Terminal Teluk Lamong (TTL) adalah sebuah terminal pelabuhan yang canggih, semi-automatic, ramah lingkungan dan bertaraf Internasional. Sejumlah negara melakukan kunjungan dan belajar pada manajemen TTL yang berlokasi di Osowilangun, Surabaya ini. Mendengar kata "terminal", kebanyakan dari kita langsung mengasosiasikan dengan bisnis yang sangat maskulin alias "laki banget". Aktivitas bongkar muat di pelabuhan memang sebuah pekerjaan yang identik dengan kaum pria.
Tahukah Anda, bahwa top leader di TTL adalah seorang perempuan? Yap, Ibu Dothy, itulah sosok perempuan tangguh yang diamanahi sebagai Direktur Utama Terminal Teluk Lamong. Beberapa waktu lalu, saya sempat bersua dan melakukan exclusive interview dengan beliau. Berikut petikan perbincangan kami.
Secara pribadi, bergaul dan bekerja dengan laki-laki adalah hal yang sudah biasa bagi saya. Saudara kandung saya banyak yang laki. Saya kuliah di kampus ITB yang mayoritas mahasiswanya juga laki. Sebelum di TTL, saya juga bekerja di Terminal Petikemas, dan banyak berinteraksi dengan laki-laki juga. Jadi saya sudah terbiasa. Tidak menganggap bahwa bekerja bersama laki-laki itu menakutkan, atau membuat cemas.
Karena itulah, saya akhirnya mempunyai sikap yang setara ketika bekerja bersama kaum adam. Memilih karyawan baru tidak berdasar perbedaan gender, akan tetapi karena memang kemampuannya sudah mumpuni.
Jadi sebaiknya kita juga bersikap setara ketika harus bekerja dan bekerjasama dengan laki-laki. Tidak perlu minder, juga tidak perlu bersikap jumawa. Percaya diri dan bekerjalah sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Saya harus melakukan shifting atau penyesuaian gaya kepemimpinan dengan karakter anak-anak muda yang bekerja di Terminal Teluk Lamong. Seperti halnya ciri khas generasi millenials yang harus connected to social media, innovative, fast moving and open mind, maka sayapun berusaha mengikuti ritme kehidupan sosial mereka. Gaya bekerja yang luwes, serius tapi santai dan pastinya digitalize.Â
Yang jelas, perusahaan ini saya bawa ke arah spiritual. Bagaimanapun juga, sebagai orang beriman, dalam menghadapi setiap permasalahan hidup, baik susah maupun senang, harus selalu dibawa ke Allah. Kita memang tidak bisa memuaskan atau menyenangkan semua orang. Tapi selama kita niatkan sebagai sarana beribadah dan mengabdi pada Allah, maka hasilnya akan berkah.
Untuk menyeimbangkan karir dan keluarga, apa tips yang bisa Ibu berikan?
Yang jelas, dalam keluarga, yang kami tekankan adalah agama. Saya bilang ke anak-anak, "Mama-papa tidak bisa mengawasi kamu setiap saat, karena kami juga punya aktivitas masing-masing. Tapi camkan, bahwa Allah, Tuhan semesta alam, senantiasa mengawasi kita kapanpun di manapun. Nah, dengan berbekal keyakinan bahwa "Allah mengawasi aku setiap saat" niscaya bisa menjauhkan anak-anak dari keinginan dan kemungkinan untuk berbuat hal yang buruk.
Misalnya, kita jarang bisa mendampingi anak belajar, berarti harus cari guru les, delegate it.
Saya juga berupaya melibatkan anak-anak untuk tahu apa aktivitas mamanya setiap hari. Kalau mereka lagi libur sekolah, kadang saya ajak untuk berkunjung ke TTL. Gimana, mau lihat alat-alat? Saya ajak mereka untuk lihat crane dan alat berat lainnya.
Yang saya tularkan ke anak-anak adalah karakter pekerja keras dan harus passionate dalam setiap karir yang kita pilih. Harus serius dan sungguh-sungguh. Saya enginer, papanya dokter. Nah, anak-anak zaman now ini punya passion yang berbeda dengan orang tuanya. Tidak masalah, saya justru appreciate dengan cita-cita yang beragam. Yang penting mereka bertanggung jawab dengan apa yang sudah dipilih.
Anak saya menjawab, "Ya elah Maa, masak yang kayak begituan jadi idola?"
Kita harus bisa menjalin kedekatan dengan anak. Ini sekaligus sebagai upaya agar anak kita bisa menilai mana yang bagus dan bisa jadi idola, juga mana yang tidak patut dicontoh. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H