Mohon tunggu...
nurul pujiastuti
nurul pujiastuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Ikuti kata hati bukan ikuti kata orang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kajian Hukum Perdata islam

21 Maret 2023   22:20 Diperbarui: 21 Maret 2023   22:57 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Pengertian "hukum perdata Islam" secara etimologis dapat diuraikan sebagai berikut:
Hukum adalah perintah yang dikeluarkan oleh penguasa (negara). Dalam terminologi Islam, ungkapan sepadan ini sesuai dengan makna mu'amalah. "Hukum Perdata Islam" adalah aturan yang dirumuskan berdasarkan wahyu Sunnah Allah dan Nabi tentang perilaku mukalaf dalam urusan perdata/Mu'amalah, yang diakui dan dianggap wajib bagi semua pemeluk agama Islam (di Indonesia).

2. asas dan asas pernikahan Undang-undang nomor 1 tahun 1974 ada enam: (a). Tujuan pernikahan adalah untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan kekal. Karena laki-laki dan perempuan harus saling melengkapi agar Setiap orang dapat mengembangkan kepribadiannya untuk membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material. (b). Undang-undang ini menyatakan bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum setiap agama dan kepercayaan dan bahwa setiap perkawinan harus dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mendaftarkan pernikahan apa pun sama dengan mendaftarkan peristiwa penting dalam hidup, misalnya Kelahiran, kematian dalam piagam, dokumen yang juga termasuk dalam pencatatan nikah. (c). Undang-undang ini menganut asas monogami, hanya jika yang bersangkutan menghendakinya, karena diperbolehkan oleh hukum agama yang bersangkutan, seorang laki-laki dapat beristri lebih dari seorang. Perkawinan seorang laki-laki yang beristri lebih dari seorang, sekalipun para pihak menghendaki demikian, Ini hanya mungkin jika kondisi tertentu terpenuhi dan pengadilan memutuskan. (d). Undang-undang ini menetapkan prinsip bahwa calon pasangan harus matang lahir dan batin untuk melangsungkan perkawinan. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan perkawinan yang baik tanpa berakhir dengan perceraian dan memiliki anak yang baik dan sehat, perlu dicegah perkawinan antara calon suami dan istrinya yang masih di bawah umur, karena perkawinan tersebut berkaitan dengan masalah kependudukan, yaitu angka kelahiran harus dicegah Perkawinan antara calon pasangan yang masih di bawah umur. Karena terkait dengan ini adalah batas usia yang lebih rendah di mana seorang wanita dapat menikah, yang mengarah ke tingkat kelahiran yang lebih tinggi dibandingkan dengan batas usia yang lebih tinggi. Undang-Undang Perkawinan ini menetapkan batasan usia berpakaian bagi laki-laki dan perempuan, yaitu 19 tahun untuk laki-laki dan 19 tahun untuk perempuan. (e). Karena tujuan perkawinan adalah untuk mewujudkan keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera, maka hukum ini mengikuti prinsip bahwa perceraian itu sulit. Agar perceraian dimungkinkan, harus ada alasan-alasan tertentu (Pasal 19 Peraturan Negara No. 9/1975) dan harus diselesaikan sebelum sidang diPengadilan Agama Islam dan Pengadilan Negeri Non - Muslim. (f). Hak dan kedudukan istri seimbang dengan hak dan kedudukannya Suami baik dalam kehidupan keluarga maupun dalam masyarakat, sehingga dengan cara ini semuanya dapat dinegosiasikan dalam keluarga dan keputusan dapat dibuat tentang suami dan istri.
Asas menurut komplikasi hukum perdata islam: (a). Asas Persetujuan, Seharusnya tidak ada paksaan dalam pernikahan. Asas persetujuan tersebut tertuang dalam Pasal 16-17 KHI: Menikah dengan persetujuan calon pasangan. Mungkin Pernyataan yang jelas dan tegas. Ditulis, diucapkan atau dengan gerakan yang mudah dimengerti atau diam. sebelum itu terjadi Pegawai pencatatan nikah pertama-tama meminta dua saksi untuk persetujuan calon pengantin. Jika calon pasangan tidak menerima ini, pernikahan tidak dapat dilangsungkan. (b). Asas kebebasan, Asas kebebasan memilih pasangan, mengingat larangan pernikahan. Pasal 18 (tidak ada halangan perkawinan), 39-44 KHI (larangan nikah). (c). Asas hubungan suami istri Adalah asas kekeluargaan atau persamaan hak milik, hak dan kewajiban suami istri:(Pasal 77 KHI). Suami menjadi kepala keluarga, istri sebagai kepala rumah tangga dan penanggung jawab. (Pasal 79 KHI). (d). Asas untuk selama - lamanya, Pasal 2 KHI: kesepakatan yang sangat kuat untuk mematuhi perintah-perintah Allah dan terlibat dalam ibadah. (e). Asas kemaslahatan hidup, Pasal 3 KHI: Tujuan perkawinan adalah untuk mewujudkan sakinah, kehidupan rumah tangga yang mawaddah. Dan kasihan. (f). Asas kepastian hukum, Pasal 5-10 KHI: Perkawinan harus dicatat dan ditutup oleh pencatat, Nikah di Isbath di depan pengadilan agama, Referensi dipastikan dengan kutipan dari buku rujukan pencatatan nikah. Putusnya perkawinan karena perceraian ditetapkan dengan putusan pengadilan.

3.Pernikahan sah setiap saat dilakukan menurut hukum setiap agama dan kepercayaan. Selain itu, setiap perkawinan harus dicatatkan di kantor catatan sipil sesuai dengan peraturan yang berlaku. Akibat Hukum Perkawinan yang Tidak Dicatat Sekalipun dianggap sah secara agama atau agama, perkawinan yang dilakukan tanpa sepengetahuan dan pengawasan pegawai catatan sipil tidak mempunyai kekuatan hukum yang langgeng dan tidak diakui oleh hukum negara. Menurut hukum, perempuan tidak dianggap sebagai istri yang sah untuk berbagi harta bersama. Dia tidak berhak atas tunjangan dan warisan dari suaminya jika dia meninggal. Juga, istri tidak berhak atas harta bersama atau harta bersama di mana ada pemisahan hukum karena Menurut hukum negara, pernikahan itu tidak pernah diresmikan.

4. Pendapat para ulama yang membolehkan adanya perkawinan hamil antara wanita hamil dengan laki-laki tidak hamil menyimpulkan bahwa wanita hamil tidak termasuk wanita yang diharamkan untuk dinikahi sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 23-24. Surat An-Nur, ayat 3 juga menjelaskan bahwa pria yang berzina tidak boleh menikah, kecuali wanita yang berzina atau wanita yang musyrik; dan wanita yang tidak menikah kecuali dengan pria yang berzina atau dengan pria musyrik, yang diharamkan bagi orang beriman. Ayat ini tidak boleh dimaknai sebagai larangan yang melarang seorang wanita yang hamil karena zina untuk menikah dengan pria yang tidak mengandungnya, tetapi tidak pantas seorang pria menikahi seorang wanita dari sudut pandang yang wajar atau tidak pantas yang telah melakukan zina. atau sebaliknya. Laki-laki yang baik dan perempuan yang baik diharapkan menikah dengan perempuan atau laki-laki yang baik karena derajat keduanya sama.
Dalam kompilasi Hukum Islam tidak menjelaskan secara rinci perkawinan wanita hamil dengan pria yang tidak menghamilinya. KHI hanya menyebutkan bahwa menikahkan wanita hamil hanya dengan pria yang telah hamil tidak memberikan peluang bagi pria yang bukan penyebab kehamilan tersebut.  

5. Menghindari perceraian : Menjaga komunikasi yang baik dengan pasangan. Hormati pasangan Anda dan perlakukan mereka dengan baik. Hindari tindakan kekerasan. Hindari bersikap egois. Perbaiki kesalahan dengan jujur dan tulus. Berdoa dan pasrah kepada Tuhan.

6. Judul : Hukum perdata islam diindonesia. pengarang : Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M. A.
Kesimpulan inspirasi review buku : Buku ini memuat semua materi tentang hukum perdata Islam Indonesia. Menulis ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits serta pendapat para Ulama dan KHI. Penjelasannya cukup bagus dan lengkap serta pembahasannya mudah dipahami dan jelas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun