Mohon tunggu...
Humaniora

Di Balik Cerita Maya

2 November 2018   04:14 Diperbarui: 2 November 2018   04:22 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Aku benci ibu" kata Maya-anak berusia 5 tahun-, menjerit pada ibunya. "Ibu Kejam" Maya sangat marah pada ibunya karena ibunya menyuruhnya untuk kembali kemarnya. Kenapa dimikian, ibunya melihat Maya mencubit adiknya yang masih bayi, sehingga ia disuruh kembali ke kamarnya. Maya pun tidak membayangkan, apakah ia akan dapat mencintai ibunya lagi. "Apakah kamu tidak malu pada dirimu sendiri telah membuat adikmu menangis?" ayahnya pun bertanya kepada Maya, Maya pun mengangguk, tetapi hanya karena ia tahu apa yang diinginkan ayahnya, agar maya merespon apa yang dikatakan ayahnya. Namun, sebenarnya Maya diliputi oleh berbagai macam perasaan-kecuali rasa menyesal pada dirinya sendiri.

Cerita Maya diatas memberikan pelajaran penting, bahwasannya kemampuan untuk memahami, menagatur dan mengontrol perasaan merupakan hal yang sangat penting. Menurut Garner &  Power ( dalam E. Papalia & Ruth Duskin Feldman, 2015) anak yang memiliki kemampuan untuk memahami perasaan, mereja memiliki kemampuan mengontrol bagaimana mereka menunjukkan perasaan mereka pada orang lain dan juga lebih peka terhadap perasaan orang lain. Perkembangan akan pemahaman perasaan akan semakin kompleks seiring dengan pertambahan usia.

Dari cerita Maya tersebut, bagaimanakah kita sebagai orangtua memberikan pembelajaran terhadap anak, agar anak mampu mengakui dan menyesali kesalahan yang telah ia perbuat. Kesalahan memang suatu proses pembelajaran agar anak dapat berkembang. Dari suatu kesalahan tersebut anak dapat memahami sebab dan akibat dari perbuatan yang ia lakukan. Disaat anak melakukan kesalahan janganlah orangtua langsung memarahi anak, tetapi berilah ia pengertian agar ia mampu menyesali kesalahan yang ia perbuat. Untuk itu orangtua wajib memberikan pembelajaran dan arahan agar anak mampu memahami sebab dan akibat dari kesalahan dan memberikan pemahaman akan rasa berslah.

Berikut beberapa tips agar anak mau mengakui dan meminta maaf akan kesalahan yang ia perbuat menurut www.parenting.co.id dan www.sahabatnestle.co.id :

1. Berbuat salah merupkan kewajaran.

Anak berbuat salh memang hal yang wajar, orang dewasapun juga berbuat kesalah. Oleh karena itu, bukan hal yang mengherankan bila anak melakukan kesalahan. Hanya saja bagaimana tindakan orangtua dalam mengahadapi kesalahan anak. Orangtua tidak boleh menjadikan suatu kesalahan menjadi fokus utama perhatian apabila anak melakukan kesalahan. Namun, yang lebih penting adalah anak tahu benar apa yang harus dilakukan anak ketika ia menyadari akan kesalahan yang ia perbuat. Disini, orangtua harus ekstra hati-hati dalam memberikan pemahaman terhadap hal tersebut.

2.  Ajarkan anak untuk berkata jujur

Orangtua hendaknya jangan langsung memarahi anak, ketka ia melakukan kesalahan. Bersikaplah tenang apabila si anak melakukan kesalahan (walau dalam hati kita merasa kecewa). Dengan bersikap tenang, besar kemungkinan anak akan mengakui kesalahan yang ia perbuat. Ingatkan pada anak bahwa semua orang dapat melakukan kesalahan. Yang terpenting adalah, bagiamana orangtua memberikan pemahaman terjadap hal tersebut dengn sikap jujur. Bila anak mampu berkata jujur terhadap kesalahan ia perbuat, pelajari dari situasi yang ada dan coba untuk memperbaiki kesalahannya. Ajak diskusi anak tentang bagaimana cara memperbaiki diri anak dari kesalahan yang telah ia lakukan. Jangan lupa memuji anak, abila ia berkata jujur dan berani mengakui kesalahannya.

3. Ajarkan sebab akibat

Bantulah anak memahami dan berpikir hubungan apa yang dilakukannya dan dampaknya apa. Semisal, Dari cerita Maya diatas "Kalu kamu tidak mencubit adik kamu, maka adik kamu tidak akan menangis dan ibu tidak akan memarahi kamu, dicubit itu sakit lo nak" Dengan mengaitkan hubungan antara sebab akibat dari suatu peristiwa, secara perlahan akan memberikan memberikan pemahaman bahwa perbuatan yang telah dilakukannya adalah perbuatan yang keliru dan anak tidak akan mengulangi lagi perbuatan tersebut.

4. Terapkan aturan main.

Bagaimanapun aturan main harus diterapkan terhadap anak. Agar anak memahami, mengetahui dan mampu menerima konsekuensi atas kesalahan yang diperbuatnya.Hal ini bisa berjalan lancar apabila orangtua mampu konsisten dengan aturan yang telah dibuat sekaligus konsisten dalam menerapkan disiplin.

5.  Ajari anak melontarkan kata "maaf"

Meminta maaf atas kesalahan yang perbuat akan memberikan dampak yang baik bagi anak. Dengan meminta maaf anak akan belajar menyadari kesalahannya, mampu bertanggung jawab dari kesalahannya dan mengerti akan perasaan orang lain. Sebelum seorang anak belum mengetahui akan kesalahannya, maka ia harus mengerti bahwa ia telah berbuat kesalahan. Jelaskan secara sederhana, bahwa kita harus meminta maaf apabila kita menyakiti maupun mengganggu orang lain. Ajari anak berempati terhadap orang lain lewat komunikasi sehari-hari.

Rasa bersalah bisanya mulai berkembang diakhir usia 3 tahun, setelah anak mendapatkan kesadaran diri  dan dapat menerima standar perilaku yang diberikan oleh orangtuanya. Namun adakalanya anak yang lebih tua gagal untuk mengenali perasaan (emosi) yang sedang dirasakannya dan apa yang membawa mereka. Karena hal tersebut, bagaimana orangtua dapat memahamkan anak akan perasaan yang dialaminya dan mampu menyikapi dengan atas perasaan tersrbut.

Sumber :

- Papalia, D.E. & Feldman, R.D. (2015). Menyelami Perkembangan Manusia Edisi 12 Buku 1. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.

- www.parenting.co.id/usia-sekolah/anak-mau-mengakui-kesalahan

- https://www.sahabatnestle.co.id/content/gaya-hidup-sehat/tips-parenting/mengajari-si-kecil-minta-maaf.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun