Berawal dari membaca status seorang teman di media sosial yang mengunggah foto sebuah tempat yang unik, dan diberi caption "Santai dulu ah, di sini tempat pembuatan film AADC2 (Ada Apa Dengan Cinta -2)". Kemudian saya terpikir untuk mencari referensi dengan membongkar-bongkar data google tentang film-film yang diproduksi di Jogja. Dan sebagai 'penggila' dunia kreatif, saya ingin tahu, mengapa Jogja menjadi tempat yang menarik untuk dibuat produksi film.
Dari hasil tanya-tanya dengan mbah google, ternyata banyak film-film terkenal yang telah diproduksi di Jogja. Tidak hanya film Indonesia, bahkan film-film asing.
Ini dia beberapa film yang diproduksi di Jogja:
- Daun di Atas Bantal (1998), Sutradara Garin Nugroho
- Merdeka 17805 (2001), Sutradara Yukio Fuji
- Jagad X Code (2009), Sutradara Herwin Novianto
- Java Heat (2013), Sutradara Conor Allyn.
- Sang Pencerah (2010), Sutradara Hanung BramantyoÂ
- The Philosophers (2013), Sutradara John Huddles
- Guru Bangsa: Tjokroaminoto (2015), Sutradara Garin Nugroho
- Kapan Kawin? (2015), Sutradara Ody C. Hararap,
- Aach... Aku Jatuh Cinta! (2015), Sutradara Garin Nugroho
-  Beyond Skyline(2015), Sutradara Liam O'Donnell
- Â Ayat-Ayat Adinda(2015), Sutradara Hestu Saputra
- Â Penjuru 5 Santri(2015), Sutradara Wimbadi JP
- Â Anak Kos Dodol,(2015), Sutradara Eman Pradipta
- Â Turis Romantis,(2015), Sutradara Senoaji Julius
- Â Mencari Hilal,(2015), Sutradara Ismail Basbeth
-  Ada Apa dengan Cinta (2016), Sutradara Riri Riza
- Raksasa dari Jogja (2016), Sutradara Monty Tiwa
-  Talak 3 (2016), Sutradara: Ismail Basbeth & Hanung Bramantyo
-  Siti 2016, Sutradara Eddie Cahyono
Cukup banyak, kan? Nah, mari kita obrolin tentang mengapa mereka (para produser) memilih Jogja sebagai tempat yang menarik untuk dijadikan lokasi shooting.
Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan, mengapa para produser memilih Jogja sebagai tempat produksi film mereka, di antaranya adalah:
- Sesuai dengan tema film yang digarap. Film sejarah jelas akan menjadikan setting historisnya sesuai dengan sejarah yang difilmkan. Film Sang Pencerah yang mengisahkan perjalanan hidup dan perjuangan KH. Ahmad Dahlan dan film Guru Bangsa: Tjokroaminoto jelas mengambil Jogja sebagai latar filmnya, termasuk film Merdeka (Murudeka) 17805 yang dibuat Yukio Fuji (Sutradara dari Jepang).
Tanpa menjadikan setting sejarah asli menjadi latar film ini, jelas akan beresiko kesulitan visual dalam menggambarkan sejarah itu sendiri. Di samping itu akan kesulitan mendapatkan 'kebenaran historis'. Film fiksi pun jika naskahnya dengan latar tradisi dan budaya Jogja atau Jawa bisa mengambil latar Jogja.
- Murah. Ini kata pertama komentar Mas Garin ketika saya tanya: "Kenapa banyak produser Jakarta memilih Jogja sebagai lokasishooting? Beliau bilang: "Murah!" Produser tentu akan mempertimbangkan produksi film dari sisi ekonomi. Jogja bukan Kota Metropolitan, tapi Kota Pelajar dan Kota Wisata dan Budaya. Banyak sekali hotel di sini. Dus, biaya hidup secara umum lebih murah dari kota industri atau metropolitan. Jarak antar lokasi shooting pun relatif dekat.
Jogja bukan wilayah yang luas, jadi antar lokasi bisa ditempuh dalam hitungan menit. Paling lama 1-2 jam, itupun jika melalui kota ada macet. Murah di sini bukan termasuk kontraprestasi/fee untuk Kru film lhoo... Saya kira masalah ini standar dan bergantung juga pada posisi/peran dan pendekatan masing-masing produser pada calon Kru film.
- SDM kru film yang tersedia. Di jogja ada Paguyuban Filmmaker, ada Perguruan Tinggi Seni, dan banyak mahasiswa penggiat film, termasuk pakar tentang apa saja tersedia. Mau animator? Banyak juga. Siapa sih yang gak kenal film The Battle of Surabaya? Atau Perusahaan Gemloft (Perancis) yang mempercayakan Jogja sebagai salah satu base office-nya?
Kita lihat saja dari pendaftara proposal film untuk Danais (Dana Istimewa) saja tidak kurang dari 180 peserta (komunitas film maker). Produser tentu membutuhkan Kru Film yang familiar dengan lokasi shooting. Dengan Kru Film yang dilibatkan dari Jogja sendiri, Produser akan dimudahkan dan diuntungkan dalam banyak hal; survey lokasi, perijinan, mencari property dan alat, bahkan untuk mencari tempat makan/kuliner yang enak, cukup minta dianterin kru ke warung yang dimaksud, selesai! Gimana, enak to?
- Tersedia Pakar sesuai kebutuhan konten film. Demikian juga untuk konsultasi tentang konten film pun tersedia pakar, terutama film dokumenter, sejarah, atau fiksi sejarah; pakar antropologi, sosiologi, disain komunikasi visual (Diskomvis), lingkungan, dan pakar-pakar lain sesuai kebutuhan tersedia UGM, ISI, UII, dan lain-lain. Silakan kontak langsung aja.
- Kesediaan Alat.Kebutuhan alat untuk shootingpun di Jogja cukup lengkap; kamera DSLR sampai RedCam, lighting; dari Blonde, Red Head, Paper Light, Kinoflo, Hallogen, Fresnell sampai HMI ada, Jimy Jib juga ada. Produser tak perlu repot membawa alat dari kota atau negaranya masing-masing untuk kebutuhan alat. Kecuali alat-alat yang khusus yang di sini belum ada.
- Lokasi yang Eksotis.Jogja sebagai kota bersejarah, Kota Wisata dan Budaya banyak sekali mempunyai lokasi-lokasi yang eksotis. Dari perkampungan, alam, gunung, pantai dan heritage banyak yang bisa digunakan sebagai beautystock shot (scene).Maaf, kalau saya sebutkan satu-persatu, jelas akan jadi satu buku, nih!. Ini kan cuma tulisan pendek aja. Biarlah paman google yang menjawab. Kalo tidak menarik, saya yakin Conor Allyn, sutradara asal Amerika ini tidak akan membuat film Java Heat di Jogja, atau Liam O'Donnell tidak akan membuat film Beyond Skyline di Obyek Sri Gethuk Jogja.
- Talent/aktor (Pemain).Saya kira tidak kliru jika Jogja kita sebut sebagai gudangnya talent/aktor. Di sini banyak seniman teater, film, perguruan tinggi seni, komunitas dan sanggar-sanggar teater. Aktor-aktor Jakarta banyak juga yang menempuh prosesnya di Jogja. Aktor anak-anak pun banyak di Jogja. Apa lagi ada JAS (Jogja Acting Studio), sebuah sanggar belajar acting di Jogja yang banyak melahirkan talent anak-anak berbakat di Jogja.
Itulah beberapa alasan mengapa produser memilih Jogja sebagai lokasi produksi/shooting film mereka. Kalau ada faktor lain, monggo silakan ditambah sendiri yaa...
Sebetulnya ada hal yang perlu ditambahkan di sini untuk menambah nilai dari Jogja, yaitu dibuat sebuah Studio Alam yang luas dan representatif untuk produksi film! Dengan konsep one stop shopping; ada lokasi shooting, ada gedung tiruan keraton, tiruan gedung istana presiden, tiruan rumah sakit, hutan buatan, area persawahan, tersedia properti, kru film, alat produksi, sampai pada tahap grading dan mastering film. Jadi, produser atau calon produser tinggal datang dan pesan untuk dibuatkan film, maka tersedia sutradara beserta kru filmnya, lokasi beserta propertinya, alat, talent (pemain), kebutuhan akomodasi dan beberapa hal yang dibutuhkan dalam satu kawasan. Di studio film itu juga diadakan workshop tentang produksi film dan workshop acting. Pasti juga bisa sebagai obyek wisata film, Pasti keren! Ini masukan untuk para investor dan Pemda DIY tentunya. Gimana Mas Hanung, rencana bikin studio filmnya?
Sementara ngobrolnya sampai di sini aja. Mungkin sementara ini sebagai mimpi. Tapi jika mimpi dilakukan oleh orang banyak dan dilakukan, meskipun step by step, pasti akan menjadi kenyataan. Ya, kan? Salam kreatif! Dari penggila kreatif!
Wallahu a'lam
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H