"Gimana, aku gak mau tidur di kasur?" ucapku dengan nada yang ketakutan sebab aku telah ketakutan dengan apa yang Kak Inas bilang.
"Gak papa kalau gak mau tidur di situ kamu mau tidur di mana?" ucap temanku.
"Kan aku bisa tidur di kasur atas, atasnya Abid kan, kan kasur atasnya gak ada orang," ucapku dengan nada meyakinkan.
"Ya udah aku tanya sama ustadzah dulu boleh nggak, kalau boleh ya gak papa, kalau gak boleh ya tidur di kasurmu itu," ucap temanku yang tadi atau sempat konflik denganku, akhirnya ia bertanya dengan ustadzah apakah aku boleh pindah kasur sementara ini, alhamdulilah ternyata ustadzah mengizinkan aku untuk tidur di kasur atas.
Tengah malam...
Seperti biasa aku selalu bangun pagi dibanding yang lainnya, segera kubangunkan temanku yang tidur di kasur atas yang tak jauh dari kasurku Tina namanya. "Tin... Tin... Tin... Tina bangun! Mau mandi nggak?" kataku. "Ah enggak ah nanti aja aku bobok lagi ya," ucapnya.
Kemudian aku meninggalkan ia dan menuju kebawah untuk membangunkan yang lain, kubangunkan temanku yang bernama Qina.. "Qin... Qin... Qin...bangun ayo mandil" ucapku agak kesal karena yang kubangunkan pasti banyak yang berkata basa-basi terlebih dahulu.
"lya," ucapnya singkat. Segera kami berdua menuju kamar mandi yang ada di dalam asrama kami.
Selesai mandi Qina pergi ke tempat tidurnya untuk melanjutkan mimpi indahnya yang sempat terpotong olehku, aku segera memba ngunkan Abid yang sedang tertidur. Tanpa kusangka ternyata ada orang lain yang tidur bersama Abid, ya dia adalah Mumum yang sering dibilang penakut oleh kami, (maaf Mum) ternyata Mumum pindah kasur karena bayangannya melihat sesuatu di balik jendela, bayangan yang ia lihat adalah sebuah wajah yang sedang tersenyum sangat lebar,lebar sekali katanya maka dari itu dia pergi ke tempat Abid untuk tidur karena ia takut, seketika aku dan Abid mendengar sebuah suara dari asrama sebelah, sebuah suara seperti sebuah pintu yang dipaksa dibuka, aku dan Abid segera melihat asrama sebelah melalui dinding yang atasnya tidak sepenuhnya tertutup.
Brak... brak... brak.... Dorr... dor... dor.... Seperti itulah bunyi dari pintu yang dipaksa dibuka, aku dan Abid segera melihat hal itu kami mencari tahu siapa yang membuka atau secara paksa membuka pintu itu. Alhasil kami berdua tak menemukan siapa yang membuka pintu itu. Aku dan Abid membangunkan Tina untuk melihat kejadian itu. "Tin... Tin... Tin... Tina... bangun tolongin ada yang ngedobrak pintu asrama sebelah!" ucapku dengan nada setengah berbisik kepada Tina yang nyawanya setengah sadar, kemudian ia terkejut mendengar bahwa ada yang ingin membuka pintu asrama secara paksa. Ia menggelengkan kepala yang menandakan bahwa ia tak mau tapi aku terus mendesaknya dan akhirnya ia pun mau melihat siapa yang mendobrak pintu itu secara paksa. Aku segera membangunkan kakak kelas sembilan yang ada di asrama itu melalui dinding itu.
"Kak Nata, Kak bangun ada yang buka pintu secara paksa dari asrama Kakak," ucapku dengan nada setengah berbisik. Seketika itu Kak Nata berteriak histeris dan segera ia melompat dari kasurnya ke kasur milik temanku yang tak jauh dari kasur Kak Nata. Ya walaupun ekstrem sih lompat dari kasur bertingkat dua tersebut. Tak lama kemudian Tina yang sedari tadi penasaran dengan hal yang barusan terjadi itu ia melihat sekali lagi ternyata temanku yang bernama Lalalah yang membuka pintu itu secara paksa.