Pusbang Film pun telah merespons Pasal 51 Undang-undang No. 33 Tahun 2009 dalam bentuk fasilitasi masyarakat dalam produksi film, meskipun baru menyentuh komunitas-komunitas dengan skala produksi kecil (Rp. 40 jutaan), (Masih jauh di bawah bantuan produksi film Danais DIY yang sampai sekitar Rp. 170 jutaan per judul film).Â
Peran Pemerintah Daerah juga perlu kita picu untuk lebih memperhatikan dunia perfilman. Khusus untuk Daerah Istimewa Yogyakarta dengan adanya Danais (Dana Istimewa), saya sangat apresiasi untuk program perfilmannya melalui leading sektor Dinas Kebudayaan DIY. Dalam satu tahun paling tidak sekitar 30 film di-support dalam hal pembiayaannya. Semoga akan meningkat pada tahun-tahun mendatang. Paling tidak ini menjadi trigger (pemicu) semaraknya dunia perfilman di Yogyakarta. Bagaimana dengan Pemerintah Daerah lain? Teman-teman silakan mencari referensi di daerah masing-masing dan sekaligus mendorong agar Pemda setempat bisa lebih kuat mendorong dunia perfilman.
Kembali kepada masalah koordinasi, antara Bekraf dan BPI dan  Pusbang Film mempunyai program yang substansinya sama, yakni pembiayaan ekonomi kreatif (khususnya film). Maka sangat dibutuhkan koordinasi yang baik, untuk berbagi peran wilayah antara ketiga institusi tersebut. Agar tidak overlap dan tetap menjaga ketepatan sasaran.
Sementara ini dulu yaa... tunggu tulisan bagian ke-#2.Â
Wallahu A'lam
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H