Mohon tunggu...
Nurul Muslimin
Nurul Muslimin Mohon Tunggu... Dosen - Orang Biasa yang setia pada proses.

The all about creative industries world. Producer - Writer - Lecturer - Art worker - Film Maker ***

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Manata Hati Prajurit Hijau "Hijaukan Bumi, Kita kan Bahagia"

19 Januari 2016   13:18 Diperbarui: 19 Januari 2016   13:22 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hati dan fikiran kita adalah acuan dalam setiap perilaku yang mewujud secara visual. Bahkan segala perbuatan kita, bergantung pada niat hati kita. Ini telah menjadi ketentuan 'langit' yang telah ditransformasi menjadi bahasa manusia oleh Sang Kreator Semesta melalui rasulnya di bumi.

Alam semesta beserta isinya adalah karunia dan sekaligus amanah dari Sang Maha Kreatif. Menjaga amanah juga telah menjadi 'doktrin' Nya kepada manusia yang telah diberikan kemerdekaan berfikir. Maka secara moral, mestinya kita akan memenuhi perintah itu (menjaga alam) tanpa berfikir terlalu pelik. Karena hukum kausalitas akan berbicara; kita menjaga alam, maka alam pun akan menjaga kita.

Segala perilaku manusia untuk menjaga dan melestarikan alam adalah kegiatan luhur manusia sebagai pemimpin dan pengelola bumi. Maka kerusakan alam adalah kecerobohan manajemen pengelolaan bumi oleh manusia.

Acap kali kita tersentak untuk peduli pada kelestarian alam ketika telah terjadi bencana alam. Banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan, kabut asap dan lain sebagainya seringkali menjadi headline media masa. Dan itu semua yang mampu menyadarkan kita akan kepedulian kita terhadap alam.

Di sisi lain, anak-anak dan generasi muda Indonesia telah terlena dengan 'hiburan' gadget yang semakin meninabobokan mereka. Lalu apa yang harus kita lakukan? Membiarkan mereka menikmati dunia 'hiburan' maya tanpa peduli lingkungan mereka? Atau kita akan melihat mereka dalam kepungan bencana kelak?

Indonesia adalah negara besar dengan ribuan pulau yang tersebar, dengan ratusan juta penduduk yang beragam, dan dengan kekayaan alam yang melimpah. Hutan hujan tropis dengan pohon besar menjulang menjadi paru-paru dunia. Itu dulu! Sekali lagi, itu dulu!

Ya, sekarang telah menjadi 'cerita indah', dan menjadi dongeng yang bisa kita ceritakan sebagai pengantar tidur anak cucu kita. Sangat memprihatinkan!

Untuk itu, Prajurit Hijau lahir bukan hanya sekedar respons kreatif dari sebuah naskah drama. Tapi telah menjadi kebutuhan yang maha darurat atas "teror" kondisi alam Indonesia kepada kita dan anak cucu kita kelak. Karena Prajurit Hijau akan menebarkan 'virus' positif kepada anak-anak, penerima tongkat estafet pemegang jaman, untuk menanam dan mengelola alam secara cerdas!

Prajurit Hijau menjelma menjadi Film layar lebar, film anak-anak, drama musikal, konser musik atau apalah bentuknya, itu adalah media kreatif yang 'bertugas' membawa misi penting tentang peduli alam. Bukan 'kegilaan' kita pada dunia glamour industri film yang kaya popularitas dan bergelimang materi. Karena materi dan popularitas adalah nafsu rendah manusia yang akan menggiring kita dalam kungkungan ruang gelap kapitalisme materialistik duniawi. Bukan membawa kita pada kesejatian niat dan ketulusan.

Maka menata hati untuk mencipta, berkreasi, dan mengemas niat tulus untuk alam, yang mewujud dalam Prajurit Hijau menjadi krusial! Oleh karena itu setiap tetes keringat kita, dan setiap kerutan dahi kita dalam berfikir dan berupaya untuk Prajurit Hijau akan menjadi lembaran pahala dan tercatat di arsy Tuhan yang Maha Kreatif! InsyaAllah!

Jika hati yang tertata, 'menep' (mengendap), madhep (menghadap), mantep (mantap), marep (fokus), ora wedi diarani (tidak takut dicap (negatif))' telah bersenyawa dalam diri kita, apa yang dinamakan materi dan popularitas akan ikut berjalan di belakang kita, menjadi hamba hati kita. Kesabaran pun akan menjadi panglima. Bahkan setiap hembusan nafas kita, kerutan dahi kita, tetesan keringat kita, tak akan melahirkan keluhan apalagi keputusasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun