Untuk memenuhi kebutuhan hariannya, Kang Ngatman tak hanya berjualan cilok.
Selepas pandemi dan mulai maraknya kegiatan di kampungnya, Kang Ngatman bekerja sebagai tukang parkir di acara-acara yang diselenggarakan di lapangan atau di halaman balai desa. Kadang acara musik, pengajian, atau acara lain yang dihadiri ribuan massa. Lumayan, bisa menambah uang belanja istrinya.
Hanya bermodalkan tali rafia dan kartu parkir, Kang Ngatman bersama Yanto tetangganya, dapat menghasilkan ratusan ribu dari uang parkir pada setiap acara. Namun tanggungjawabnya sungguh besar, menjaga motor dan mobil yang nilainya ratusan juta bahkan milyaran rupiah. Kang Ngatman menyadari itu, dan dia tidak berani lengah dan sembrono dalam menjaga parkiran.
Malam itu Kang Ngatman dan Yanto tampak ceria melihat penonton acara pentas dangdut yang ramai di lapangan desanya.
"Wah, kita bakal dapat rejeki banyak malam ini Kang", kata Yanto pada Kang Ngatman sambil menata motor penonton di tempat parkir.
"Iya, Alhamdulillah, semoga lancar semua", jawab Kang Ngatman.
Tampak ratusan motor dan puluhan mobil berbagai merek berderet di lapangan parkir malam itu. Dari yang butut sampai merek terbaru.
Kang Ngatman dan Yanto pun sibuk mengarahkan parkir mobil dan motor yang datang.
Beberapa saat kemudian, parkiran sudah hampir penuh. Di sela-sela menata motor dan mobil yang parkir, mereka ngobrol.
"Wah, gimana ya rasanya naik mobil mewah seperti itu, Kang?", tanya Yanto pada Kang Ngatman sambil menunjuk Alphard warna hitam di ujung lapangan.
"Halah..., jangan mimpi!", Kata Kang Ngatman mencibir temannya itu.
"Yaa kan cuma tanya?"
"Iya sih, tapi orang seperti kita bisa naik mobil empuk kayak gitu, yaaa nunggu nemu emas satu kilo, hahaha", kata Kang Ngatman meledek.
"Terus itu pajaknya berapa ya Kang? Tiap hari berapa liter bensin yang harus dibeli ya? Terus kalau rusak, habis berapa biaya servisenya ya?", Tanya Yanto beruntun.
"Halah tooo... Yanto, gak usah tanya macam-macam, wong kita bukan pemiliknya kok repot? Kita nikmati aja rejeki dari Gusti Allah. Banyaklah bersyukur, biar hidupmu  bahagia." Kata Kang Ngatman seperti nasihat Kyai Ahmad.
"Eh... Kang, gimana kalau kita ambil satu motor aja, kan lumayan dibagi dua." Bisik Yanto di telinga Kang Ngatman.
"Husssttt...ngawur aja kamu!"
"Harta itu titipan, gak usah mikir macam-macam. Semua tidak akan kita bawa di alam kubur. Gusti Allah itu sudah membagi rejeki untuk hambanya. Tidak akan salah alamat. Tapi jangan salah, kata Kyai Ahmad, setiap rejeki yang diberikan Gusti Allah itu akan dimintai pertanggungjawaban di hadapanNya", kata Kang Ngatman menasehati temannya itu.
"Wah, berarti semua orang itu jadi tukang parkir ya Kang?, tanya Yanto pada Kang Ngatman.
"Kok gitu?"
"Iya kan semua dapat titipan harta dari Gusti Allah, Kang?"
" Oh.. iya bener, semua orang itu tukang parkir. Jadi tempat penitipan harta orang, yang suatu saat akan diminta".
"Sudah-sudah, itu penonton sudah mulai bubaran. Saatnya kita mengembalikan motor-motor ini pada pemiliknya." Jawab Kang Ngatman tersenyum.
Yanto juga tersenyum.
Dalam hatinya, mereka pun tertawa,.... mentertawakan dirinya sendiri. **
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H