Mohon tunggu...
NURUL MARDIATI
NURUL MARDIATI Mohon Tunggu... Dosen, Farmasis -

I'm a pharmacist, lecturer, amateur writer, Helman Rosyadi's Wife, and Mubarak's Mom. My hobby is writing, some day i want to my children and grandchildren know that their grandmother's opinion.Pharmacy and Writing, I Love both of them. Read some my short story, poetry, and opinion at www.sabanailalangliar.blogspot.com\r\nSee you...

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Vaksin Palsu dan Apotek Rakyat

28 Juli 2016   08:18 Diperbarui: 28 Juli 2016   08:47 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sayangnya sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, kewenangan BPOM seolah-olah diamputasi karena diserahkan oleh Kementerian Kesehatan kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam Pasal 9 disebutkan, “Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini –- Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek -- dilakukan oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai tugas dan fungsi masing-masing”.

Terkait dengan hal ini, ada celah besar yang luput dari pengawasan dalam mata rantai peredaran obat di Indonesia yang oleh Kemenkes telah dilimpahkan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

Kasus vaksin palsu ini hendaknya menjadi pembelajaran seluruh pihak yang terkait guna segera melakukan pembenahan. Pengawasan pasokan obat ke rumah sakit selama ini, nyatanya memang kurang efektif.

BPOM hampir-hampir tidak pernah atau jarang sekali melakukan pemeriksaan/audit baik di rumah sakit pemerintah maupun swasta. Selama ini ada semacam asumsi bahwa rumah sakit adalah wilayah teritorial Kemenkes yang tidak dapat dimasuki oleh BPOM. Padahal obat yg dipasok ke rumah sakit sebagian besar adalah obat life saving.

Dari kasus vaksin ini, ada temuan rumah sakit dan klinik yang mendapatkan obat dari sumber-sumber tidak resmi. Penyebabnya bisa karena dua hal, pertama, rumah sakit dan klinik tergoda untuk membeli karena harganya sangat murah, bahkan ada diskon under table yang besar. Kedua, stok di pasaran kosong. Dalam praktiknya, bahkan juga tidak menutup kemungkinan klinik maupun praktik dokter menyuplai obat-obatnya dari pasar yang notabene merupakan salah satu praktik peredaran ilegal obat (termasuk pasar panel dan pasar gelap).

Sementara itu Direktorat Jenderal yang mengurusi rumah sakit di Kemenkes tidak memiliki sistem dan infrastruktur yang memadai dalam mendeteksi dan mengawasi obat-obat yang dipasok di rumah sakit. Kini saatnya Kemenkes mendayagunakan BPOM untuk lebih agresif dan intensif melakukan pengawasan obat dan alat kesehatan di rumah sakit dan klinik-klinik di seluruh Indonesia.

Saatnya jangan ada ego sektoral antara Kementerian Kesehatan dan BPOM. Saatnya jangan ada dikotomi yang justru menciptakan sekat-sekat yang pada akhirnya hanya akan mempersulit kerja sama. Saatnya melakukan kolaborasi dalam upayanya melindungi masyarakat luas. (*)

 *Dimuat di Tribun Forum Banjarmasin Post Edisi Rabu 29 Juni 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun