Mohon tunggu...
Nurul Nurul
Nurul Nurul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa yang sedang mencari jati diri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Segenggam Iman di Tanah Chicago

3 Desember 2024   15:07 Diperbarui: 3 Desember 2024   15:11 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ting", suara pintu lift lift terbuka. Seorang gadis baru saja keluar dari sebuah apartemen kecil di tengah kota Chicago. Ia menarik nafas dalam-dalam menghirup udara pagi di Negeri Paman Sam yang terasa segar namun dingin. Sembari melangkahkan kakinya, gadis itu memerhatikan orang-orang yang berlalu lalang di sekitarnya. Semua terlihat tenang, namun sedikit asing.

Aruna, seorang Muslimah asal Indonesia yang melanjutkan studinya di salah satu Universitas di Chicago. Kehidupan di negeri asing ini adalah pengalaman yang tak pernah terbayangkan sebelumya. Semua terasa baru, terlebih karena komunitas Muslim di kota tersebut sangat kecil.

Sosok Aruna dikenal sebagai mahasiswi cerdas dan berhijab yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam. Aruna datang  jauh ke Negeri Paman Sam ini dengan harapan bisa meraih pendidikan terbaik. Namun, ia sadar bahwa mempertahankan identitasnya sebagai Muslimah akan menjadi tantangan besar di lingkungannya yang sekarang.

Hari-hari berjalan begitu cepat, Aruna segera menyadari bahwa orang-orang disekelilingnya memandang ia dengan tatapan aneh. Meski tak selalu secara terang-terangan, pandangan mereka mengisyaratkan rasa penasaran yang tak bisa ia abaikan. Aruna tahu, ini semua karena hijab yang ia kenakan. Aruna merasa terasing.

Setiap hari, Aruna berjuang. Di kampus, Aruna merasa kesulitan menyesuaikan waktu sholat dan berpuasa di tengah kegiatan padat yang membuatnya lelah. Tak jarang juga ia kesulitan menemukan tempat yang tenang untuk beribadah.

Sedang di kelas, Aruna mulai merasakan diskriminasi. Pandangan teman-temannya berubah ketika mereka tau bahwa Aruna adalah seorang Muslimah. Ia melai merasakan bahwa dunia disekitarnya tidak selalu menerima keberadaannya sebagai seorang Muslimah.

Banyak dari teman Aruna yang mengajukan pertanyaan dengan nada sinis tentang agamanya. Bahkan, pernah ada seorang profesor yang secara langsung berkomentar tajam tentang hijab yang ia kenakan. Hal ini membuat Aruna mempertanyakan kekuatan imannya.

Di tengah kesulitannya, Aruna berteman dengan mahasiswi lokal bernama Berlin. Berlin sangat terbuka, ia sangat ingin tahu tentang budaya dan keyakinan Aruna. Meskipun mereka memiliki perbedaan besar, pertemanan ini cukup nyaman bagi Aruna tetapi juga menjadi godaan.

Berlin sering mengajak Aruna ke acara dimana alkohol dikonsumsi. Dan Aruna kerap menolaknya dengan sopan. Tetapi semakin lama Aruna merasa terasing, seolah ada tembok besar yang memisahkannya dengan kehidupan sosial yang ramai disekelilingnya.

Seiring berjalannya waktu, Aruna menemukan tantangan dalam menjaga ibadahnya. Mulai dari tidak adanya masjid terdekat, hingga mencari waktu ditengah kegiatan yang padat menjadi sulit. Godaan itu semakin terasa kuat saat bulan Ramadhan tiba. Berpuasa sepanjang hari, mengadapi tugas kuliah, dan menghadapi kuliah yang panjang hampir membuat ia menyerah.

Dalam situsi seperti inilah, Aruna mengalami krisis batin. Ada saat dimana ia tidak kuat lagi mempertahankan keyakinannya di tengah banyak godaan disekitar. Pernah di suatu acara kampus, ia tergoda ingin melepas hijabnya karena risih menjadi pusat perhatian.

Di saat yang sama, Aruna merasa semakin jauh dari identitas keyakinannya. Bahkan pernah sesekali ia hampir meninggalkan shalatnya. Aruna sadar, bahwa menjadi berbeda diantara semua orang disekitarnya tidaklah mudah.

Satu malam, Berlin mengajak Aruna untuk menghadiri perayaan besar yang banyak orang akan mengonsumsi alkohol dan berjoget ria. Meskipun berlin tidak memaksa, Aruna merasa ada dorongan kuat untuk diterima dilingkungannya. Hal itu membuat Aruna bimbang.

Di titik inilah, Aruna merasa terombang-ambing imannya. Antara keinginan untuk diterima oleh masyarakat disekitarnya dan keinginan untuk mempertahankan agamanya.

Suatu pagi, di puncak kegundahannya,Aruna duduk sendirian di sebuah kursi taman. Angin damai meniup hijabnya saat merenung dalam diam. Di tengah kegundahan itu, seorang pria datang menghampiri Aruna.

"Assalamu'alaikum", sapa pria tersebut dengan tersenyum ramah.

Aruna yang sedang sibuk melamun pun kaget dan spontan menjawab "Eh, Wa'alaikumsalam".

"Are you Muslimah from Indonesia?" tanya pria tersebut dengan bahasa Inggris beraksen Indonesia. Aruna mengangguk.

"Yes, I from Indonesia", jawab Aruna.

"Perkenalkan, saya Kayyis, saya juga seorang Muslim dari Indonesia", ucap pria tersebut tiba-tiba beralih menggunakan bahasa Indonesia dengan lancar.

Mendengar ucapan pria tersebut, ada rasa senang dalam hati Aruna. Pasalnya, ia tidak pernah bertemu dengan saudara seimannya di sini. "Saya Aruna" jawab Aruna, tersenyum kecil.

Setelah perkenalan singkat, Kayyis menjelaskan bahwa ia bagian dari komunitas Muslim kecil di Chicago. "Kami sering mengadakan kajian-kajian Islami untuk menguatkan iman. Dan kebetulan sekali, saya sedang mencari saudara-saudara kita di sini yang mungkin membutuhkan dukungan," jelasnya dengan ramah.

Mendengar itu, Aruna merasa seperti menemukan oase ditengah hamparan padang pasir. Selama ini, ia merasa sendirian dalam perjuangannya. Tetapi sekarang ada harapan baru baginya.

Setelah lama berbincang, Kayyis, mengajak Aruna untuk bergabung dengan komunitas Muslim tersebut. Awalnya Aruna ragu, namun di pertemuan ini, memberikan prespektif baru pada Aruna, bahwa ternyata banyak orang lain yang berjuang seperti dirinya dan ia tidak sendirian.

Hari-hari selanjutnya, Aruna mulai aktif mengikuti kegiatan komunitas tersebut. Di sana, ia banyak bertemu Muslimah lain dan berbagi cerita tentang kesulitan yang sama. Mereka berbicara tentang tantangan hidup sebagai minoritas Muslim di negara asing. Dalam bimbingan komunitas baru ini, Aruna merasa diterima, lebih dari itu ia merasa didukung.

Seiring berjalannya waktu, Aruna mulai menyadari bahwa perjuangannya untuk mempertahankan identitas Islamnya adalah bentuk ibadah tersendiri. Ia belajar bahwa kesulitan-kesulitan yang selama ini ia alami adalah bentuk ujian dari Allah untuk menguatkan imannya. Aruna pun menemukan kekuatan untuk terus berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam.

Aruna merasa lebih tenang dan yakin dengan pilihan hidupnya. Kini, setiap pagi di Chicago terasa berbeda. Meski jalanan tetap ramai dan tatapan aneh masih ada, Aruna tidak lagi merasa terasing. Ia berjalan dengan keyakinan yang lebih kuat, tahu bahwa setiap Langkah yang diambilnya, setiap ujian yang dilaluinya, adalah bagian dari penguatan iman yang ia jaga dengan teguh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun