Banjarmasin-Jum’at (24/02) menjadi salah satu momentum langkah konkret memerangi Zenith di wilayah Kalimantan Selatan (Kalsel). Dalam agenda tersebut, H. Sahbirin Noor selaku Gubernur Kalimantan Selatan dan Dr. Ir. Penny K. Lukito MCP selaku Kepala Bapan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) serta lintas sektor terkait melakukan pemusnahan barang bukti (barbuk) hasil tangkapan kepolisian dan TNI serta hasil pengawasan Balai Besar POM Banjarmasin sepanjang tahun 2016 berupa obat-obatan sejenis Zenith, jamu tradisional berbahan kimia obat, dan kosmetik tanpa izin edar.
Tidak tanggung-tanggung pemusnahan barbuk tersebut senilai total Rp 4,1 miliar. Barbuk sebagian besar terdiri atas 1.567.480 butir obat carnophen senilai Rp 3,9 miliar; sisanya 4.221 obat tradisional ilegal senilai Rp 71,3 juta; 497 pieces kosmetik ilegal senilai Rp 11,2 juta; 5.191 pieces obat keras daftar G senilai Rp 5,4 juta; 530 pieces obat kadaluarsa senilai Rp 310 ribu; 2 suplemen kadaluarsa Rp 25 ribu; dan 12 pieces obat tradisional kadaluarsa senilai Rp 10 ribu.
Tingginya angka penyalahgunaan Zenith memang bukan kabar baru lagi di Kalsel. Bahkan sebagaimana yang dikutip dari sebuah artikel harian daerah ini, Kepala Badan Narkotika Nasional Kota Banjarmasin memberi pengakuan yang mengejutkan. Dari 50 sampel remaja yang dites, 40 remaja diantaranya pernah mengonsumsi Zenit. 70-80% remaja pernah mengonsumsi Zenith.
Zenith sendiri merupakan nama merek dagang (branded)obat. Izin edar Carnophen tablet sebenarnya telah dicabut dan dibatalkan melalui Keputusan Kepala BPOM Nomor HK 00051313996 tanggal 27 Oktober 2009 tentang Pembatalan Persetujuan nomor Izin Edar Carnophen Tablet, Zenzon Captab Salut Selaput 200 mg, Rheumastop Tablet dan Rheumastop Tablet Salut Selaput oleh PT. Zenith Pharmaceutical.
Dalam dunia farmasi, Zenith atau Carnophen tergolong dalam relaksan otot dengan kandungan Karisoprodol. Dalam satu butir Zenith atau Carnophen mengandung setidaknya Karisoprodol 200 mg Paracetamol 160 mg dan Cafein 32 mg. Karisopodol yang terkandung dalam Zenith memiliki edek farmakologis sebagai relaksan otot namun hanya berlangsung singkat, dan didalam tubuh akan segera dimetabolisme menjadi metabolit lain yang dapat menimbulkan efek sedatif. Metabolit tersebut merupakan depresan sistem saraf pusat dan digunakan untuk menangani gejala gangguan cemas. Jika dikonsumsi berlebihan dalam dosis tertentu bisa menimbulkan efek memabukan, menyebabkan ketidaksadaran, menimbulkan perasaan senang yang berlebihan bagi pemakainya (Euforia) seperti halnya yang ditemukan dalam penggunaan narkotika.
Kalsel sedang dalam darurat Zenith. Salah satu faktor penyebab tingginya penyalahgunaan Zenith adalah karena “kemudahan” dalam mendapatkannya dan alasan harganya yang dianggap relatif lebih pas dikantong atau cukup murah jika dibandingkan dengan narkotika pada umumnya. Kondisi yang mempertemukan antara need dan demand.
Pengawasan terhadap produksi dan distribusi obat merupakan tugas BPOM guna melindungi masyarakat. Di sektor apotek (sarana legal distribusi obat) sendiri, jika sebelumnya menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PMK RI) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek kewenangan BPOM seolah-olah diamputasi karena diserahkan oleh Kementerian Kesehatan kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Dalam Pasal 9 disebutkan bahwasanya, “Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini—Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek-- dilakukan oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai tugas dan fungsi masing-masing.” Maka seiring dengan diundangkannya PMK RI Nomor 73 Tahun 2016 pada 9 Januari 2017 yang lalu Pemerintah dalam fungsi pengawasannya lebih menekankan pada kolaborasi Dinkes Provinsi dan Kabupaten/Kota serta BPOM. Menghapus dikotomi fungsi pengawasan yang sebelumnya terkesan hanya menciptakan sekat-sekat yang pada akhirnya hanya mempersulit kerjasama keduanya.
Dalam PMK RI Nomor 73 Tahun 2016 pasal 10 ayat 1 disebutkan bahwasanya, “Pengawasan selain dilaksanakan oleh Menteri, Kepala Dinkes Provinsi dan Kepala Dinkes kabupaten/kota...,khusus terkait dengan pengawasan sediaan farmasi dalam pengelolaan sediaan farmasi...dilakukan juga oleh Kepala BPOM sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing”. Dengan demikian fungsi pengawasan keduanya diharapkan semakin masif, termasuk didalamnya meminimalisir angka penyalahgunaan Zenith. Dalam pelaksanaan fungsi tersebut, perlu menjadi kesadaran bersama namun keduanya tidak mungkin berperan sendiri. Diperlukan kerja sama dan koordinasi efektif serta dinamis dengan berbagai pihak agar pengawasan dapat berjalan optimal.
Maraknya penyalahgunaan Zenith juga mendorong Pemerintah daerah Kalsel dalam penetapan Program Legislasi Daerah tahun 2017 yang salah satunya mewacanakan adanya Peraturan Daerah (Perda) tentang Pencegahan terhadap Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba, Psikotropika dan Zat Aditif lainnya. Perda tersebut juga dirancang untuk mengatur tentang peredaran Zenith. Rancangan Perda sekurang-kurangnya diharapkan bisa mengatur pembatasan Zenith. Sebelumnya, sebenarnya Kalsel telah memiliki Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pencegahan dan Penanggunlangan terhadap Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya tetapi dinilai berbagai pihak masih sangat umum.
Diluar segala upaya-upaya menjegal peredaran Zenith tersebut diatas, diharapkan peran semua pihak untuk memastikan tidak adanya penyalahgunaan obat. Upaya-upaya pencegahan yang tidak sekadar dilakukan di kalangan masyarakat, satuan pendidikan atau sekolah dan kampus namun juga oleh yang paling terpenting yaitu keluarga dengan peran sentral orang tua.