Â
Menjelang Pemilihan Umum Presiden Indonesia 2024 sudah banyak diberitakan dalam media massa beberapa pasangan calon yang akan menyalonkan diri untuk menjadi presiden Indonesia pada periode selanjutnya. Dimana biasanya menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) pasangan calon tersebut akan melakukan kampanye politik untuk mempersuasi masyarakat agar memilihnya pada saat pemilu. Kampanye politik adalah suatu kegiatan penyampaian pesan satu arah yang dilakukan oleh pasangan calon, biasanya dilakukan dengan memaparkan visi misi memimpin selama satu periode mendatang, memaparkan rancangan program, menyampaikan kelebihan yang dimiliki, serta pengalaman pasangan calon yang tidak di miliki oleh lawannya.
Kampanye biasanya dilakukan dengan berinteraksi secara langsung kepada masyarakat, namun karena masa pandemi ini dengan seiring berjalannya waktu media sosial menjadi sarana komunikasi massa bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kampanyepun dapat dilakukan melalui media sosial. Walaupun sebelum pandemi sudah banyak kampanye melalui media sosial pada masa lampau namun karena pada masa sebelumnya masyarakat masi tabu dan sulit untuk menjangkau media sosial karena koneksi internet yang tidak memadai di beberapa pulau terpencil Indonesia yang menyebabkan kurang meratanya kampanye yang disebarkan melalui media sosial, sehingga pada sebelum masa pandemi kampanye dilakukan secara tatap muka atau terjun langsung ke tempat.
Namun semenjak pandemi semua aktivitas masyarakat secara langsung menjadi terbatas membuat masyarakat menjadi akrab dengan kemajuan teknologi dan media sosial. Sehingga dimana pasangan calon dapat membuat video persuasi, flyer yang menarik, maupun yang lainnya untuk di upload dalam media sosialnya sebagai bentuk kampanye. Sebab sejatinya kampanye merupakan proses bagaimana seorang komunikator dalam mempersuasi khalayak, dalam proses kampanye tersebut ada penyampaian sebuah pesan politik secara langsung maupun melalui media sosial kepada khalayak, dimana bentuk tercapainya pesan tersebut kepada khalayak tergantung bagaimana komunikator politiknya dalam mengemas sebuah pesan yang ingin di sampaikannya dengan baik dan efektif. Apabila proses penyampaian pesan tersebut tidak dapat diterima oleh khalayak, maka proses penyampaian pesan tersebut disebut tidak berhasil (Siagian, 2015).
Dalam islam seorang politisi juga harus memiliki etika dalam komunikasi terhadap masyarakat saat kampanye, penyuluhan, maupun aktivitis politik lainnya, dimana agar seorang politisi tetap mengikuti perintah Allah, tidak mementingkan ego pribadi atau golongan, tidak berbohong, serta tidak berlaku curang dan tidak menghalalkan berbagai cara untuk mencapai tujuan dalam berpolitik atau saat berkampanye seperti yang dijelaskan dalam ayat Al-Quran.
Artinya : Perhatikanlah, betapa mereka mengada-adakan dusta terhadap Allah! Dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata bagi mereka (Q.S An Nisa ayat 50).
Maka dari itu sebagai umat muslim kita harus menerapkan etika dalam berkomunikasi, antara lain yaitu : Pertama, teliti dan hati-hati dalam menyampaikan informasi haruslah mempunyai landasan yang tepat agar komunikan percaya dan tidak mengalami miss communication. Kedua, layak dan pantas dimana ada beberapa informasi yang boleh disebarkan secara umum atau rahasia dan tidak menyebarkan isu kebohongan. Terakhir yang ketiga, jujur dan adil dimana seorang komunikator haruslah berkata yang jujur sesuai dengan kenyataan yang ada dan adil dalam membagi informasi dimana harus secara merata dalam penyebarluasan informasi dan tidak hanya beberapa pihak saja (Haramain, 2019).
Namun seorang politisi juga harus memegang prinsip sesuai ajaran islam, seperti : pertama ketauhidan agar tidak melakukan tindakan money politic atau memberikan sogokan kepada masyarakat berupa uang. Kedua, menegakan prinsip amar makruf nahi munkar dimana seorang politisi harus mengajak dan menegakan kebenaran serta menjauhi perilaku yang buruk. Dan terakhir yang ketiga, keumatan dimana Indonesia merupakan negara yang memiliki semboyan berbeda tetapi tetap satu, karena Indonesia beragam akan suku, ras, agama, dan bahasa maka dari itu seorang politisi tetap harus bisa menghargai perbedaan umat dan berkampanye yang tidak mengandung unsur SARA (Hidayat & Suwanto, 2020).
Indonesia merupakan negara dengan mayoritas masyarakatnya beragama islam, dimana dalam melakukan kampanye politik seorang muslim tetaplah harus mengedepankan prinsip komunikasi islam (Kurniawati, 2020), yaitu :
- Qaulan Sadida, perkataan yang benar dimana sebagai calon pemimpin harus menyampaikan perkataan yang jujur kepada khalayak terkait niat menyalonkan diri sebagai pemimpin, visi misi selama memimpin, dan tujuan memimpin negara.
- Qaulan Baligha dan Qaulan Maysura, perkataan yang tepat dan mudah dimengerti dimana seorang harus dapat menyesuaikan pesan yang disampaikan dengan si penerima pesan agar komunikan dapat memahami pesan yang disampaikan oleh komunikator dengan baik.
- Qaulan Ma'rufa, perkataan yang baik dan tidak menyakitkan dimana seorang calon pemimpin harus dapat menjadi contoh yang baik untuk masyarakat dan cinta damai karena jika calon pemimpin tidak mengimplementasikan qaulan ma'rufa dalam perkataannya maka akan menimbulkan perseturuan dengan pihak lain.
- Qaulan Karima, perkataan yang mulia dimana kita sebagai calon pemimpin harus berkata dengan rasa hormat dalam artian saat berkampanye pasangan calon tidak menjatuhkan atau mencela lawannya (pasangan calon yang lainnya).
- Serta yang terakhir Qaulan Layyina, berkata dengan lemah lembut karena tujuan dari kampanye adalah untuk mempersuasi masyarakat agar dapat memilih pasangan calon tersebut saat pemilu kelak, pastinya dalam mempersuasi seseroang kita harus menggunakan perkataan yang dapat menyentuh hatinya, maka dari itu saat berkampanye kita harus mengimplementasikan qaulan layyina agar masyarakat dapat tersentuh hatinya dengan perkataan kita yang lemah lembut.
Tujuan pasangan calon pemimpin dalam berkampanye adalah untuk mempersuasi masyarakat agar memilih mereka pada waktu pencoblosan kelak, namun sebagai masyarakat kita juga harus pandai dalam memilih pemimpin untuk memimpin negara kita karena mengutip dari salah satu jurnal bahwa agama menjadi marketing dalam kampanye politik yang menjadi branding dirasa cukup ampuh karena sebagian masyarakat Indonesia masih melihat sisi religiusitas dari seorang wakil rakyat (Diinis Sipa, 2021). Jadi, masyarakat harus lebih bijak dalam menerima sebuah informasi, tidak boleh langsung percaya dengan apa yang disampaikan tanpa adanya bukti nyata yang konkret.
Sebab pada dasarnya sebagai masyarakat yang mempunyai hak suara dalam memilih pemimpin untuk negara dan rakyatnya sangat berpengaruh dalam satu periode mendatang dan kita sebagai umat islam sudah sepatutnya untuk menaati pemerintah sebagai bentuk taat kepada allah, seperti yang di jelaskan dalam Hadis Riwayat Muslim yaitu :