traveling banget yak. Nico lebih rileks, menikmati setiap acara dan kelihatan "matang" plus makin memancarkan pesona.
***
Oke.
Sekarang mari bahas filmnya. Acara Nobar dilangsungkan di CGV Blitz, Marvell City Surabaya. Kursi bioskop udah penuh banget. Kalo dilihat dari gestur, wajah, dan teriakan mereka, mayoritas penonton adalah penggemar Dian Sastro-Nico.
Kali ini, Dian-Nico berperan sebagai sahabat, bukan as couple. Aruna ini bekerja sebagai ahli wabah, di One World, sebuah NGO yang ditunjuk sebagai rekanan instansi P2P. "Konon", ada kasus flu burung yang terjadi di sejumlah daerah. Nah, Aruna diminta untuk menginvestigasi kasus itu.
Syuting dilakukan di 4 (empat) kota, yakni Surabaya, Pamekasan, Pontianak dan Singkawang. Di sepanjang film, kita bakal dimanjakan dengan panorama plus makanan-makanan yang menggugah selera dan rentan menerbitkan liur.
Impresi saya terhadap film ini, well.... Saya demen banget dengan chemistry yang terbangun di antara ke-4 pemain. Nicholas Saputra tampil sangat rileks, menyenangkan, dan "dekat". Dia udah kayak 'the boy next door', sahabat kita banget yang rela mendengarkan segala keluh kesah, plus puk-pukin kita kalo lagi ada masalah. Kayaknya ini karakter yang emang aslinya si Nico ya seperti ini. Cheerful, lincah, doyan masak, celetukannya bikin ngakak so hard! Cowok ala chef Bono ini patut dikloning deh.
Gitu juga dengan Farish (Oka Antara), si dokter hewan yang kaku, atau Nad (diperankan Hannah al-Rasyid) yang sangat sangat joyful, full smile, hidupnya seolah hura-hura tanpa derita.
Dialog dan interaksi antar pemain ini memang super asyik, related dengan kehidupan sehari-hari. Yaaaa, intinya film yang kalo dilihat generasi 90-an, kita bakal membatin "Waaahhh, itu gue banget tuh!"
Banyak adegan happy-happy joy-nya. Ada beberapa dialog yang sekilas biasa aja, tapi kalo diresapi, kok dalem banget ya. All in all, ini film yang menghibur plus bikin Baper (bawaannya laper)
***
Saya awalnya memasang ekspektasi kelewat tinggi, karena sutradara film ini adalah Edwin. Yep, Edwin ini sutradara yang gemar mengeksekusi film dengan style yang quirky, nyentrik dan anti-mainstream. Banyak symbol yang bermain dengan sangat ciamik di film besutan Edwin. Melihat film-film besutan dia yang terdahulu, saya berharap ada sesuatu "strong message" yang dia lontarkan. Dan, sorry to say... ternyata harapan saya terlalu tinggi. Aruna dan Lidahnya tergolong 'entertaining movie', pesan yang disodorkan kurang "menyodok".
Tapiii... ya gimana lagi, mungkin kali ini Edwin memang kudu meng-create film yang 'gemes-gemes' gitu. Bukan tipikal thriller, atau romansa yang dark, sebagaimana "Posesif" yang juga diproduksi Palari Films.
Anyway.... Kelar nonton film ini, hati saya lumayan bungah. Terhibur dengan aneka celetukan Bono and the gang yang ada di situ. Buat kalian, jangan lupa untuk bareng-bareng saksikan "Aruna dan Lidahnya" mulai 27 September yak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H