Mohon tunggu...
Nurul Mahmudah
Nurul Mahmudah Mohon Tunggu... Guru - Generasi Sandwich Anak Kandung Patriarki

Si sanguinis yang sering dibilang absurd. Aku tukang rebahan yang berharap bisa memberikan perubahan untuk Negara.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Patriarki Dianggap Produk Agama (Islam)?

20 April 2024   22:20 Diperbarui: 20 April 2024   22:22 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Agama merupakan isu sensitif karena menyangkut hal dan pilihan pribadi. Meski lebih banyak masyarakat yang tak memilihnya secara merdeka, agama cenderung didapat sebagai warisan. Agama menembus setiap lini kehidupan seseorang, bahkan identitas agama dapat mudah diketahui dengan hanya melalui penampilan dan cara berperilaku.

Islam, adalah agama yang sering kali dikaitkan dengan sumber ajaran patriarki karena interpretasi tradisional terhadap ajaran agama tersebut sering menekankan struktur kekuasaan yang menguntungkan laki-laki dan membatasi peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Meski saat ini banyak dilakukan pendalaman dalam penafsiran ulang konteks keagamaan menggunakan lensa keadilan gender, namun nash agama yang berhasil dikaji ulang dengan perspektif feminist masih sering menjadi perdebatan di ruang publik.

Saya jadi teringat dengan pernyataan Ibu Nyai Nur Rofiah, beliau berkata bahwa adanya ayat yang bersifat patriarkal disebabkan salah satunya karena terdapat bias pada mufassirnya. Pengaruh Interpretasi Ulama memegang peranan penting mengapa patriarki sering dianggap sebagai produk agama. Ulama-ulama dan cendekiawan Muslim yang memegang peranan penting dalam memahami dan menjelaskan ajaran agama sering kali adalah laki-laki, dan mereka dapat membentuk pandangan patriarkal dalam interpretasi mereka tentang Al-Quran dan hadis.

Bahkan pada ayat-ayat keperempuanan juga dimaknai dengan lensa laki-laki. Belum lagi keterlibatan tokoh-tokoh perempuan dalam pengembangan berbagai bidang keilmuan pada zaman Rasulullah banyak yang tidak terekspose, yang suudzonnya bisa disebut dengan "disembunyikan dari sejarah". Seperti kisah Nusyabah binti Ka'ab, Ummu Waraqah, Lubabah, Asma binti Abu Bakar, dsb. Kisah-kisah perempuan yang sering ditonjolkan adalah kisah yang menekankan pada ketabahan hati seorang istri dengan lika liku perjuangan beratnya rumah tangga pada zaman awal Islam.

Dalam sejarah Islam, terdapat periode-periode di mana interpretasi agama dipengaruhi oleh konteks sosial, politik, dan budaya pada masa itu. Di beberapa masyarakat Muslim, struktur patriarkal yang kuat sudah ada sebelum kedatangan Islam, dan Islam kemudian diinterpretasikan dan diterapkan dalam kerangka itu. Konsep Rahmatan Lil Alamiiin yang seharusnya menjadi hak seluruh umat, saat ini juga terasa semakin jauh. Seperti kisah perempuan yang dijadikan objek sebelum datangnya Islam, yang harusnya pada detik ini perempuan menjadi subjek penuh sebagai manusia merdeka. Namun nyatanya kita seolah kembali ke titik jahiliyyah, yakni perempuan sebagai pemenuh kebutuhan laki-laki semata.

Belum selesai disitu, kita juga dibenturkan oleh struktur budaya, dimana budaya tradisional sering dicampuradukkan dengan ajaran agama. Kebiasaan dan norma-norma patriarkal yang telah ada sejak lama sering kali dianggap sebagai bagian dari ajaran Islam, meskipun hal itu tidak selalu sesuai dengan nilai-nilai universal yang terkandung dalam Al-Quran dan hadis.

Penting untuk dicatat bahwa ada beragam pandangan dalam dunia Islam tentang peran gender, dan ada banyak tokoh dan gerakan dalam sejarah dan pada zaman modern yang berjuang untuk memperjuangkan kesetaraan gender dan menafsirkan ulang ajaran Islam dengan cara yang lebih inklusif dan progresif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun