Mohon tunggu...
Pendidikan

Yuk, Intip Perbedaan Gender Laki-laki dan Perempuan

28 September 2018   04:48 Diperbarui: 28 September 2018   05:03 3907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum saya mengulas lebih dalam tentang gender, marilah kita mengulas kembali apa itu emosi?. Pada tulisan-tulisan sebelumnya saya telah menjelaskan pengertian emosi. Emosi merupakan perasaan yang timbul dalam diri individu yang diakibatkan karena adanya interaksi. Dalam hal ini, timbulnya suatu perasaan berkaitan pula dengan gender maupun peran gender. Sedikit maupun banyak, gender dapat mempengaruhi perkembangan sosial-emosional individu. Hal ini terjadi karena, seorang perempuan lebih lemah lembut dari pada laki-laki. Hal tersebut dapat dilihat, bahwasannya kekerasan banyak terjadi di kalangan perempuan dari pada laki-laki - perempuan lebih memiliki sifat yang lemah lembut, sehingga ia lebih mau mengalah di hadapan laki-laki, sebaliknya laki-laki lebih ingin di perhatikan, sehingga ia akan melakukan kekerasan jika ia tidak diperhatikan-.

Sebelum lebih lanjut memahami gender,  marilah kita memahami pengertian gender itu sendiri. Menurut Indrijati (2016), istilah gender mengandung dua pengertian yaitu:

1. GenderIdentity (identitas gender) adalah kesadaran sebagai laki-laki dan perempuan, yang umumnya dicapai anak pada usia 3 tahun. Anak di tahun ketiga akan mulai mengetahui, menerima, dan memahami bahwa dirinya sebagai individu laki-laki ataukah individu perempuan.

2. Gendor Role ( peran gender) adalah sejumlah harapan sosial tentang bagaimana seharusnya laki- laki atau perempuan berpikir, berperilaku dan merasakan sesuatu. Semisal, individu laki-laki lebih berfikir secara rasionalistis sedangkan perempuan lebih berpikir dengan perasaan. Pada tahap ini, individu mulai bertindak sesuai dengan peran gender. Misalnya, ibu akan lebih memperhatikan bayi perempuan, begitupun sebaliknya dengan ayah, ia akan lebih memperhatikan bayi laki-lakinya daripada perempuan. Peran gender juga, tidak lepas dari pengaruh budaya yang ada disekitarnya.

Adanya gender maupun peran gender, seorang individu dapat dengan mudah membedakan antara laki-laki maupun perempuan. Secara biologis, jenis kelamin yang dibawa setiap individu sejak lahir akan mempengaruhi perkembangan karakteristik fisik antara jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Hal teresbut -perbedaan karakteristik laki-laki dan perempuan- dapat menyebabkan perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan. Semisal, individu laki-laki lebih mengembangkan disposisi yang mendukung kekerasan, persaingan dan pengambilan resiko. Sebaliknya, perempuan lebih mengupayakan bahwa keturunannya akan selamat (segi pengasuhannya). Oleh karena itu, individu perempuan yang mengadikan diri pada kepengasuhan -anaknya- akan memilih pasangan yang sukses serta pekerja keras yang dapat memberikan sumber daya (nafkah, pakaian, tempat, makan dan lain sebagainya) dan perlindungan pada keturunan mereka. Jenis kelamin juga, menentukan cakupan pengalaman yang di peroleh individu laki-laki maupun perempuan yang kemudian mempengaruhi mereka sepanjang hidupnya.

Gender pula, ditentukan oleh faktor genetik (individu yang memiliki kromosom XY akan mejadi laki-laki secara genetik dan kromosom XX menjadi perempuan secara genetik), organ reproduksi laki-laki maupun perempuan, dan struktur otak -terkait dengan kontrol terhadap hormon reproduksi- dan organ reproduksi eksternal. Sedangkan, peran gender ditentukan oleh perilaku individu sebagai laki-laki atau perempuan, jenis peran ( seorang laki-laki dewasa hendaknya bekerja dan bertanggung jawab terjadap keluarga dan perempuan dewasa hendaknya mampu menjaga, mengurus dan memelihara anak), dan karakter kepribadian sifatnya (laki-laki akan lebih gentle dan maskulin, sedangkan perempuan lebih feminim).

Lebih pada fungsi dari harapan sosial dan interaksi sosial dari pada faktor genetik terhadap perilaku dan karakteristik peran gender tidak terlepas dari konteks budaya maupun orangtua. Dalam budaya masyarakat individu laki-laki diharapkan memiliki peran pemimpin. Sedangkan perempuan diharapkan lebih berperan dalam kepengasuhan anak. Walaupun begitu, tidak dipungkiri di zaman moderen ini banyak laki-laki yang dapat berperan sebagai orangtua asuh tunggal untuknya. Sedangkan perempuan sekarang dapat bekerja dan berperan menjadi pemimpin. Hal tersebut terjadi, karena adanya kesetaraan gender di masa kini. Kesetaraan gender tidak dimanfaatkan untuk menginjak martabat laki-laki, melainkan cara perempuan untuk membantu laki-laki dan menghormatinya.

Pengaruh sosial juga berpengaruh terhadap perbedaan gender setiap individu. Perbedaan tersebut datang melalui pengalaman-pengalaman yang meliputi, baik teori sosial maupun kognitif. Berikut ulasannya (Santrock, 2011);

1. Teori peran sosial.

sebuah teori bahwa perbedaan gender merupakan hasil dari perbedaan kontras peran laki-laki dan perempuan. Pada teori  ini, kebanyakan perempuan memiliki sedikit kekuatan dan status di bandingkan laki-laki ( perempuan lebih memilih status jangka panjang sedangkan, laki-laki lebih memilih status jangka pendek). Selain itu, dibandingkan dengan laki-laki, perempuan lebih cenderung dapat melakukan pekerjaan rumah tangga, lebih sedikit menghabiskan pekerjaan yang berbayar, menerima gaji lebih rendah dan sedikit terwakili dalam tingkatan organisasi. Perempuan lebih sedikit peluangnya dalam menjadi pemimpin sebuah organisasi. Dalam peran masyarakat perempuan lebih kooperatif dan kurang dominan dibandingkan laki-laki.

2. Teori psikoanalisis mengenai gender.

Sebuah teori yang berasala dari pandangan Freud bahwa anak pra sekolah mengembangkan daya tarik seksual orangtua yang berlawanan jenis pada usia kurang lebih 5 atau 6 tahun menghentikan daya tarik tersebut karena cemas, dan kemudian mengidentifikasi dengan orangtua yang bwrjenis kelamin sama, tanpa sadar mengadopsi karakteristik orangtua berjenis kelamin sama. Dalam teori ini, anak perempuan maupun laki-lakibakan menirukan karakter orangtua yang berjenis kelamin sama. Anak perempuan akan menirukan ibunya dalam berperilaku, seperti halnya dalam berpakaian -anak perempuan menjadi feminim dengan pakaian yang dikenakan-. Sedangkan, anak laki-laki alan mencontoh ayahnya dalam berperilaku, semisal ayah sedang duduk jigang ( mengangkat  kaki dan menindihkannya ke kaki satunya) dan membaca koran, tanpa sadar anak laki-lakinya akan meniru apa yang dilakukan ayahnya tersebut.

3. Teori sosial kognitif mengenai gender.

Sebuah teori yang  menekankan bahwa perkembangan gender anak-anak terjadi melalui pengamatan dan imitasi perilaku gender serta melalui pemberian imbalan dan hukuman yang dialami anak-anak untuk perilaku yang sesuai gender dan yang tidak sesuai gender. Dalam teori ini, bayi sejak lahir telah dibedakan gendernya. Mereka juga diperlakukan berbeda oleh yang melahirkannya. Bayi perempuan akan di perlakukan lembah lembut agar menjadi feminim. Seperti, orangtua akan memakaikan baju dan rok berwarna pink (warna cerah) dan anting di telingnya untuk menunjukkan bahwa bayinya adalah perempuan. Sedangkan, bayi laki-laki akan diperlakukan lebih keras agar ia menjadi individu yang maskulin. Contohnya, orangtua akan meberikan setelan baju dan celana yang berwarna gelap (hitam, coklat tua, abu2, dll) untuk menunjukkan bahwa ia anak laki-laki. Serta orangtua akan lebih lama merespon anak laki2 yang menangis dari pada  anak perempuan. Begitu pula orangtua akan memberikan hadiah apabila anaknya berperilaku sesuai dengan jenis kelaminnya (perempuan bermain boneka, laki-laki bermain mobil-mobilan). Dan hukuman juga akan diberikan pada anak, apabila anak tidak berperilaku sesuai jenis kelamin ( anak laki-laki yang menginjak usia sekolah akan di marahi apabila ia menangis).

Itulah yang dapat saya tuliskan dan utarakan, apabila ada kesalahan dalam penulisan saya mohon dimaklumi dan dimaafkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Terimakasih sampai ketemu di tulisan selanjut.

Sumber :

Santrock, J.W. (2011). Perkembangan anak, Jilid I. Jakarta: Salemba Humanika.

Santrock, J.W. (2011). Perkembangan anak, Jilid II. Jakarta: Salemba Humanika.

Indrijati, Herdina. (2016). Psikologi Perkembangan & Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun