Malam usai ngaji Al-Hikam di pondok pesantren Ngangkruk asuhan Kyai Ahmad, Kang Ngatman menyandarkan sepeda bututnya di dinding gedhek rumahnya. Meski hanya lulusan SD, Kang Ngatman memang rajin mengaji di pesantren itu. Mungkin karena 'dendam' tidak bisa melanjutkan sekolahnya, dalam urusan mencari ilmu, dia seperti sapi yang hidup di gurun pasir dan sangat kehausan, sehingga ilmu apa saja yang diajarkan Kyai Ahmad, dilahapnya.
"Kang, tumben sampai larut ngajinya? Tanya Yu Surip, istrinya, sembari membersihkan tempat tidurnya.
"Iya, tadi habis ngaji, diajak ngobrol sama Kyai Ahmad" Jawab Kang Ngatman.
"Ngobrol tentang apa? Tentang panen padi ya? Biasanya Kyai Ahmad suka ngobrol tentang pertanian.?"
"Iya biasa Bune, Kyai Ahmad  kan sukanya begitu. Ngomong tentang panen padi yang nggak sesuai harapan petani lah, tentang tomat yang buahnya terlalu gedhe lah, tentang pengairan sawah yang kanalnya bocor lah, ...yaaa tentang apa saja yang berbau pertanian beliau suka," jawab Kang Ngatman.
"Bulan Romadlon gini Kyai Ahmad kok nggak bahas masalah puasa, Kang? Tanya Yu Surip.
"Kalau masalah puasa kan sudah dibahas juga waktu ngaji." Jawab Kang Ngatman sambil duduk nyulut Djarum 76 kesukaannya.
"Ooo...begitu" jawab Yu Surip pendek.
"Eh, Kang, sudah dengar belum? Tadi siang warungnya Yu Ning dipaksa tutup sama Lek Burhan dan teman-temannya."
"Hah?! Kenapa memang?" tanya Kang Ngatman heran dan kaget, sampai rokoknya jatuh.